webnovel

MARI KITA BERSAING

Seorang gadis cantik yang bernama Lengkap Shenzhe Angelisya Yeze. Ia memutuskan untuk tinggal disebuah Apartemen untuk kalangan kelas Inferior dan menengah. Disana ia memiliki tetangga yang lumayan tampan dan berada dikalangan kelas 2 yang juga menutupi identitas marganya... Tapi... Sayang pria ini adalah seorang pria playboy kelas atas, hal itu membuat mereka kurang akur. Identitas keluarga Angelisya akhirnya terkuak karena sesuatu hal, namun... Pada saat identitas itu terkuak, tak ada satu orang pun yang mengetahui dirinya sendiri yang sebenarnya... Kalau sebenarnya... Ia bukanlah Gadis yang bernama Angelisya dari marga Shenzhe Yeze yang melegendaris itu... Sebenarnya... Angelisya putri bungsu Marga Shenzhe Yeze yang sesungguhnya sedang melakukan pengobatan diluar Negeri, secara diam-diam, bahkan keluarganya sendiri tidak mengetahui hanya mereka yang tahu Ia terkena kanker otak, ia sudah sering bolak-balik rumah sakit ketika masih duduk 8 SMP, namun... Tidak ada yang tahu... Sampai ketika Ia duduk dibangku kelas 9 penyakitnya semakin parah... Dan dokter yang menanganinya menyarankan agar dia dirawat inap... Hal itu membuat dirinya bingung dan hampir menyerah sampai... Suatu hari ia bertemu dengan seorang gadis, yang tersesat dari teman-temannya, yang sedang melakukan study tours Gadis itu memiliki postur tubuh dan warna rambut yang sama dengannya, kecuali parasnya yang jauh lebih cantik dan imut dari Angelisya Yang ternyata gadis itu dari Jepang. Ibunya Asli orang Jepang sedangkan Ayahnya orang Eropa, yang ternyata ayah gadis itu blasteran Indonesia-Eropa. Bey Nna Glerisya An'zheshi, itu nama Asli gadis itu dari marga Bey Nna dari keluarga yang serba cukup dan lumayan terpandang. Sekalipun kekayaan keluarganya tidak sebanding dengan keluarga Shenzhe Yeze tapi... Keluarganya memiliki kekuasaan yang kuat dan tidak bisa dianggap remeh.. Terlebih Ayahnya adalah pensiunan seorang Komandan Militer pertempuran yang paling hebat diantara sekian banyak para komandan pertempuran sehingga membuatnya disegani oleh orang-orang bahkan kalangan superior pun menghormatinya Pertemuan ini, menjadikan mereka menjadi sahabat dan.. Pada akhirnya Angelisya meminta Glerisya An'zheshi untuk menggantikan dirinya untuk sementara waktu selama ia melakukan berobatberobat, dengan alasan mereka memiliki postur tubuh yang sama soal, wajah... Semuanya bisa diatasi dengan mudah Awalnya Glerisya An'zheshi tidak mau, tapi.. Pada akhirnya ia mau juga karena kasihan... Singkat cerita... Glerisya An'zheshi menjalani hidupnya dengan identitas Angelisya sebagai putri bungsu Shenzhe Yeze. Ia menjalani kehidupan yang sesuai dengan Angelisya aslinya... Awalnya ia melakukan hal ini hanya beberapa waktu saja disaat Angelisya dirumah sakit... Hal itu hanya berlangsung 3 tahun... Dan... Seterusnya Angelisya asli tidak bisa lagi bolak-balik keluar rumah sakit dan dipindahkan ke rumah sakit yang lebih terpercaya lagi yang diluar negeri. Hal ini lebih tidak memungkinkan untuk dirinya bolak-balik pulang 4 tahun Glerisya menjadi Angelisya secara permanen tanpa ada waktu libur di tambah 3 tahun yang hanya sewaktu-waktu menjadi Angelisya jadi-jadian... totalnya 7 tahun ia jalani hidup sebagai Angelisya. Terkadang Glerisya An'zheshi menganggap dirinya sebagai Angelisya jadi wajar saja ia bertingkah sebagai Angelisya asli Ceritanya tidak sampai disitu... Kecantikan palsu yang sebenarnya milik Angelisya membuatnya jadi buronan para laki-laki tampan. Glerisya memakai topeng yang mirip kulit yang sangat tipis dan halus mirip kulit asli dengan wajah dibuat persis dengan Angelisya Asli Bagaimana cerita selanjutnya?? Mari ikuti cerita ' Mari Kita Bersaing '!! Cekidot!!

