webnovel

Ancaman Kecil

"Kenapa wajahmu tegang seperti itu?" tanyanya.

Aku menggigit bibir bawah. Kalau aku lari ke dalam kafe maka Chanyeol akan tahu bahwa kafe ini milik kenalanku. Mereka bisa saja melukai mereka. Jika aku lari ke tempat lain maka dua pengawalnya tentu akan mudah menemukanku. Jantungku berdebar tidak karuan.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Aku yakin kamu sudah tahu jawabannya," ucapku.

Chanyeol berdecak. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi lalu melipat kakinya. "Apa kamu tahu alasan kita bertemu?"

"Tidak, dan aku rasa kita tak memiliki urusan lagi." Aku memberanikan diri untuk menjawabnya. Dia tak boleh melihat ketakutanku.

"Aku ingin kita bekerja sama," ucapnya sambil menautkan jemari tangan.

"Aku yakin kita tak bisa bekerja sama setelah insiden yang terjadi, Tuan Chanyel."

Dia tertawa, hingga memegangi kedua perutnya. "Harusnya setelah hari itu, kamu berpihak kepadaku. Bukankah aku lebih lembut dari seorang Oh Sehun?"

Aku berdecak kesal. Mengapa mereka selalu berpikir tentang hal itu? Baik Sehun maupun Chanyeol, tidak pernah berpikir tentang hal lain.

"Aku tak ingi bekerja sama denganku. Dan sebaiknya kita tidak bertemu lagi. Urusanmu bersama Oh Sehun, maka selesaikan dengannya. Jangan mendatangiku untuk urusan kalian." Aku membuang muka ke kanan.

Chanyeol tertawa kecil. Ia mengubah posisi duduknya lalu mendekatkan diri. "Kamu tidak berhak untuk menolakku," lirihnya.

Aku masih menahan diri untuk membuang muka. Karena terlalu takut untuk menoleh menatapnya yang cukup dekat. Tak bisa kubayangkan bagaimana mengerikan wajahnya saat ini.

"Kenapa tidak menatapku, Min Ah?" Chanyeol meraih rahangku dan memaksaku menatapnya. Mataku melebar ketika melihat betapa mengerikannya wajah yang berada tepat di depanku. "Sebaiknya, bawakan aku kotak kecil yang sudah berada di tangan Oh Sehun dalam esok." Dia menyelipkan anak rambut ke belakang telingaku. "Jika tidak, kamu akan tahu akibatnya," lanjutnya.

Chanyeol berdiri. Namun sebelum melangkah pergi, ia menyelipkan secarik kertas di tanganku.

Aku menarik udara sebanyak mungkin. Keberadaannya sangat menguras oksigen di sekitarku. Aku tidak bisa bernapas dengan baik tiap kali bertemu dengannya. Aku menunduk demi melihat kertas kecil yang diselipkannya.

Sebuah alamat email random tertera di sana. Aku menatap mobil hitam yang ditumpangi Chanyeol. Setelah meyakinkan diri bahwa Chanyeol telah pergi jauh, aku berlari masuk ke dalam toko.

"Kak Woo Jin, Hye Ri, aku ada urusan mendadak. Untuk beberapa hari aku akan keluar kota," seruku sambil mengambil tas dan jaketku.

Aku berlari keluar kafe dan segera menyetop taksi. Kak Woo Jin dan Hye Ri mengejarku sambil berteriak apa yang tengah terjadi. Namun mereka berhenti tatkala aku sudah masuk ke dalam taksi.

Ponsel hitam tertempel di telingaku. "Kak Woo Jin ... Hye Ri ... Jangan mencariku di rumah ... Aku akan pergi beberapa hari ... Ya ... Tenang saja ..." Panggilan berakhir. Aku menyandarkan tubuhku. Setidaknya aku bisa menjauhkan bahaya dari mereka. Dengan begitu apapun yang terjadi, hanya aku yang akan menanggungnya.

Aku harus melaporkan semua ini kepada Bos secepat mungkin.

*** MAFIA ***

"Sudah berapa kali kukatakan Min Ah. Jangan pernah berurusan dengan Sehun atau Chanyeol!" Bos tampak frustasi. "Lihatlah sekarang, dia menargetkan kamu!"

"Bos, aku akan bersembunyi untuk sementara waktu di sini. Aku yakin, gadis sebatang kata sepertiku tidak perlu mencemaskan orang lain yang akan terlibat." Aku menghempaskan tubuhku di sofa. Setidaknya tidak ada orang lain yang akan membuatku melakukan segala cara untuk menyelamatkan mereka, kecuali dua bersaudara Do. Semoga mereka tidak kenapa-kenapa.

Hingga esok sore, aku hanya tidur dan makan di kantor. Tak sekalipun aku melangkah keluar dari kantor. Semua sangat berbahaya saat ini. Aku juga terus mengirim pesan kepada Hye Ri, memastikan tidak terjadi apa-apa dengannya.

