1 Wiyana Aqila *Perhatian ini kisah fiksi semata*

Di kontrakan yang bercat pink soft itu dua orang gadis berkepribadian berbeda tampak sibuk dengan urusan mereka masing masing.

"Alea, bangun!"

Satu pukulan mendarat di bokong Alea, gadis berusia 30 tahun itu masih sibuk dengan tidurnya. Padahal dia harus segera pergi untuk bekerja.

Sementara sahabatnya yang sangat rajin, tapi belum mendapatkan pekerjaan juga sampai detik ini sudah bersiap siap dengan pakaian formalnya. Dia Wiyana Aqila, satu bulan yang lalu dipecat dari pekerjaannya sebab memukul wajah bosnya.

Bukan tanpa alasan Wiyana memukul wajah bosnya yang tua bangka, bosnya itu ingin berbuat hal yang tak senonoh pada Wiyana.

Wiyana sebagai gadis baik baik tentu tak akan membiarkan hal menjijikan itu terjadi, jadi dia nekat memukul dan setelahnya dia dipecat.

"Bangun, ishhh!" seru Wiyana lagi, kali ini dia memukul punggung sahabatnya dengan bantal begitu kuat. Sukses membuat Alea terganggu.

"Arggg, pengangguran satu ini. Kenapa, sih. Lo ganggu gue mulu?" sungut Alea dengan suaranya yang serak khas orang baru bangun tidur.

Wiyana membesarkan matanya yang bulat dengan netra hitam pekat, begitu cantik berpadu dengan bulu matanya yang lentik dan alis yang tak terlalu tebal.

"Lo ngatain gue pengangguran? Lo tau kenapa gue jadi pengangguran, kan? Itu karena bakat silat gue, jangan sampe gue keluarkan jurus gue, ya. Al!" ancamnya.

Mendengar jurus jurus yang Wiyana katakan, Alea langsung bangkit. Kantuknya sudah hilang begitu saja, pukulan Wiyana sangat dahsyat. Ada baiknya Alea menghindar dari itu.

"Iya, iya. Gue udah bangun, nih!" tandas gadis dengan rambut sepinggang itu, dia membesarkan matanya yang sipit pada Wiyana menunjukkan kalau dia benar benar sudah bangun.

Wiyana mengangguk dua kali, dia menepuk puncak kepala sahabatnya itu sekali seperti seorang ibu yang baik dia kembali mengingatkan Alea untuk segara mandi.

"Mandi sana, lo bau terasi!"

Setelah mengatakan hal yang sukses membuat Alea ingin menimpuk kepala Wiyana, gadis itu melenggang begitu saja dari kamar.

Dia tak perlu repot repot untuk menunggu protesan sahabatnya lagi.

"Ishhh, ngatur ngatur layaknya majikan?" teriak Alea keras, Wiyana sebenarnya masih bisa mendengar teriakan Alea. Dia hanya terkekeh menganggapi itu.

Sementara Alea mandi, Wiyana yang sangat pengertian menyiapkan meja makan. Sebab dia memang suka memasak, Minggu ini adalah gilirannya untuk mengurus kontrakan mereka yang tak terlalu besar itu.

Ya, Alea dan Wiyana adalah gadis yang merantau ke kota orang. Mereka berdua sama sama berasal dari sebuah desa, sudah hampir dua belas tahun mereka pergi ke kota dan hidup bersama. Membuat ikatan di antara mereka semakin erat.

"Semoga hari ini gue dapet kerjaan, gue nggak bisa terus membebankan Alea. Mana tabungan gue semakin menipis lagi," gumam Wiyana yang kala itu sibuk memindahkan piring ke meja makan.

Dia tampak begitu cekatan, sebab memang hal seperti itu sudah menjadi rutinitasnya.

Selang beberapa saat Alea sudah selesai mandi, dan Wiyana sudah selesai menata meja makan. Menu mereka sangat sederhana, hanya ada nasi dan ikan goreng serta sambal saja. Sebab uang yang hanya berasal dari Alea semakin menipis.

"Al?" panggil Wiyana.

Alea mengangkat kepalanya, melihat sahabatnya yang duduk di seberangnya.

"Apa?"

"Gue nyusahin, ya?"

"Hah?" tanya Alea dengan dua alis terangkat tanda dia tidak tahu ke mana arah pembicaraan sahabatnya itu.

"Lo ngomong apa, sih?" tambah Alea, di mulutnya masih terdapat makanan yang belum benar benar dia telan.

"Gue belum dapet pekerjaan," ujar Wiyana lagi.