Miy_Chan · Teen
Not enough ratings
25 Chs

Ini kopi? Apa Empedu? Pahit!

Keesokan harinya, Zen Yize berangkat kekantornya dengan wajah fresh. Ia pergi, setelah urusan dengan kekasih satu malamnya selesai. Para pelayan akan datang untuk membersihkan dan menggantikan sprei diranjangnya setiap saat Ia menghabiskan malam dengan wanita.

Mereka juga, yang menyiapkan pakaian dan keperluan Zen Yize untuk berangkat ke kantor. Mereka akan kembali pergi setelah semuanya selesai, selesai membersihkan apartemen, selesai menyiapkan keperluan Zen Yize dan sarapannya. Sehingga, Zen Yize tidak perlu khawatir kalau dia menaruh dompetnya dicelana lain akan tertinggal saat akan pergi kekantor. Karena, semuanya akan selesai disiapkan sebelum dirinya berangkat. Namun, kali ini sepertinya Ia keliru. Dompetnya tidak ditemukan dalam celana kotor, sehingga pelayannya tidak memasukkan Dompetnya kedalam saku celana yang akan dipakainya.

Ia sama sekali belum menyadari, Dompetnya hilang. Ia baru sadar saat akan melakukan transaksi pembayaran, ketika Ia makan siang bersama kliennya. Itu hampir saja, membuatnya malu kalau saja tidak ada Asistennya.

Ia meraba-raba saku celananya dan tak menemukan yang dicarinya. 'Dimana dompetku? Hilang?' Tanyanya dalam hati, keningnya sedikit mengerut. Namun, Ia tidak ambil pusing untuk saat ini. Ia segera beralih pada asistennya— Phir Jhuthe.

"Pergi urus transaksinya" Ujarnya rendah, yang langsung diangguki oleh asistennya tanpa membantah.

Singkat cerita, acara makan bersama rekan bisnisnya selesai. Ia kembali ke kantornya dan meminta para karyawannya untuk mencari dompetnya. Namun, hasilnya tetap nihil. Bahkan, setelah menggeledah seluruh sudut kantornya itu, dompetnya masih tidak ditemukan.

Ia segera, menghubungi orang-orang yang ditugaskan untuk menyiapkan dan membersihkan apartementnya. Namun, jawabannya mereka juga tidak menemukannya.

Itu membuat Zen Yize sedikit frustasi, juga merasa ada kejanggalan. Karena, kejadian seperti ini baru terjadi kali ini. Ia tidak pernah kehilangan dompetnya, walaupun Ia sembarangan taruh selama itu tidak ada yang nyuri.

At: "Kamu menganggap Glerisya mencuri? Oh, apa kata Glerisya jika dia tahu?"

Dengan cepat, berita Zen Yize kehilangan dompet menyebar luas secara cepat.

*

Glerisya yang saat ini tengah berbelanja di sebuah Supermarket, untuk memenuhi kebutuhannya selama tinggal di apartemennya. Sempat mendengar, beberapa obrolan para gadis yang juga tengah berbelanja disana.

"Nona Lee, kamu tahu tidak Tuan Muda Zen pengusaha muda itu katanya kehilangan Dompetnya?" Ujar gadis berusia 22 tahunan, dengan dress slate membalut tubuh yang cukup sintalnya itu.

"Iya, tentu saja. Beritanya sudah menyebar luas" Jawab gadis satunya lagi, yang mengenakan Open Back Dress warna hitam.

"Ya, benar sekali." Timpal yang lainnya, yang sama-sama berbelanja. Sepertinya mereka berbarengan pergi ke Supermarket itu untuk bergosip.

"Kamu tahu, isinya apa?" Tanya gadis awal, dengan antusiasnya bertanya pada kedua temannya.

