webnovel

Married With CEO Playboy

WARNING! 21++ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. Menikah dengan Bos yang memiliki kekasih lebih dari satu dan hobi bermain squishi di ranjang. Bagaimanakah Elita Cantika bertahan dengan pernikahannya bersama Erlangga Elang Pradipa? "Saya berjanji akan menjadi istrimu sampai kamu sendiri yang menceraikanku!" Elita Cantika "Tepati janjimu!" Erlangga Elang Pradipa. YG MAU PLAGIAT SILAHKAN MUNDUR... KARYA INI ASLI HASIL PEMIKIRAN SENDIRI!

Chi_Hyo_Ki95 · Urban
Not enough ratings
86 Chs

Bab 10

Pukul sebelas siang Elang mengetuk ruang kerja Elita, ia masuk tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya. Ruangan sekretarisnya kosong tapi terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Elang duduk di sofa sambil membaca majalah yang ada di meja sofa. Elita ke luar dengan wajah basah karena ia mencuci wajahnya.

"Pak, Elang!" ucap Elita terkejut.

"Humm," jawab Elang kemudian meletakkan majalah kembali ke atas meja.

"Ada perlu apa, Pak?" tanya Elita sambil berjalan ke arah meja kerjanya. Ia mengambil tisu untuk mengelap wajahnya sambil duduk di kursinya.

"Kamu makan siang di mana?"

"Di kantor saja, Pak. Ada apa?"

"Kita makan siang di luar, kamu mau?"

"Yang penting jangan restaurant Italia yang kemarin saja, Pak," ucap Elita dan kembali berkutat dengan pekerjaannya.

"Kamu rapihkan dokument-dokumentmu, setelah itu kita pergi."

"Pergi sekarang, Pak?" tanya Elita menatap Elang.

"Iya," jawabnya singkat.

Elita mebereskan semua berkasnya, Elang terus menatap ke arah sekretarisnya itu membuat Elita menghentikan aktifitasnya kemudian menatap bosnya. "Apa ada yang salah, Pak?" tanyanya.

"Bagaimana keadaan Al?" tanyanya menatap Elita dengan tatapan tidak terbaca.

"Pak, ada kenalan yang mungkin membutuhkan karyawan part time tidak?" tanya Elita tanpa menjawab pertanyaan Elang.

"Apa ada masalah dengan, Al?" tanya Elang lagi karena Elita malah beratanya yang lain.

"Tidak ada, Pak," jawab Elita tanpa menatap ke arah Elang, ia sibuk mebereskan dokument-dokumentnya.

"Jangan bohong!" tegas Elang.

"Untuk apa saya berbohong, Pak?" tanya Elita yang menatap Elang, tapi raut wajahnya menunjukkan kesedihan.

"Kamu yakin?" tanya Elang masih menatap Elita.

"Saya, yakin!" jawab Elita mantap sambil membereskan kembali dokumentnya.

Elang tidak bertanya lagi, ia tidak mau memaksa Elita. Ia nanti akan mencari tahu sendiri bagaiaman ke adaan Aldebaran. Selesai mebereskan dokument, Elang dan Elita pun berangkat ke restaurant yang sudah Hanan beritahu padanya. "Kita mau makan di restaurant mana, Pak?" tanyanya sambil menatap jalanan.

"Yang pasti bukan restaurant Italia yang kemarin," jawabnya sambil melirik ke Elita.

Mereka pun diam tidak saling mengobrol. "Elita, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya Elang memecahkan keheningan.

"Mau tanya apa, Pak?"

"Ini masalah pribdai, jika kamu tidak mau menjawab tidak apa," ucap Elang yang kini menatap Elita karena mobil sedang berhenti di lampu merah.

"Saya akan jawab, jika memang bisa."

Elang tersenyum, "Apa kamu belum mau menikah karena anakmu?" tanyanya menatap serius Elita.

"Iya. Saya belum mau menikah karena saya takut lelaki yang saya nikahi nantinya tidak menerima Al. Apalagi, Al hadir di dunia ini karena kesalahan masa muda saya," jawab Elita masih menatap jalanan.

Elang tersenyum, "Aku yakin, akan ada seorang laki-laki yang nantinya bukan hanya menerima masalalumu tapi dia juga akan menerima, Al," ucap Elang dan kembali melajukan mobilnya karena lampu sudah berubah berwarna hijau.

"Ya, semoga saja," jawab Elita sambil menyandarkan kepalanya di kaca jendela. "Saya hanya memikirkan kebahagiaan Al. Sedari kecil ia harus mendapatkan bullyan, apalagi saya pernah melakukan kejahatan padanya karena tidak mengakuinya."

"Mungkin kamu pernah menyakitinya, tapi kamu melakukannya juga untuk kebahagiaannya bukan untuk diri kamu sendiri. Kamu wanita hebat Elita," ucap Elang seraya tersenyum sambil melihat sekilas ke arah sekretarisnya.

"Saya bukan wanita hebat, Pak. Saya hanya wanita yang berusaha bertahan untuk bisa membahagiakan anaknya yang tidak memiliki kesalahan," ucap Elita kemudian ia menutup matanya. Setetes air mata terjatuh di sudut matanya. Mengingat anaknya, rasanya hatinya bagaikan tercabik-cabik.

