webnovel

Married With CEO Playboy

WARNING! 21++ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. Menikah dengan Bos yang memiliki kekasih lebih dari satu dan hobi bermain squishi di ranjang. Bagaimanakah Elita Cantika bertahan dengan pernikahannya bersama Erlangga Elang Pradipa? "Saya berjanji akan menjadi istrimu sampai kamu sendiri yang menceraikanku!" Elita Cantika "Tepati janjimu!" Erlangga Elang Pradipa. YG MAU PLAGIAT SILAHKAN MUNDUR... KARYA INI ASLI HASIL PEMIKIRAN SENDIRI!

Chi_Hyo_Ki95 · Urban
Not enough ratings
86 Chs

Bab 7

Hai... hula, hula...

Happy Reading guys...

Hari ini Elang tidak fokus bekerja. Entah mengapa ia terus memikirkan keadaan Elita dan anaknya. Suara pintu terbuka mengalihkan pandangannya dari dokument yang sedang ia kerjakan.

"Ma," ucapnya saat melihat Arifka yang masuk ke ruangannya.

"Besok minggu ulang tahun, Nenek. Ingat kamu harus membawa calonmu!" ucap Arifka sambil duduk di sofa.

"Mama ke sini hanya karena ini?" tanya Elang tidak percaya.

"Mama mau mengajakmu makan siang, keluarga Brotowijaya mengajak kita makan siang."

"Ma, bukankah masih hari minggu perjanjiannya, kenapa hari ini aku harus bertemu keluarga Kartika?"

"Memangnya kenapa? Keluarga kita dan Brotowijaya sudah berteman lama, jadi apa salahnya hanya makan siang bersama. Tidak ada yang lain selain makan siang. Pembahasan hubunganmu dan Kartika nantinya akan di bahas setelah ulang tahun Nenek, jika kamu tidak membawa calonmu," jawab Mamanya santai sambil membuka handphonenya.

Elang menghela napasnya, "Aku gak bisa ikut, Ma."

"Kenapa?" tanya Arifka sambil menatap anaknya.

"Elang banyak pekerjaan, jadi gak bisa Ma,"

"Hanya makan siang saja, tidak akan lama. Lagipula kita sudah lama tidak bertemu, kan?"

"Ulang tahun Nenek kita akan bertemu,"

"Kalau masalahnya Kartika, kamu gak perlu khawatir. Kita benar-benar tidak akan membahas masalah pernikahan."

"Enggak, Ma."

"Kerjaan apa sih, sampai hanya makan siang saja kamu tidak mau ikut?" tanya Mamanya kesal.

"Banyak, Ma."

"Kamu lanjutkan nanti saja."

"Lebih cepat selesai lebih baik, Ma," jawab Elang yang kembali fokus dengan pekerjaannya.

"Ya, sudah kalau begitu," ucap Arifka dan berdiri dari duduknya.

"Ingat! jangan sampai tidak datang di hari ulang tahun Nenek!" peringat Mamanya.

"Hum," jawab Elang malas.

Arifka pun pulang, setelah di rasa Mamanya itu sudah meninggalkan perusahaan ia mengambil jas, handphone dan kunci mobil. Ia akan pergi ke rumah sakit karena entah kenapa ia selalu memikirkan Elita dan putranya. Semenjak ia mendengar pengakuan sekretarisnya, ia malah semakin mengagumi sekretarisnya itu.

Saat pertama kali ia mewawancarai Elita, dirinya ingin membawa sekretarisnya itu ke ranjangnya. Namun, melihat cara bekerja bahkan sikap Elita yang begitu dingin membuatnya membatalkan niatnya. Ia menghargai Elita karena menurutnya sekretarisnya itu bukanlah wanita yang pantas untuk di permainkan.

Dirinya memang memiliki banyak kekasih, tapi ia melakukan pada wanita-wanita yang memang pantas. Dia juga tidak sembarang membawa wanita ke ranjangnya. Jika saat pendekatan wanita itu bersikap baik dan tidak pernah menggodanya, ia juga tidak akan membawa wanita itu ke ranjang.

Kedekatan Elang dengan Elita di mulai saat tanpa sengaja Elita memergoki Elang yang sedang berciuman dengan salah satu wanita di lorong toilet hotel saat acara ulang tahun perusahaan. Kejadian itu terjadi ketika Elita baru bekerja empat bulan.

Elang mengancam Elita agar tidak meberitahulan pada siapapun. Elita saat itu hanya diam tapi, tatapan matanya menatap berani ke arah Elang yang juga menatapnya. Entah kenapa, Elang menyukai sikap Elita seperti itu. Beberapa kali ia sengaja melakukannya di depan Elita saat mereka sedang ada pekerjaan di luar kota dan sekretarisnya itu tidak banyak berkomentar bahkan tidak pernah ada kabar apapun di luar sana tentang dirinya.