"Ya, pastilah uang dan hal-hal yang berharga" Kata wanita yang, mengenakan One Shoulder Dress warna pale Turquoise menjawab dengan yakinnya.

"Ya, benar, kartu Identitas dan semua kartu miliknya. Bahkan, kartu Unlimited juga disana"

Bla bla...

Itulah yang sempat Glerisya dengar dari obrolan mereka. Karena, Ia segera pergi untuk menyelesaikan transaksi pembayaran belanjaannya dimeja kasir.

Walaupun, yang didengarnya tidak banyak. Tapi, Itu sangat cukup untuk membuatnya tahu permasalahan yang sedang mereka bahas dan tentu saja secara tidak langsung Ia terlibat dalam masalah hilangnya dompet pria itu.

Ia juga sedikit heran, kenapa orang-orang tadi sangat senang bergosip di supermarket dan hal yang membuatnya lebih heran. Kenapa pula, mereka harus membahas masalah pria itu.

'Apakah dia se-hitz itu?' Tanpa sadar pikirannya menanyakan hal itu

Glerisya kembali pulang ke apartementnya, dengan membawa barang belanjaannya.

"Ternyata pintunya masih baik-baik saja" Gumamnya sebelum membuka pintu apartementnya. Ia menatap pintu apartemennya, dengan sebuah senyuman kecil. Lalu, menyentuhnya. Seolah-olah, Ia tengah menanyakan kabar pintu apartementnya masih baik-baik saja atau tidak.

Mungkin, jika orang lain yang melihat itu akan langsung salah paham. Selain gadis ini sedang menjomblo, dia juga memiliki rumor buruk tentang kenormalannya.

Ia mengira kalau, Pintu apartementnya sudah didobrak dan diporak porandakan isinya. Tapi, saat pulang apartementnya masih baik-baik saja.

Ia segera masuk dan menaruh belanjaanya di dapur. Tapi, Ia kembali pergi. Setelah, itu.

Ia baru ingat, kalau hari ini ada kencan buta bersama seorang pria di sebuah caffe.

**

Kembali ke Zen Yize, yang sampai saat ini masih dikantornya merenung mengingat-ingat Dompetnya kemungkinan jatuh.

"Tuan muda, apa sebaiknya kita laporkan ini ke pihak kepolisian dan memblokir semua kartu yang hilang itu?" Usul Phir Jhuthe dengan serius, yang dari tadi mengamati ekspresi tuannya itu. Akhirnya membuka mulutnya, memberikan usul.

Zen Yize yang sedang berpikir, mengalihkan pandangannya pada asistennya. "Tidak perlu, ada satu tempat lagi yang belum diperiksa" Jawabnya segera, Phir Jhuthe hanya bisa diam menebak-nebak kemungkinan dimana tempatnya.

'Apa itu dikediaman utama?' Tanyanya penasaran dalam hati. Tapi, pada akhirnya Ia memilih melupakannya.

Zen Yize juga tidak ambil pusing, akan asistennya yang terdiam. Ia menghubungi seseorang.

📞"Kamu pergi ke Apartemen Merxulie dan cari dompetku di Apartemen tetanggaku. Tapi, jangan meninggalkan jejak apapun" Perintahnya pada seseorang yang dihubunginya itu

"..... "

📞"Oh ya, sebelum kamu bertindak. Kamu cari tahu dulu pemiliknya ada atau tidak. Kalau, ada jangan dan jangan membuat keributan"

"..... "

📞 "CCTV? Apa aku harus mengajarkanmu? Bagaimana cara menghadapi rumah berCCTV?" Geramnya sebelum menutupnua secara sepihak.

"Sebenarnya, dia siapa? Apartementnya penuh dengan CCTV?" Gumamnya lirih, Ia sedikit tertegun dan pada akhirnya Ia memberikan tugas pada Asistennya "Phir Jhuthe, kamu cari tahu gadis yang tinggal disebelah apartemenku"

"Baik Tuan" Jawab Phir Juthe tanpa banyak tanya, lalu beranjak pergi setelah membungkuk memberikan hormat.

