webnovel

Makan Siang

Catatan Gadis Dewa:

Aku sangat senang membaca komentar kalian, apalagi keantusiasan kalian untuk menunggu cerita ini update.

Sungguh, aku juga ingin cepat-cepat berimajinasi untuk menulis cerita ini. Tapi kesibukkan kuliah dan tugasnya yang menumpuk membuatku harus rela menunda menulis cerita ini.

Tapi, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk menyisihkan waktu menulis cerita ini.

Salam manis!!

.

.

.

.

.

Siang ini aku berencana kabur dari ruang rawat. Bagaimanapun aku harus menghindari Sehun. Tiada hal baik jika berurusan dengan laki-laki itu. Aku hanya akan mendapatkan pelecehan yang lebih jika tetap berada di dekatnya. Ia hanya menganggapku boneka pemuas nafsu. Tak lebih.

Hal lainnya adalah aku tidak ingin jatuh cinta dengannya. Semakin lama berada di dekatnya maka akan semakin besar peluang bahwa aku akan kalah olehnya. Bukankah salah satu alasan jatuh cinta adalah terbiasa. Maka aku tak ingin merasa terbiasa dengannya.

Aku bisa keluar dari ruangan tanpa ketahuan. Berikutnya aku harus mencari baju ganti agar tidak dikenali sebagai pasien di sini. Maka tujuanku adalah ruang ganti karyawan. Aku yakin mereka meletakkan beberapa pakaian di sana.

Beruntung, aku menemukan setelan yang terdiri dari kaus putih dan rok jeans selutut. Um, ini bukanlah gayaku. Tapi apa boleh buat.

Aku juga menemukan sebuah topi untuk menutupi dahiku yang terluka. Dan maaf untuk pemilik baju. Aku juga memakai uang yang berada di saku rok ini. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu karena telah memberiku uang untuk membayar taksi.

Tak cukup lima belas menit aku keluar dari taksi san segera memasuki kantor. "Bos!" sapaku kepada seorang lelaki paruh baya yang sedang membaca penuh konsentrasi.

"Um? Ada apa dengan wajahmu?" tanya Bos.

"Bos, jangan bertanya jika sudah mengetahuinya." Aku menghempaskan tubuhku di sofa. Juga menyandarkan kepalaku, menatap langit-langit.

"Bagaimana caranya kamu terlibat dengan Oh Sehun? Dan Lalu Park Chanyeol?"

"Takdir!" balasku singkat.

"Min Ah, kamu tahu kan dua orang itu bukan orang yang mudah? Mereka berbahaya!" tegas Bos.

Aku menggaruk belakang telingaku. "Bos, aku sudah tahu."

"Lalu? Kenapa kamu masih berurusan dengan mereka? Oke, dengan Park Chanyeol bisa kupahami, semua karena paket. Tapi Oh Sehun? Bagaimana bisa kamu mengenalnya, huh?"

"Ceritanya panjang Bos. Dan kuharap Bos tidak memintaku untuk menghabiskan berjam-jam untuk menjelaskan semuanya." Aku memejamkan mata, merasakan hembusan kipas angin yang membelai wajahku.

Kipas angin?

Aku menegakkan tubuhku lalu berkata, "Bos, kipas angin dari mana itu?"

"AC ruangan ini rusak kemarin sore. Dan aku tak ada waktu untuk memperbaikinya." terang Bos.

"Tapi Bos, aku lebih suka kipas angin ini. Entah kenapa membuatku ingin tidur terus-menerus." Aku menyandarkan kepalaku lagi dan memejamkan mata. Ah, angin sejuk ini membuaiku hingga terlelap.

"Maka aku harus segera memperbaiki AC," keluh Bos bersamaan dengan suara kertas yang dibalik.

"Bos," panggilku.

"Um?"

"Aku boleh istirahat untuk beberapa hari?"

"Kenapa?"

"Yah, aku hanya tidak ingin merusak perasaanku lebih jauh." Aku menarik napas. Untuk beberapa hari aku ingin keluar dari lingkaran iblis ini. Aku ingin beristirahat dan bermain ke toko Hye Ri. Bagaimana kabar gadis itu ya? Sudah beberapa hari ini aku tidak ke sana.

"Terserah kamu saja! Oh ya, uang atas pekerjaanmu ini!" Bos membuka laci keramatnya yang selalu dikunci lalu mengeluarkan amplop yang berisi uang-uangku.

"Wah terima kasih Bos!" ucapku sambil memeluk amplop itu. Berikutnya aku berjalan ke ruangan yang menjadi kamar sementaraku di kantor. Untuk saat ini aku ingin tidur. Tubuhku terasa sangat lelah.

.

.

.

.

*** MAFIA ***

.

.

.

.

"Selamat pagi!" sapaku begitu mendorong pintu toko yang telah lama tidak aku kunjungi. Ah, aku terlalu dramatis. Bukankah seminggu yang lalu aku masih bermain dan menikmati makanan di toko ini? "Hye Ri!" ucapku riang. Untung saja hari masih pagi sehingga toko ini belum buka. Kalau sudah buka maka matilah aku dipukul Min Ah karena membuat tamu tidak nyaman.