Dia menopang dagu, matanya menatap kosong ke arah masakannya. Entahlah rasanya Wiyana sudah sangat lelah untuk terus mencari pekerjaan, tapi selalu ditolak.

"Ya udah, sih. Memangnya kenapa?"

"Gue nggak enak sama lo, bulan ini gue nggak bisa bantu buat belanja bulanan. Gue cuma bisa pake tabungan gue buat patungan bayar uang kontrakan."

"Emangnya gue ada nanya? Gue nggak masalahlah, toh. Uang gue masih cukup buat belanja bulanan, udah lo nggak usah pusing mikirin itu. Gue masih ada, kok. Pokoknya lo fokus aja cari pekerjaan, oke?"

Wiyana menarik napasnya, dia mengangguk dua kali.

"Masalahnya gue nggak yakin bakal bisa kerja kayak dulu, soalnya lo taulah si tua bangka itu nerima gue kerja bukan karena kemampuan gue, tapi karena body gue."

Kembali mengingat masa di mana dirinya melamar pekerjaan dan langsung diterima, awalnya Wiyana pikir dia diterima karena bosnya itu melihat kemampuannya. Tapi, dugaannya salah. Sebab setelah beberapa lama bekerja bosnya malah semakin tidak beres.

Alea tertawa, dia ingat betul bagaimana wajah kesal Wiyana saat menceritakan kronologis kejadian di tempat gadis itu bekerja.

"Ihhh, malah ketawa. Kurang asem banget lo, jadi temen!" sungut Wiyana sembari melemparkan sendok ke arah Alea. Syukur refleks gadis itu bagus, sehingga Alea bisa cepat menghindar.

"Ya, mangkanya lo kalo cari kerjaan yang bener! Udah, deh. Gue duluan, ya. Bye!"

Tanpa basa basi Alea langsung pergi dari sana, tujuannya adalah tempat kerja. Yaitu di sebuah cafe yang jaraknya lumayan jauh dari tempat dia tinggal, maka dari itu Wiyana sangat sering mengomeli Alea jika terlambat bangun sebab jarak yang harus ditempuh gadis itu tak dekat.

"Oke sekarang gua harus pergi juga."

Wiyana bangkit, dia sedikit membersihkan meja makan. Setelah beberapa saat yakin semuanya sudah bersih, Wiyana membawa berkas yang akan dia gunakan untuk melamar kerja.

Entahlah dia akan bekerja apa, dia hanya lulus SMA. Sangat susah mencari pekerjaan dengan modal ijajah SMA saja.

"Pasti ada, gue harus semangat!" serunya menyemangati dirinya sendiri, tak ada yang bisa Wiyana andalkan selain dirinya sendiri. Oleh sebab itu dia berusaha menjadi gadis yang tak pantang menyerah.

Wiyana tak akan menggunakan angkutan umum untuk pergi ke salah satu perusahaan yang akan dia datangi, dia tak ingin menambah pengeluarannya.

Maka, dengan senang hati Wiyana berjalan di pagi hari yang tak terlalu cerah. Sebab langit tampak sangat mendung, awan hitam mengepul di atas sana. Membuat sang surya tak tampak sejak tadi.

"Gue harus cepet, harus cepet!"

Wiyana sedikit berlari lari kecil, pagi ini banyak pengendara yang melintas. Bahkan pejalan kaki di trotoar juga tak kalah banyak, sesekali ada yang menabrak bahu gadis itu. Tapi, Wiyana tak mau ambil pusing.

Dia sadar manusia bukan hanya dirinya saja, dan sama seperti Wiyana yang lain juga pasti sibuk dengan urusan mereka masing masing.

"Aisss, sial!" gerutunya ketika tiba tiba saja sepatu flatshoes pink softnya rusak.

Dengan bagian tapak yang sudah menganga lepas dari perekatnya, wajar saja sepatu itu rusak sebab sudah sangat lama digunakan Wiyana.

Di saat yang bersamaan hujan deras mengguyur kota, Wiyana yang tak memprediksi hujan akan turun lebih awal langsung melepaskan sepatunya. Cepat cepat dia mengeluarkan payung lipat kecil dari tasnya, dia buka dan pakai begitu cepat.

"Ck, ini nggak berguna. Gue udah basah," gumamnya lesu.

Wiyana menatap ke bawah, air hujan membasahi kakinya yang tanpa alas kaki, dia cemberut. Dia sangat yakin pasti hari ini pun dirinya tak akan mendapatkan pekerjaan lagi.

***

avataravatar
Next chapter