***

Glerisya saat ini, sudah sampai di sebuah Caffe. Dimana itu, tempat janjinya bersama seorang pria. Tanggal pertemuan itu, telah diatur oleh kedua orang tua Angelisya.Walaupun, sebenarnya dia sendiri yang mengajukan tempatnya.

Ia memilih meja, yang dekat dengan jendela. Sehingga, dia bisa langsung lihat pengunjung yang akan berkunjung kesana.

*

Kembali ke Zen Yize yang tengah merenung. Karena, baru saja Ia mendapat laporan dari orang-orang yang disuruhnya untuk menggeledah Apartemen Glerisya untuk mencari dompetnya, mengatakan dompetnya juga tidak ada disana. Bahkan, mereka sudah mencarinya diseluruh sudut apartemen Glerisya. Tapi, tak kunjung dompet milik Zen Yize ditemukan.

Mungkin, mereka menggeledah tempat-tempat orang-orang biasanya menyimpan barang berharga. Lemari, ranjang atau dilaci-laci gitu. Sehingga, pantas saja mereka tidak menemukannya. Karena, Glerisya menyimpannya ditempat yang tidak mungkin orang lain curigai akan menyimpan sesuatu disana.

Jelas! Mana ada orang yang akan dengan bodohnya menyimpan barang berharga di dalam sepatu ataupun dikolong lemari kecil yang bahkan di isi lemari itu tumpukan Buku-buku kuliahnha. Itu sangat mustahil, kalau didalam lemarinya itu masih bisa dipercaya. Tapi ini?

Sudahlah, dia memang tidak perduli akan barang berharga semacam fasilitas itu. Walaupun milik orang juga. Namun, dalam ketidak peduliannya itu membuatnya bisa menyembunyikan barang berharga tanpa orang lain bisa temukan. Bahkan, yang menggeledah Apartemennya sekitar 20 orang.

Jadi, sebenarnya itu tidak wajar untuk tidak bisa menemukan barang disembunyikan didalam apartement kecil seperti itu. Kecuali, barang yang sedang dicari memang benar-benar tidak ada disana.

Entah, Glerisya yang sangat pintar dalam menyembunyikan barang atau mereka yang bodoh.

"Sial, dimana gadis itu menyimpan dompetku? Aku tidak yakin, jika dia membawanya pergi" Umpatnya dengan kesal, lalu berbalik pergi keluar dari ruangannya. Ini waktu sudah sangat sore. Jadi, Dia memutuskan untuk kembali pulang lebih awal.

Dia berniat untuk menanyakannya secara langsung pada gadis itu. Dia sangat yakin, sebelum bertemu gadis itu dompetnya masih ada. Jadi, kemungkinan besar gadis itu yang mengambilnya. Mengingat, bagaimana kemarin malam gadis itu sangat lihai dalam melepaskan dirinya dari cengkramannya. Jadi, tidak mengherankan. Jika tiba-tiba tangan gadis itu menelusup masuk kedalam saku celananya, tanpa Ia sadari saat Ia fokus menyudutkan gadis itu ke dinding kemarin.

***

Sudah 10 menit lebih, Glerisya duduk disana menunggu kedatangan seorang pria tanpa memesan apa-apa. Syukur, di menit ke sebelas pria yang ditunggunya datang juga.

"Maaf, apa Nona sudah lama nunggu?" Tanya seorang pria bersetelan jas Armani warna putih tulang, yang hampir tidak jauh beda dengan warna kulitnya yang putih itu.

Glerisya dengan perlahan mendongakkan wajahnya, kearah pria yang saat ini tengah berdiri dihadapannya dengan seulas senyuman ramah terukir di sana.

Tampan, karismatik, ramah, sopan dan tampak bersahabat. Namun, juga kaku. Itu yang pas sebutan untuknya.

Dia, adalah Davin Lavendra salah satu putra dari keluarga Lavendra yang melegendaris di Prancis. Intinya, derajat keluarga Shenzhe Yeze dan Lavendra setara dan bisa dikatakan pemuda ini salah satu pria idaman para kaum hawa.