Semua kesalahan di masa lalunya, tapi kenapa anaknya harus menerima semuanya. Anaknya menjadi bahan olok-olokan teman-teman sekolahnya. Bahkan pernah ada seorang ibu-ibu yang memerahi anaknya hanya karena Al memegang mainan anaknya. Padahal mainan itu pun pada dasarnya sudah rusak. Elita saat itu hanya bisa melihat dari jauh tanpa bisa memeluk anaknya karena ia harus menyembunyikan status sebagai seorang Ibu tanpa suami.

Rasa bersalah pada anaknya di masa lalu membuatnya selalu menomor satukan anaknya. Ia tidak peduli jika harus melajang seumur hidupnya. Ia tidak mau mengorbankan anaknya hanya untuk kebahagiaannya. Ikatan darah itu lebih kental dari apapun. Apa iya, dia yang mengandung Al selama sembilan bulan, berbagi napas dan makanan dengan anaknya itu tega menyakiti anak yang tidak bersalah?

Ia ingin menjadi ibu yang baik dengan selalu merawat anaknya walau anaknya terlahir dari sebuah kesalahan. Ia tidak mau seperti Ibunya yang membuangnya ke panti asuhan. Ia mau membuktikan jika ia tidak sejahat Ibunya yang tega membuangnya. Air matanya tidak berhenti ke luar dari matanya bahkan suara isak tangis kecilnya terdengar menyapa telinga Elang.

Entah apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya yang begitu menyayangi anaknya. Ia terlalu lebai atau memang hatinya yang sebenarnya begitu rapuh dan mudah tersentuh membuatnya seperti ini.

Kini mereka sudah sampai di restaurant, Elang hanya diam sampai Elita berhenti menangis. Elita saat ini pasti sedang sangat bersedih hingga ia tidak mampu menahan tangisnya. Elang yang sudah mengenal selama kurang lebih tujuh tahun Elita bekerja dengannya, baru kali ini ia melihat sekretarisnya itu menangis sampai seperti ini.

Dering ponsel Elang membuat Elita menghentikan tangisannya kemudian ia meraih tisu yang ada di atas dasbord mobil Elang. Ia menghapus air matanya sedangkan Elang sudah turun dari mobil untuk mengangkat telponnya. Setelah Elita menghapus air matanya, ia mengambil bedak dan juga lipstiknya supaya wajahnya tidak terlihat begitu menyedihkan. Elang kini sudah berdiri di depan mobil dan Elita pun segera ke luar setelah di rasa riasannya cukup.

"Kita, masuk," ucap Elang saat Elita menghampirinya.

"Hum," jawab Elita singkat.

Mereka berdua pun berjalan menuju restaurant. Sampai di dalam restaurant yang bernuansa klasik itu, Elang mencari keberadaan Papanya. Setelah melihat di mana Papanya berada, ia pun menghampiri Hanan di ikuti Elita di belakangnya.

"Akhirnya kamu datang juga," ucap Hanan saat Elang sampai di mejanya.

"Maaf, semua. Jalanan macet jadi kami terlambat."

"Iya, tidak apa-apa," ucap pria paruh baya yang usianya mungkin seumuran dengan Papanya seraya tersenyum hangat.

Elang kemudian menarik kursi sebelah Papanya, "Duduklah, El," ucap Elang sambil menatap Elita yang hanya diam berdiri. Elita menarik kursi yang ada di sebalah Elang dan juga di sebelah anak kecil berusia sekitar lima tahun.

Gadis kecil yang duduk di sebalah Elita terus menatap Elita. Elita menoleh ke arahnya dan tersenyum hangat pada anak kecil yang hanya diam dengan raut wajah tanpa ekspresinya.

"Kenalkan Elang, ini Pak Pramana, ini anak pertamanya dan ini cucunya," ucap Hanan memperkenalkannya pada Elang.

Elang mengulurkan tangannya dan Pramana menerima uluran tangannya. Mereka saling berkenalan begitu juga dengan Elita. Kini mereka saling berbincang ringan dan Elita hanya diam saja karena ia merasa canggung makan bersama para boss. Gadis kecil yang berada di sampingnya pun terus memandanginya membuat Elita harus memasang wajah manisnya.

Tiba-tiba gadis kecil yang bernama Tamara Angelic itu menyentuh tangan Elita yang ada di atas pahanya membuat sang empunya itu langsung menatap Anggel. "Tante sakit?" tanyanya dengan wajah polos tanpa ekpresi. Ucapan Anggel membuat para orang dewasa di meja itu langsung menoleh ke arah mereka berdua.

Elita tersenyum kemudian ia mengambil tangan Anggel dan ia mengenggam tangan mungil itu setelah itu ia mengecup tangan kecil itu. "Tante gak sakit, cantik," ucap Elita begitu lembut.

"Tapi, kenapa tante hanya diam dan tangan tante terus bergerak?" tanyanya lagi. Elita kembali tersenyum, sedangkan para orang dewasa di meja itu hanya diam melihat interaksi Anggel dengan Elita.

Ini kali pertama Anggel mengajak orang asing berbicara semenjak Ibunya meninggal. Anggel seperti patung yang hanya diam tanpa banyak melakukan sesuatu hal. Ia hanya akan makan, minum, tidur, mandi dan lainnya, tapi semua itu ia lakukan tanpa banyak berkata. Bahkan di TKnya pun Anggel hanya belajar setelah itu ia tidak bermain dengan teman-temannya. Interaksi Anggel pada Elita membuat sang Kakek juga Papanya merasa terharu sekaligus tidak menyangka jika Anggel bisa kembali mau berbicara dengan orang baru.

TBC… Yey.. Up lagi guys… Jangan lupa Koment, Vote dan Power Stonenya guys…