Semenjak itu lah, Elang mulai secara terang-terangan menunjukkan sisinya yang lain pada sekeretarisnya. Satu-satunya wanita yang tahu tetang keburukannya hanyalah Elita. Bahkan sisi Elang di saat dirinya terpuruk pun hanya Elita yang mengetahuinya. Seorang Elang yang selalu bersikap manis dan perhatian pada bawahannya juga wanita-wanita incarannya, rendah diri, tidak sombong dan sangat menyayangi Ibunya, masih bisa hancur dan terpuruk.

Saat perjalanan ke rumah sakit, ia mampir di salah satu rumah makan padang dan membelikan tiga porsi makan siang dan air mineral. Selesai membeli makanan, ia kembali ke mobil dan mulai melajukannya lagi. Setelah menempuh waktu sekitar lima belas menita dari ia tadi membeli makanan, ia akhirnya sampai di rumah sakit.

Ia turun sambil membawa makanannya. Kemeja yang ia gunakan, lengannya sudah ia gulung hingga sebatas siku, satu kancing kemeja bagian atasnya juga sudah ia lepas. Ia menghampiri Elita yang hanya duduk diam di kursi tunggu ruang ICU sambil menatap pintu ruang ICU.

"Kamu sendirian?" tanya Elang tiba-tiba membuat Elita yang terus memandangi pintu ruanga ICU putranya menoleh ke arahnya.

"Pak, Elang," ucapnya sedikit terkejut.

"Hum," jawab Elang dan duduk di samping Elita.

"Sudah makan?"

"Belum, Pak. Belum lapar," jawabnya.

"Kita makan bersama," ucap Elang sambil mengangkat plastik makanan yang ia bawa.

"Nasi padang, ya?" tanyanya yang mencium aroma nasi padang.

"Iya, pakai rendang dan kuahnya banyak. Oh, iya, ada kikilnya juga," ucap Elang seraya tersenyum.

Elita menelan salivanya kemudian mengigit bibirnya. "Udah, makan. Kalau kamu gak makan, gimana kamu jagain Al?" tanya Elang masih dengan tangan yang terulur memberikan kantung plastik pada Elita.

"Makan di kantin saja, Pak," ucap Elita sambil mengambil kantung plastiknya. Elang tersenyum dan ia pun sudah berdiri bersamaan dengan Elita.

Mereka berdua berjalan beriringan pergi ke kantin. Sampai di kantin Elita memesan teh hangat dan juga kopi hitam gula pisah. Ia kembali ke kursinya lagi, makanannya sudah di tata oleh Elang.

"Makasih, Pak," ucap Elita.

"Udah, buruan, makan," ucap Elang seraya tersenyum. Elita tersenyum kemudian ia mulai memakan makanannya.

Mereka menikmati makan siangnya, Elang tersenyum melihat Elita makan dengan lahap. Selesai makan, mereka masih menikmati minumannya. "Apa ada pekerjaan yang harus saya kerjakan, Pak?" tanyanya sambil menmatap bosnya.

"Nanti kalau ada, saya pasti hubungi kamu."

"Pak, jangan karena saya sedang ada maslah bapak memberikan ke longgaran, pekerjaan tetaplah pekerjaan."

"Kita sudah membahasnya, jangan bahas lagi. Bisa, kan?" tanyanya tidak suka dengan pembahasan Elita.

"Saya hanya tidak enak dengan yang lain, Pak. Saya takut jika mereka berpikir yang tidak-tidak."

"Apa yang kamu fikirkan?" tanya Elang menatap serius Elita.

"Saya takut mereka bergosip jika saya dan bapak ada hubungan lebih selain karyawan dan atasan."

Elang tersenyum mengejek, "Mana mungkin itu terjadi," ucapnya tidak percaya dengan apa yang baru saja sekretarisnya itu katakan.

"Entahlah, Pak. Mungkin saya yang terlalu berpikir berlebihan." jawab Elita kemudian meminum tehnya.

"Kamu tidak usah memikirkan gosipan mereka dan juga pekerjaan. Fokuslah mengurus anakmu."

"Iya, Pak. Terimakasih."

"Terimakasih? untuk?" tanya Elang mn]engernyitkan dahinya bingung dengan ucapan terimakasih sekretarisnya itu.

"Bapak tidak memecat saya dan bapak malah memberikan saya keringan untuk lebih mementingkan anak saya," ucap Elita tulus.

Elang tersenyum, "Saya hanya tidak mau anakmu membencimu karena kamu lebih mementingkan pekerjaan di bandingkan merawatnya."