Tampan, berkharisma, sopan, ramah, bersahabat. Walaupun agak sedikit kaku juga. Tapi, itu tidak akan membuatnya jelek yang ada nambahkan kesan tersendirinya. Tapi sayang, dalam satu kali pandangan saja Glerisya sudah tidak tertarik. Apalagi, memasukkannya kedalam daftar calon suami. Tapi, Ia tidak bisa langsung menolaknya karena Ia tidak tahu dengan selera Angelisya sendiri. Jadi, untuk sementara waktu Ia akan terus menjalani semuanya.

"Ah, tidak terlalu" Jawab Glerisya dengan senyuman kikuk, saat bagaimana melihat penampilan formal pria itu.

Sementara dirinya? Tampak santai dan malas dalam balutan sweater dan rok selututnya. Juga, sepatu sneakers putih yang senada dengan warna sweaternya. Sementara, roknya berwarna Dark Beech dengan rambut dikuncir kuda.

"Silakan duduk" Tambahnya mempersilakan pria itu untuk duduk. Ia sedikit tidak suka, melihat orang lain bersidiri terlalu lama sementara dirinya duduk. Lebih tepatnya, risih.

"Terimakasih" Respon pria itu ramah, sembari mengambil posisi duduk di hadapan Glerisya. Ya memang, orang satu meja kursinya 2 kok. "Apa sudah pesan sesuatu?" Sambungnya setelah duduk. Glerisya hanya menjawab dengan gelengan.

'Ah, sungguh kaku dan membosankan' Glerisya membantin mengomentari pria itu.

Pria itu melambaikan tangannya, memanggil pelayan dan tak lama pelayan datang. "Kamu mau pesan apa?" Tanyanya pada Glerisya yang sepertinya tengah melamun.

"Ah, aku kopi Espresso saja" Jawab Glerisya sembarangan menyebutkan nama kopi, tanpa tahu seperti apa rasanya. Ia bukan pecinta kopi, jadi wajar ia tidak tahu.

Kalau begitu kenapa dia bisa mengusulkan tempat ini jika dia bukan pecinta kopi? Jawabannya, karena pria yang duduk dihadapannya ini yang gemar kopi. Jadi, anggap saja sebagai.... Sebagai apa ya? Tahu ah gaje

Davin, ngerutkan keningnya mendengar pesanan gadis itu. Tapi, Ia tidak komentar dan berkata pada pelayan yang menunggu pesanan mereka untuk dicatat "Kopi Espresso satu, Kopi Blue's Month satu"

"Baik, Tuan dan Nona tunggu sebentar" Kata pelayan tersebut dengan ramah, sebelum undur diri dengan sopan.

"Kamu menyukai kopi Espresso?" Lontar Davin, setelah pelayan tadi pergi.

Glerisya yang memang tidak terlalu tahu, tentang kopi dan saat mengatakan pesanannya tentang kopi Espresso. Ia dapat saat tadi tanpa sengaja, mendengar pengujung lain yang memesan kopi tersebut. Jadi, Ia langsung kebingungan saat mendengar pertanyaan pria itu.

"Ya lumayan" Jawabnya dengan anggukan ragu 'Ya lumayan tidak tahu, maksudnya' Sambungnya dalam hati.

"Hm, benar-benar tidak disangka ya. Sangat jarang loh, wanita menyukai kopi Espresso" Ujarnya dengan senyuman yang tampak seperti kagum.

Glerisya yang tidak tahu apa-apa, hanya mengukir senyuman simpul. 'Apanya yang aneh? Semua kopi sama saja!' Batin Glerisya tak perduli.

"Ya begitulah, rasanya terasa pas dilidah" Sahut Glerisya dengan ngasal 'Mungkin' sambungnya lagi dalam hati.

Tak lama pesanan mereka datang, Glerisya langsung merenggut, saat melihat warna kopi hitam dalam cangkir yang disuguhkan pramusaji tersebut.

'Kenapa warnanya hitam? Tidak ada putih-putihnya gitu?' Tanya Glerisya yang tentunya cuma dalam hati.

Davin yang tanpa sengaja melihat raut gadis itu langsung mengerti, kalau sebenarnya gadis itu benar-benar tidak tahu kopi dan hanya sembarangan sebut namanya. Ia jadi sedikit kecewa, akan hal itu. Karena, gadis ini sama sekali tidak sama dengannya yang sangat menyukai kopi.

