webnovel

Manusia Sampah

"Permisi tuan, kepala pelayan bilang tuan manggil saya?" Arjuna Wardana, menatap tukang kebun barunya dengan tatapan mata bengis. Di perhatikannya tubuh laki-laki muda yang sore tadi berani melancarkan godaan murahan untuk pelayan pribadinya.

"Eng tuan?"

"Kamu betah kerja di sini?" tiba-tiba saja laki-laki itu bertanya.

"Betah tuan." Arjuna menganggukan kepala, kemudian membuka laci di samping meja kerjanya.

"Ambil ini."

"Ini.. apa ya tuan?"

"Uang pesangon dan juga gaji kamu bulan ini, abis ini kamu kemasin barang-barang kamu dan pergi dari rumah saya."

"Ma..maksud tuan saya.."

"Iya, kamu saya pecat." Tegas laki-laki itu tanpa perasaan.

"Sa.. salah saya apa tuan? Tolong kasih saya kesempatan untuk perbaikin kesalahan saya dulu, saya mohon tuan jangan pecat saya." tukang kebun malang itu langsung berlutut, bayaran menjadi tukang kebun di rumah keluarga Wardana sangat tinggi di bandingkan rumah keluarga kaya lainnya.

Arjuna tidak menjawab, laki-laki itu memilih memutar layar laptopnya. Menunjukan sebuah rekaman cctv yang menjadi kesalahan fatal si tukang kebun, rekaman itu memperlihatkan Medda yang kebingungan ketika mengambil coklat berbentuk koin dari tangan tukang kebun yang baru dua bulan ini bekerja di rumah keluarga Wardana.

"Sa..saya.." Tukang kebun itu menelan ludahnya dengan gugup

"Masih berani kamu nanya ke saya salah kamu apa?"

"Am..ampun tuan, saya.."

"Denger Didi, seharusnya kamu nyimak baik-baik ucapan Jo sebelum mulai bekerja di rumah ini." Ucap Arjuna sembari menyebutkan nama kepala pelayan yang bertanggung jawab mengurusi rumah keluarganya itu.

"Saya yakin, Jo pasti udah peringatin kamu untuk jangan pernah main-main sama Medda. Iya kan?" si tukang kebun menganggukan kepala, keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya ketika Arjuna mencengram kedua pipinya dengan kasar.

"Kamu kira saya akan biarin orang kayak kamu ada di sini?"

"Maaf tuan, ma..maaf." si tukang kebun langsung memeluk kaki Arjuna, Laki-laki muda itu menolak di pecat begitu saja.

"Jo!"

"Iya tuan?"

"Bawa laki-laki enggak tau malu ini pergi dari sini."

"Enggak saya enggak mau, saya enggak salah tuan. Demi tuhan, Me.. Medda yang lebih dulu menggoda saya!" Arjuna menahan Jo yang sudah menyeret Didi ke dekat pintu ruang kerjanya.

"Sa.. saya enggak salah, Medda yang lebih dulu menggoda saya." ucap Didi sekali lagi, ia mencoba menyelamatkan dirinya sendiri dengan mengumpankan Medda pelayan pribadi Arjuna.

"Saya enggak salah tuan, tolong percaya saya. Sa-" Si tukang kebun tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena Arjuna sudah lebih dulu membungkam mulut laki-laki itu dengan satu bogeman kuat. Didi bahkan bisa merasakan ada satu giginya yang tanggal karena pukulan majikannya barusan.

"Manusia sampah!" Desis Arjuna sembari terus melayangkan pukulan kepada tukang kebunnya yang kurang ajar, setelah puas laki-laki itu memerintahkan Jo menyeret tubuh manusia yang sudah tidak berdaya itu keluar dari rumahnya.

Didi meludah demi mengeluarkan darah dari mulutnya, tubuhnya nyeri karena pukulan-pukulan yang di berikan oleh majikannya beberapa saat lalu. laki-laki muda itu tidak bisa berhenti mengumpat, mengingat bagaimana tuan muda angkuh itu menghancurkan harga dirinya.

"Sialan!" maki laki-laki itu sembari membanting amplop putih yang sudah kosong ke aspal, ia di usir. Barang-barangnya bahkan di lemparkan begitu saja dan sekarang berserakan di jalan raya.

"Liat aja, gue bakal bales tuan muda angkuh itu. Suatu hari nanti, dia yang akan berlutut di bawah kaki gue untuk memohon sesuatu." Didi sekali lagi meludah, kemudian pergi meninggalkan barang-barangnya begitu saya di depan gerbang kediaman Wardana yang tertutup rapat.

