webnovel

Father and house

Setelah aku selesai mengajari mereka, aku menuju ruang guru. Disana aku mengobrol dengan para guru yang juga mengajar di sekolah ini.

Banyak guru yang sama seperti ku, mereka tidak di bayar sama sekali atas pengabdian mereka. Tujuan mereka sama, mereka ingin para anak - anak di desa ini bisa merasakan pendidikan.

Anak - anak di pedesaan sangat lah sulit untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak ada fasilitas yang memadai bagi sekolah ini. Dan sulitnya mendapatkan tenaga pengajar yang mau mengabdikan diri mereka sebagai guru.

Terlebih, guru di pedesaan umumnya tidak di bayar.

Dari mereka semua, aku lah yang paling muda. Itu cukup wajar, karena gadis - gadis di desa ini tidak mungkin mau melakukan pekerjaan seperti ini tanpa di gaji.

Aku pun pulang ke rumah, di rumah. Aku kembali melakukan aktivitas seperti biasa. Jarak rumah dengan sekolah tempat ku mengajar, adalah sekitar 5 kilo meter. Pagi - pagi sekali, aku pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.

Keputusan ku ini, tidak sepenuhnya di terima oleh ayah, setiap kali aku pulang ia selalu memarahi dan membentak ku.

Aku tetap bersikeras ingin melakukan pekerjaan ini. Walau ayah sama sekali tidak menyetujuinya, aku tetap akan mengajar di sekolah itu.

Hey tina, untuk apa kau menjadi guru disana!.

Jelas - jelas kau tidak di mendapatkan apapun dari sana sama sekali.

Apa yang bisa kau harapkan dari pekerjaan seperti itu!.

Sudahlah, lakukan saja pekerjaan seperti kakakmu itu. Dia bisa menghasilkan uang lebih banyak.

Tidak ayah, aku tidak akan pernah melakukan pekerjaan busuk itu!.

Kenapa?

Bukankah pekerjaan itu jauh lebih baik. Dan kau bisa menghasilkan uang yang jauh lebih banyak. Jika kau bekerja sebagai guru, apa yang bisa kau dapatkan.

Setidaknya, dengan menjadi guru, aku bisa mendidik anak - anak agar mereka bisa memiliki masa depan yang cerah.

Halah, kalau mereka sudah lulus nanti, mereka tidak akan mampu melanjutkannya juga.

Dilanjutkan atau tidak, dengan bekal pendidikan dasar mereka. Mereka sudah memiliki harapan masa depan yang jauh lebih baik.

Tahu apa kau dengan masa depan mereka. Kamu pikir, lulusan sekolah dasar bisa dipakai!.

Tidak, saya tahu memang tidak. Tapi dengan mendidik mereka. Saya yakin mereka akan jauh lebih baik.

Sudahlah, mana mungkin mereka bisa sekolah lebih tinggi lagi.

Tidak ada yang bisa meramalkan nasib seseorang, hanya Tuhan yang tahu. Berhasil atau tidak saya tetap akan mengajar di sekolah itu.

Apa kamu pikir, seorang yang berasal dari desa, bakal memiliki masa depan yang cerah.

Itu mungkin saja.

Kau bahkan tidak di berikan gaji apa pun, tapi masih tetap ingin melakukan pekerjaan itu.

Aku memang tidak di gaji. Tapi, pekerjaan ku ini, jauh lebih mulia dari pekerjaan itu.

DIAM ..., Kau berani membantah ayah mu sekarang!

Plak, suara tamparan di wajah.

Dengan mata sayu, tina memegang pipinya yang terlihat merah.

Tidak usah banyak membantah, lakukan saja pekerjaan itu. Kau bisa pergi keluar dan bersenang - senang dengan uang yang kau hasilkan, dan kau juga bisa membantu keluarga kita ini.

Selamanya aku tidak akan pernah melakukan pekerjaan itu!.

Haa, sudah capek ayah menasehati mu. Terserah kau saja. Tapi ingat!, kalau kau butuh apa - apa, jangan cari keluarga ini untuk membantumu!.

"Baik!"

Aku pun pergi meningalkan ayah yang sedang duduk di ruang tamu, aku masuk kedalam kamar. Di dalam kamar, aku tidur diatas kasur kayu yang terlihat sudah mulai rusak. Aku meratapi diri.

"Kenapa?"

Kenapa tidak ada pilihan lain bagi gadis di desa ini, selain melakukan pekerjaan kotor itu.

Apakah nasib orang miskin akan selalu terhina.

Apakah para gadis seperti ku tidak bisa mengapai cita - citanya.