"Apa kamu tidak menyukainya?" Tegur Davin pelan, yang langsung menyadarkan Glerisya dari kebingungannya.

"Ah tidak, aku hanya sedang mengangguminya." Responnya ngasal, sembari menyempatkan diri melihat kedalam cangkir milik Davin yang ternyata sama-sama hitam. Bahkan, milik pria itu lebih hitam dari miliknya.

'Sudah jelas, tidak menyukainya. Masih saja berbohong' Batin Davin agak kesal, tapi Ia tetap tersenyum seolah-olah percaya dengan perkataan gadis itu.

"Kamu yakin?" Tanya Davin memastikan lagi.

"Ya, jangan khawatir. Aku sudah terbiasa" Jawabnya santai. Lalu perlahan, mengangkat cangkir kopinya bersamaan dengan alasnya.

'Tenang saja, tuan Lavendra. Angelisya aslimu itu adalah maniak kopi. Jadi, kalau mau duel minum kopi nanti ya setelah dia kembali' Glerisya membatin, tadi Ia tanoa sengaja melihat raut kecewa pria itu.

Meniupnya sebentar, sebelum meneguknya. Alisnya langsung mencuat keatas, saat merasakan rasa pahit kopi tersebut menyerang indera pengecapnya. Raut wajahnya, sudah tidak menampakkan lagi senyuman atau kekaguman.

'Sial, ini kopi. Apa empedu si

sih? Pahit!' Umpatnya yang hanya dalam hati. Rautnya langsung berubah, tampak aneh dan dengan susah payah ia menelan kopi yang sudah dalam mulutnya.

Ia tidak mungkin, memuntahkannya. Terlebih, tadi dia bilang menyukainya. Memang sial, kenapa juga dia tidak bertanya-tanya dulu pada orang yang tahu tentang kopi.

Davin yang dari tadi memperhatikannya, seketika ingin tertawa melihat raut gadis itu saat meminum kopinya. Jelas, Ia tahu kalau gadis itu sangat tidak menyukai kopi yang diminumnya.

"Bagaimana rasanya? Apa pas dilidah?" Lontar Davin sengaja, saat Glerisya kembali menaruh kopinya diatas meja.

'Sial, aku bilang pas dilidah pula tadi. Pas pahitnya iya, hingga aku hampir tak tahan untuk meneguknya' Glerisya membatin merasa miris.

"Tentu saja, rasanya benar-benar pas dilidah. Mantap!" Jawab Glerisya tidak sesuai dengan nyatanya, Ia mengatakan itu dengan senyuman dan acungan kedua jempol. Seolah-olah, Ia benar-benar puas dengan kopinya.

Davin sedikit menggeleng, dengan sikap keras kepala gadis itu. Ia jelas melihatnya dengan yakin, bagaimana raut tersiksanya dia saat meneguk kopinya tadi.

Orang bodoh pun bisa tahu, kalau gadis itu membenci pahit-pahitan.

Untuk menghilangkan kecurigaan pria itu, Glerisya segera meneguk habis kopinya itu setelah agak dingin. Ia tidak akan menyerah, hanya karena sebuah rasa pahit kopi.

Rasa pahit saat ditinggalkan saat lagi sayang sayangnya dan sedang hangat-hangatnya, juga saat lagi kecanduannya bersama dengan Do'i itu jauh lebih pahit dan menyakitkan.Dibandingkan rasa pahit kopi ini. Sebenarnya, tidak terlalu pahit sih masih ada sedikit pesut campur sedikit segarnya rasa kopi. Hanya saja, dia tidak biasa meminum kopi sehingga menyimpulkan satu rasa pahit.

Wuoahh, ngebucin dia guys. Tapi, memang benar dia bucin abis. Kalau tidak, demi apa dia? kalau bukan karena patah hati bisa mendekam 3 bulan dirumah sakit? Juga ± 2 tahun ia hidup seperti mayat hidup. Tidak bergairah bosss..

Hahah payah memang dia, Glerisya juga malu sendiri bercampur marah saat mengingat masa-masa memalukannya itu saat SMA-nya. Untungnya, waktu itu dia tidak sampai gila atau kehilangan akal hingga bunuh diri.