3 [MTMB :3]

Malam ini, semua staf dan pelayan dilarang memasuki ruang tamu oleh Lee Juna. Dia ingin mengobrol berdua dengan adiknya yang baru saja datang.

"Taraaa!!" Haejin mengeluarkan sebuah manisan dari dalam kantong plastik hitam yang sejak tadi dia sembunyikan di bawah rak televisi.

"Kau menyembunyikan makanan di sana? Astaga, kau tau apa itu kulkas 'kan?"

"Ah, benda persegi panjang itu. Tempat dulu kau sering mengurungku saat Ibu dan Ayah sedang mengurus bisnis di luar negeri 'kan? Iya aku ingat benda itu," ujar Haejin yang malah membuat Juna terbahak karena mengingat saat mereka masih kecil dulu.

Dia selalu mengurung Haejin di dalam sebuah kulkas bekas yang cukup besar di rumah mereka. Dan untungnya, kulkas itu tidak hidup. Juna tidak akan membuka pintu kulkas sampai Haejin mengakui kesalahannya.

"Tapi berkatmu, aku jadi tau seberapa berbahayanya menyimpan kulkas bekas di rumah." celetuk Haejin santai.

"Nasibku memiliki Adik susah di atur sepertimu," balas Juna tidak mau disalahkan.

"Dan tampan, jangan melupakan bagian itu." Haejin mengedipkan sebelah mata.

"Kau terlalu menghibur diri." ucap Juna yang berusaha menahan geli.

"Hyung, ini apa? Kau baru beli?" tanya Haejin saat melihat sebuah sarung tangan kulit di dalam sebuah kotak kaca yang diletakkan di atas meja.

"Anak kecil dilarang menyentuh itu, jauhkan tangan kotormu dari sana!"

"Owh. Maaf Juna Lee, kau terlambat. Aku sudah menyentuhnya," ujar Haejin sambil terkekeh senang melihat kedua sarung tangan itu sudah melekat di tangannya.

"Akan lebih bagus jika aku yang memakainya seperti ini. Lihat! aku seperti penembak profesional." Haejin memperhatikan sarung tangan yang sedang dia pakai seraya menirukan gaya orang yang sedang menembak.

"Kau suka?" tanya Juna tidak menoleh sama sekali. Matanya terlalu sibuk mencari sesuatu di dalam manisan yang dibawa oleh adiknya.

mendengar itu, Haejin langsung memeluk kakaknya dari belakang. Setelah dipikir-pikir, hanya dia yang berani seperti itu pada Juna.

"Ini untukku, ya? Sarung tanganku yang lama sudah tidak nyaman," bujuk Haejin semanis mungkin.

"Ambil saja kalau kau suka. Tapi, sebagai gantinya, akan kupotong gajimu."

"Eyy... kau ini terlalu kejam Hyung. Aku hanya meminta sarung tangan dan kau memotong gaji Adikmu yang imut ini? Keterlaluan!" rengek Haejin seperti anak kecil yang tidak diberikan gula-gula oleh ibunya.

"Bicara soal tugasmu yang kemarin aku perintahkan, sudah kau kerjakan?" tanya Juna tanpa menoleh.

Haejin langsung duduk di sofa seberang sana, seolah ada yang ingin dia beritahu kepada kakaknya.

"Maaf Hyung, belum berhasil. Kemarin aku melihat seorang gadis sedang bersama target,"

Juna mengernyitkan dahi,

"Siapa? Bukankah seharusnya dia hanya sendiri?"

"Aku tidak tahu. Tapi, gadis itu punya rambut sebahu, dia terus mengemis di depan Chinhwa." jelas Haejin mencoba mengingat kembali ekspresi gadis yang dia lihat kemarin di sebuah perumahan elit.

"Lupakan soal gadis itu, lakukan saja tugasmu." titah Juna datar.

"Baik, aku akan kesana lagi minggu depan." jawab Haejin menurut.

Haejin adalah seorang sniper yang sengaja dilatih untuk bekerja di Hydra group. Tidak ada satupun tugas yang gagal dia lakukan. Juna sangat menyayangi Haejin, itu sebabnya dia tidak ingin adiknya terlalu manja padanya. Bagi Juna, adiknya harus tahu bagaimana cara bertahan hidup di tengah keluarga Mafia.

Tok! Tok! Tok!

Mereka berdua menoleh serentak setelah pintu diketuk pelan beberapa kali dari luar.

"Masuk!" kata Juna sedikit berteriak.

"Maaf saya mengganggu, Tuan." ucap seorang pelayan dengan sangat pelan.