***

Medda berusaha berlari secepat mungkin, ke dua tangannya penuh dengan pakaian kerja milik majikan mudanya, Arjuna Wardana. Nafas Medda sudah nyaris putus ketika sampai di depan pintu jati yang di cat hitam.

"Kamu telat lima menit." Satu kalimat itu membuat bahu Medda semakin merosot, perempuan itu pasrah dengan hukuman yang akan di terimanya nanti.

"Mana dasi saya?" Medda meringis, ia pasti meninggalkan dasi hitam milik Arjuna di ruang laundry karena terburu-buru tadi.

"Dua kesalahan Medda?" Tanya tuan mudanya sembari melipat tangan di depan dada, Medda sudah hafal sekali dengan sikap angkuh majikannya itu.

"Maaf tuan, tadi saya buru-buru." Arjuna melirik Montblanc 1858 Geosphere Messner Limited Edition Automatic 42mm Bronze and NATO Watch miliknya, ia sudah terlambat tiga puluh menit karena pelayan pribadinya yang sangat lamban.

"Sini." Perintah laki-laki itu sembari bersandar pada meja kerja di kamarnya, Medda yang mendapat perintah menggembungkan pipinya kesal meski tetap di langkahkan juga ke dua kakinya untuk mendekati Arjuna.

"Siapapun enggak akan berhasil bisa lari dari ruang laundry ke kamar ini cuma dalam waktu lima menit tuan."

"Saya enggak peduli. Kalau saya mau dalam waktu lima menit kamu udah di kamar saya lagi, ya kamu harus lakuin itu gimanapun caranya. Kalau enggak bisa ya harus siap di hukum." Medda kali ini mengerucutkan bibir karena sebal.

"Nah, sekarang mari kita fikirkan hukuman apa yang harus saya berikan untuk tiga kesalahan kamu pagi ini."

"Tiga?" Tanya perempuan itu tidak mengerti.

"He'em, tiga. Pertama kamu gagal menuhin perintah saya, kedua kamu lupa bawa dasi saya dan yang terakhir." Arjuna sengaja menggantungkan kalimatnya demi memancing rasa penasaran Medda.

"Ke tiga, kamu buat saya telat menghadiri rapat penting hari ini." Medda melirik jam di balik tubuh Arjuna dan lagi-lagi meringis, tamat sudah riwayatnya pagi ini.

"Buka mulut kamu." Satu perintah itu membuat Medda mengerjapkan mata.

"Cepet Medda." Meski kebingungan, Medda tetap menuruti permintaan Arjuna dan membuka sedikit mulutnya yang mungil. Medda kebingungan ketika Arjuna menarik tubuhnya hingga benar-benar menempel dengan tubuh tuan mudanya itu.

"Keluarin lidah kamu sedikit." Medda merasakan bulu kuduknya berdiri ketika Arjuna berbisik sembari menelusuri bibir mungil kemerahannya dengan ibu jari.

"Lidah kamu Da." Medda menurut, walau sedikit kebingungan perempuan itu menjulurkan lidahnya. Setelahnya Medda langsung terkesiap, karena Arjuna langsung mengulum lidahnya dengan bibir laki-laki tersebut.

"Tu.. tuan.." Medda kebingungan, ia belum pernah melakukan hal tersebut. Rasanya aneh, tubuhnya seperti tersetrum sesuatu tapi anehnya Medda tidak benar-benar merasa keberatan. Perempuan itu justru penasaran, kenapa mulut Arjuna yang mengulum lidahnya bisa menghantarkan listrik yang membuat seluruh tubuhnya meremang.

"Saya belum selesai Medda, keluarin lagi lidah kamu." Medda menurut meski ragu, dadanya berdebar karena Arjuna hanya terus memandang wajahnya dengan tatapan mata yang menggelap sebelum kemudian laki-laki itu juga menjulurkan lidah dan mulai membelit lidah Medda.

"Engh.." Medda melengguh, matanya terbuka lebar begitu Arjuna menarik lidahnya memasuki bibir laki-laki tersebut. Medda kelabakan mengikuti ciuman tuan mudanya yang tiba-tiba saja menjadi lebih intens dan mendesak.

"Engh.." Medda berusaha mencari pegangan ketika Arjuna tiba-tiba saja memutar tubuh mereka, kali ini laki-laki itu dengan semangat semakin merapatkan diri pada tubuh Medda yang sudah bersandar di pinggir meja kerja.

Hai semua, dengan penuh pertimbangan akhirnya saya memutuskan untuk merevisi naskah maian tuan muda, semoga versi baru ini bisa lebih memuaskan. makasih :)

jangan lupa follow media sosial author ya :)

Instagram : @minipaujourney

minipaucreators' thoughts