Apa memang gadis di desa ini harus menjadi pelacur? Tidak.

Aku tidak akan pernah mau melakukan pekerjaan itu.

Aku berhak memilih, apa yang memang akan kukerjakan.

Aku tidak mau seperti kakak. Yang tidak memiliki harapan.

Aku tahu. Pada saat ia bekerja, kakak tidak pernah bahagia dengan pekerjaan yang ia lakukan.

Kakak memang tidak mau menceritakan apa yang ia alami selama ini. Tapi, lewat kesedihan kakak, saat ia pulang ke rumah ini. Itu sudah cukup jelas bagiku. Bahwa kakak tidak bahagia.

Aku hanya bisa melihat kegembiraan di wajah kakak, saat ia dan aku masih kecil. Sebelum ia masuk kedunia itu, dan melakukan pekerjaannya. Ia selalu bermain dengan ku.

Aku teringat akan wajah ceria kakak; yang selama ini bermain dengan ku.

Aku jadi rindu akan kakak.

Tok tok tok.

Suara seseorang yang sedang mengetuk pintu.

Aku mendengar suara ketukan pintu kamarku.

Tina, boleh ibu masuk?

Aku mendengar suara ibu memanggil ku.

Iya bu, sebentar.

Aku pun bangkit dan menghapus air mata ku. Sambil berjalan ke pintu kamar untuk membuka pintu.

Pintu telah kubuka dan ibu langsung berbicara pada ku.

Tina, ibu boleh masuk ke dalam dan bicara sebentar dengan mu.

Eh, ibu. Boleh kok bu.

Gapapa kan jika ibu masuk.

Silakan bu.

Kami pun berjalan masuk dan duduk diatas kasur ku.

Ibu mengengam tanganku sebelum ia mulai bicara.

Dengan suara lembut, ia memanggil namaku.

Tina.

Iya bu.

Ibu tahu, kamu tidak ingin melakukan pekerjaan yang ayah mu perintahkan.

Ibu setuju.... sekali, jika kamu bersikeras untuk menjadi seorang guru.

Ibu bahkan senang, kalau kamu berbeda dari gadis - gadis di desa ini.

Ibu sudah melihat, betapa kerasnya kamu melawan ayah mu. Dan bahkan, sebelum kamu memutuskan melakukan pekerjaan sebagai guru. Kamu sudah bersikeras menolak pekerjaan itu.

Ibu tahu nak, kamu tetap tidak akan melakukan pekerjaan hina itu, sekalipun kamu belum menjadi seorang guru.

Dan kamu pasti terpikir akan nasib kakak mu bukan?.

Aku terkejut, aku tidak menyangka kalau ibu bisa menebak alasan ku.

Ba-bagaimana ibu bisa tahu?

Ibu ini, adalah ibu mu anak ku.

Bagaimana mungkin jika ibu tidak memahami keinginan anaknya.

Ibu sadar, saat kamu menolak pekerjaan itu. Kamu teringat akan nasib kakak mu.

Kakak mu, juga sangat - sangat ingin lepas dari pekerjaan nya.

Selama ini, ia sangat berharap, bisa membiayai pendidikan mu ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Tapi, itu tidak mungkin.

Adik mu juga butuh sekolah. Dan kakakmu juga sudah tidak sanggup lagi melakukan pekerjaan itu.

Tina, apapun yang menjadi keputusan mu. Ibu tetap akan mendukung mu.

Ibu akan berusaha meyakinkan ayahmu, agar ia mau merelakan mu untuk bekerja sebagai seorang guru.

Bersabarlah anak ku.

Yakin lah, jika memang itu adalah pilihan yang terbaik untuk mu. Tuhan akan selalu menyertai mu.

Pekerjaan sebagai seorang guru, adalah pekerjaan yang mulia. Kamu bisa menjadi seperti saat ini, juga karena seorang guru; yang dengan sabar mengajarimu sampai kamu bisa. Pilihan mu sebagai seorang guru, ibu rasa sudah tepat. Kamu punya jiwa yang mulia. Ibu yakin Tuhan akan menyentuh hati ayahmu itu.

Setelah ibu selasai mengatakan semua itu. Ia pun pergi dari kamarku.

Aku terdiam dan tak bergerak. Aku melihat punggung ibuku menjauh dan keluar dari kamarku.

Kemudian pintu kamarku pun di tutup.

Aku kembali membaringkan diriku di atas kasur. Dan meletakan pergelangan tanganku untuk menutup mataku. Setelah beberapa saat, aku meletakan kembali pergelangan tanganku dan beranjak tidur.

Thank you for those who are loyal to my story.

Xtraicreators' thoughts