Min Ah mengangguk menanggapi sapaanku. Berikutnya seorang lelaki yang begitu mirip dengan Min Ah melipat tangan di bawah dada. Wajahny sangar namun penuh perhatian, layaknya seorang kakak laki-laki yang sedang marah.

"Halo kak Woo Jin!" ucapku sambil menempelkan tangan di dahi, memberi salam seperti seorang tentara.

"Kemana saja kamu beberapa hari ini, huh?" tanya kak Woo Jin.

"Um, pergi ke neraka sebentar lalu sadar bahwa ternyata dosaku masih kurang banyak," jawabku sambil mengetuk dagu.

"Min Ah!" panggil kak Woo Jin kuat.

Aku menunduk sambil tertawa. "Maaf kakak Woo Jin sayang, adik kecilmu ini hanya ingin beristirahat."

"Beristirahat? Rumahmu saja terkunci! Pergi ke mana kamu Min Ah?"

Ah, inilah salah satu yang aku takutkan jika kak Woo Jin menyadari sesuatu. Laki-laki itu bahkan akan memeriksa rumahku demi mencari keberadaanku. Ia bersikap seperti aku adalah adik kandungnya. Padahal kita beda ayah maupun ibu. Ah, tunggu mungkinkah sebenarnya aku anak hilang di keluarga Do Woo Jin dan Do Hye Ri?

"Min Ah," panggil kak Woo Jin.

"Aku pergi ke rumah teman kak. Tenang saja, aku tidak nakal kok!" Aku bergerak mengambil banner yang akan diletakkan di luar toko. Sebuah helaan napas yang berat menyusup masuk ke telingaku, milik kak Woo Jin. Maafkan aku kak, aku hanya tidak ingin menyeret kalian lebih jauh dalam masalah berbahayaku.

Banner toko sudah kuletakkan dengan rapi. Kursi-kursi di luar toko juga sudah kutata dengan baik. Aku berdiri sambil melipat tangan di bawah dada. "Hari ini, datanglah wahai pelanggan beruang banyak!" seruku sambil mengedarkan pandangan. Tiba-tiba aku menangkap siluet yang tidak asing, Oh Sehun.

Tanpa memikirkan apapun, aku berlari masuk ke dalam toko dan mengintip ke luar. Laki-laki itu bermaksud masuk ke toko ini. Ya ampun, aku harus segera sembunyi. "Kak, aku pergi ke toilet dulu, sepertinya aku salah makan."

Di dalam toilet aku menggigit jari, menunggu beberapa saat berharap Sehun hanya berkunjung sebentar. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.

"Min Ah, kamu baik-baik saja?" Suara Woo Jin.

Aku membuka pintu dan mengeluarkan kepala sedikit. "Kak, apa tadi ada orang yang mencariku?"

"Ada, seorang laki-laki kaya. Dia pergi setelah aku berkata bahwa kamu sedang sakit perut di toilet."

"Apa dia tertawa?"

"Iya, bagaimana kamu bisa tahu? Siapa laki-laki? Ada urusan apa kamu dengannya? Kamu berhutang kepada mereka?" Kak Woo Jin mencecarku dengan banyak pertanyaanmu.

Aku memicingkan mata mendengar semua hal itu. "Tolong berhenti sebentar kak." Aku memberi isyarat dengan jari lalu menempelkan ponsel ke telinga. "Halo?" ucapmu.

"Sudah siap menguluarkan angin di toilet Min Ah?"

Oh Sehun?

"Bagaimana kamu tahu nomorku?" desisku sambil berjalan ke luar toko dan duduk di kursi luar.

"Kamu lupa siapa aku?"

"Ya aku lupa." Aku mematikan sambungan itu dan memakinya. Tiba-tiba sebuah pesan masuk.

Oh Sehun

Aku hanya ingin

mengatakan bahwa

semua yang ada di

dirimu adalah

milikku.

Aku ingin sekali melemparkan ponsel ini ke wajahnya yang penuh percaya diri itu. Bagaimana bisa dia dengan sangat yakin mengatakan hal itu? Apa dia sudah bosan dengan wanita-wanita malam yang bisa ia dapatkan dengan mudah?

"Oh Sehun berengsek!" ujarku kesal.

"Aku juga berengsek kan?"

Aku mengangkat wajah dan terpaku. Sekujur tubuhku membeku. Bulu remangku berdiri. Dia, bagaimana bisa dia ada di sini?

Aku segera berdiri dan mundur selangkah. "Apa maumu, Chanyeol?'

"Oh, kau sudah tahu namaku?"

Ia tersenyum sambil memiringkan kepala. Kedua tangannya dilipat di bawah dada. Di belakangnya berdiri dua orang pengawal yang aku tak bisa ragukan kekuatannya.

"Mau apa kamu ke sini?"

"Aku ingin menyapa seorang gadis yang melarikan diri beberapa hari yang lalu."

Aku menelan ludah. Untuk apa laki-laki ini menemuiku?