"Ada apa?"

"Tuan muda menangis mencari Tuan Haejin di kamarnya, Tuan."

Juna hanya diam. Tidak bisa dipungkiri, dia memang kesal jika anaknya tidak akan mencarinya setiap pamannya ini datang. Sementara Haejin tersenyum lebar, dia selalu merasa menang jika Vano lebih memilihnya daripada ayahnya sendiri. Juna mengalihkan pandangan sambil berpura-pura mengaduk-aduk manisan di atas meja lagi.

"Aku pergi dulu, Juna Lee. Anakku mencariku." ucap Haejin setengah mengejek lalu terbahak keluar ruangan sebelum kakaknya akan mencincang tubuhnya karena kesal.

∆∆∆∆∆

Keesokan paginya, Juna masih tertidur di balik selimut tebalnya ketika sebuah tepukan tangan dari seseorang menyebabkan tirai kamarnya terbuka. Sinar mentari pagi menyapu wajah tampan milik Juna yang bak karakter Fairytale itu.

Perlahan matanya terbuka lalu mengerjap beberapa detik sebelum akhirnya menangkap sesosok gadis yang berdiri di depan jendela.

"Ya Tuhan, apa sekarang aku menjadi cenayang? Tiba-tiba saja aku bisa melihat Iblis berdiri di depan jendela kamarku, aish." rutuk Juna seraya mengacak rambutnya berulang kali.

"Tidak bisa sekali saja kau bersikap manis, huh? kau ini, keterlaluan sekali."

"Kalau kujawab tidak bisa, apa kau bersedia menghilang dari hidupku?"

"Aigoo kau ini! Bukan seperti itu maksudku! Aku hanya ingin diperlakukan dengan manis oleh calon suamiku," ujar Ara dengan bibir mengerucut.

"Hey Nona, kau salah orang. Aku bukan calon suamimu, dasar!"

Gadis itu mendengus kesal, padahal baru saja dia datang tapi sudah disambut dengan kalimat menyakitkan itu. Perlahan dia melangkah menghampiri Juna yang masih berada di atas tempat tidur, lalu..

Cup!

Satu ciuman mendarat di pipi kiri laki-laki yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya itu. Berkat ciuman dari Ara, mata Juna langsung membulat dan kesadarannya pulih sepenuhnya.

"HEY!! KAU SEDANG APA?!! KELUAR DARI KAMARKU!" teriak Juna yang membuat gadis di depannya melompat terkejut.

Ara melipat tangannya di dada sedangkan bibirnya tampak mengerucut tinggi.

"Kau benar-benar tidak suka gadis, ya?"

"Bukan urusanmu! Kau menghancurkan pagiku, Kim Ara. keluar kau!" dengus Juna, menatap nanar ke arah Ara.

"Ayo bangun. Sarapan sudah dihidangkan." anjur Ara seraya melenggang santai keluar kamar, seperti ibu yang sedang menyuruh putranya bangun pagi. Sementara laki-laki itu masih menggerutu di tempat tidurnya.

Setelah beberapa saat kemudian, Juna turun dari tangga kamarnya dengan masih menggunakan piyama. Matanya melihat ke arah meja makan dan perasaannya langsung memburuk saat melihat siapa yang ada di sana.

"Kenapa gadis ini masih di sini?" tanya Juna pada semua pelayan.

Hening. Tidak ada jawaban apapun dari mereka semua.

Juna mengedarkan pandangan ke seluruh deretan kursi kosong di meja makan.

"Di mana Vano? Kalian tidak ada yang membangunkannya untuk sarapan?"

"T-Tuan muda sudah bangun, Tuan Lee. sekarang sedang ada di taman bersama Tuan Haejin." jawab salah satu pelayan dengan gugup.

Juna mengalihkan pandangan emosinya kepada Ara yang sedang duduk di meja makan. Gadis itu hanya tersenyum seolah tidak menyadari kesalahan yang telah dia perbuat pada Juna.

"Siapkan mobil, aku akan sarapan di luar. nafsu makanku memburuk di sini." titah Juna pada stafnya tanpa memalingkan pandangannya yang terpaku pada Ara.

"Aku ikut," ucap Ara dengan setengah merengek setelah melihat Juna membawa langkahnya pergi.

Langkah Juna berhenti lalu menoleh perlahan sembari menyunggingkan senyuman lebar,

"Aku tidak tau kau pernah dengar ini atau tidak sebelumnya. Tapi, apa kau tau? Jika seekor lebah tidak akan menghinggap pada bunga yang busuk?"

avataravatar
Next chapter