"Kenapa, Pak?" tanya Elita membuat Elang kembali mengernyitkan dahinya bingung.

"Kenapa, apanya?" tanyanya menatap Elita yang kini juga menatapnya.

"Kenapa bapak peduli tentang anak saya yang akan membenci saya?"

"Bukankah kamu menyayanginya?"

"Tentu. Mana ada seorang ibu yang tidak menyangi anaknya."

"Jika anakmu membencimu apa kamu akan sanggup menerimanya?"

Elita terdiam tapi hembusan napasnya menjawab pertanyaan Elang bahwa ia tidak mungkin sanggup jika anaknya membencinya. Ia bisa bertahan sampai detik ini semua karena anaknya, walau ia sendiri harus menyakiti anaknya karena ia pernah tidak mengakui anaknya di depan orang banyak. Hanya orang-orang terdekatnya lah yang mengetahui bahwa Al adalah anaknya.

Elita baru mengakui Al anaknya di depan orang ketika ia di terima bekerja di perusahaan Elang. Ia membawa anaknya untuk tinggal bersama, tapi setiap ia bekerja ia akan menitipkan Al di Panti Asuhan. Menyewa baby siter entah kenapa ia tidak mempercayainya. Ia takut jika anaknya malah di sakiti oleh baby siter. Pemikiran Elita saat itu ialah anaknya yang tidak memiliki ayah yang tidak jelas asal usulnya membuat El nantinya akan menjadi bahan untuk baby siter menyakitinya. Entahlah, kenapa pemikirannya terlalu sempit seperti itu bahkan sampai detik ini ia juga masih berpikir seperti itu.

Elita memang pernah akan membunuh Al saat dirinya mengetahui kehamilannya. Tapi, dengan ia mempertahankan janin yang tidak berdosa itu lambat waktu akhirnya ia pun menerima kehadirannya. Gunjingan para tetangga yang saat itu tinggal di dekatnya tidak pernah absen ia dengar. Elita berusaha untuk tetap tegar untuk melewati semua itu. Ia tetap bertahan dan berusaha menulikan pendengarannya. Ia juga selalu menghibur El saat masih di kandungan dengan kata-kata indah yang begitu menenangkan.

Kelahiran putranya kedunia menjadi titik balik seorang Elita Cantika. Ia menitipkan Al di panti Asuhan yang pernah ia tinggali selama kurang lebih hampir tujuh belas tahun lamanya sebelum ia keluar dari panti karena hamil. Ia berpesan pada Ibu Suri untuk tidak membiarkan Al di adopsi oleh siapapun. Ia berjanji setiap bulan akan berusaha mengirimkan uang untuk keperluan Al saat itu.

Siang dan malam Elita bekerja tanpa mengenal waktu, ia mencari uang untuk anaknya dan juga dirinya. Ia juga mencari uang agar bisa mengambil paket C dan juga kuliah. Akhirnya ia pun bisa mengambil paket C juga kuliah. Walau di awal perkuliahan ia harus membayar tapi hanya sampai dua semester karena ia mengajukan beasiswa dan ia pun berhasil mendapatkannya.

Elita anak yang pandai, sekolahnya pun ia mendapatkan beasiswa dan selalu mendapatkan juara satu umum di sekolah. Walau anak-anak di sekolah sering menghinanya anak buangan karena ia tidak memiliki orang tua dan tinggal di panti asuhan. Tapi, Elita tidak pantang menyerah, ia membuktikan bahwa dirinya pantas untuk di terima di lingkungan anak-anak yang memiliki keluarga lengkap.

Elita tersadar dari lamunannya ketika ELang menyentuh tangannya. "Ah, maaf, Pak."

"Sudah saya katakan, jangan memikirkan apapun selain keadaan anakmu," ucap Elang mengingatkan.

"Iya, Pak."

"Mau kembali ke ruangan anakmu?"

"Iya, Pak," jawabnya.

Mereka berdua pun berdiri, Elita pergi ke warung untuk membayar minumannya. Setelah membayar, ia menghampiri Elang yang berdiri menunggunya. "Makanannya masih ada satu, Pak. Mau di kemanain?"

"Kasih saja ke orang."

Elita melihat ke sekitar, ia melihat salah satu petugas kebersihan dan segera berlari menghampiri petugas itu. Elang menggelengkan kepalanya saat melihat Elita yang lagi-lagi berlari. Setelah memberikan makanannya Elita menghampiri Elang. "Makasih untuk makan siangnya, Pak."

"Hum," jawab Elang seraya tersenyum manis.

TBC...

Yuhuu.... up lagi guys... nah lo... Apa ELang udah jatuh cinta sama ELita ya, sebenarnya?

Yuks lah, ramaikan koment, Vote dan power stonenya ya guys...