Hingga malam menjemputpun aku masih bersantai di kantor. Bahkan hari ikut mendukungku dengan menurunkan hujan lebat, hingga pilihan terbaik adalah berselimut tebal dan ditemani secangkir teh hangat. Seperti apa yang kulakukan saat ini.

Secangkir teh hangat menemaniku bermain game di komputer milik Bos yang lainnya. Bahkan tidurku juga sangat nyenyak hingga esok pagi.

Saat bangun, aku langsung mengirim pesan kepada Hye Ri, memastikan bahwa keadaannya tetap baik. Namun anehnya pesanku tidak dibalas. Mungkinkah ia masih tidur? Hye Ri tidak biasanya bangun siang. Dia akan bangun pagi-pagi demi mempersiapkan tokonya.

Anehnya, sampai pukul sepuluh pagi, Hye Ri masih belum membalas pesanku. Aku segera menghubunginya. Namun setelah mencoba empat kali, dia tidak menjawab panggilanku.

Perasaanku mulai tidak enak. Aku segera mengambil kemeja jeans yang tergantung dan berlari menuju toko Hye Ri. Sesampainya di sana, toko Hye Ri masih tutup. Aku segera berlari ke pintu belakang dan membukanya dengan kunci duplikat milikku.

Seketika kedua kakiku lemas melihat keadaan di dalam. Meja dan kursi patah lalu berserakan. Seolah ada badai besar yang menerpa bagian dalam toko ini.

"Hye Ri! Kak Woo Jin!" panggilku berkali-kali. Namun yang aku dapatkan hanyalah kesunyian. Aku ingin berpikir positif bahwa Hye Ri dan Kak Woo Jin masih di rumah karena saat ini hujan turun dengan lebat. Namun perasaanku sangat tidak enak. Tidak mungkin semua baik-baik saja saat melihat keadaan toko ini.

Aku berlari keluar dan berdiri di depan toko. Pandangan aku edarkan. Tidak banyak orang yang lewat saat hujan selebat ini. Aku mengusap wajahku, menghapus air hujan yang menghalangi pandanganku.

Dari kejauhan aku melihat seorang laki-laki berpakaian hitam berjalan mendekatiku. "Siapa?" tanyaku.

"Tuan berkata bahwa kamu harus membawakan kotak kecil itu besok siang. Jika tidak temanmu akan mengucapkan selamat tinggal pada dunia."

"Apa?" Aku berteriak sambil mencengkram kerah bajunya yang tinggi. Namun ia dengan mudah melepaskannya. Kemudian ia merogoh sesuatu dari sakunya, memberikan sebuah ponsel dengan layar dipenuhi gambar.

Aku melihatnya. Detik berikutnya kakiku lemas. Aku terjatuh begitu saja. Bahkan laki-laki sialan ini tidak berkeinginan untuk membantuku berdiri lagi. Dia berlalu pergi.

Apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan mereka? Apa aku harus merampasnya dari Sehun? Tidak, dia pasti tidak akan memberikannya dengan mudah. Mengingat betapa besarnya keinginan Chanyeol untuk memiliki kotak itu maka isi di dalamnya pastilah sangat berharga.

Aku menunduk. Tanganku mengepal. Aku meraung.

Akhirnya aku merogoh ponsel di saku, mengubungi sebuah nomor. "Halo, Sehun!"

*** MAFIA ***

Aku menatap nanar sebuah pintu kamar hotel. Setelah mengubungi Sehun, laki-laki itu berkata bahwa ia bisa ditemui di kamar ini.

Tanganmu terangkat. Tampak bergetar sebelum akhirnya menekan bel sebentar. Tanganku diturunkan, juga tak kalah bergetarnya.

Beberapa saat kemudian pintu dibuka, menampilkan Oh Sehun dengan tampilan berbeda. Biasanya Sehun akan menggunakan kemeja atau jas setiap kali kita bertemu. Namun kali ini ia menggunakan kaos dan celana santai hingga mata kaki. Segelas minuman yang beruap ikut berada di tangannya.

"Tidak biasanya kamu mencariku terlebih dahulu Min Ah!" sapanya.

"Tidakkah kamu mempersilakan aku masuk?" tanyaku.

"Oh, dengan senang hati." Ia membuka pintunya lebih lebar. Aku tidak terkejut bagaimana isi kamar hotel yang disewanya. Sesuai bayanganku, mewah dan berkelas.

Aku menceritakan tujuanku menemuinya. Juga menceritakan apa yang terjadi dengan Hye Ri dan Woo Jin, serta ancaman Chanyeol. Tidak sedikitpun aku menyembunyikannya.

"Jadi kamu ingin aku menolong dua orang itu dengan memberikan isi kotak kecil itu? Apa kamu tahu seberapa berharganya benda itu?" Sehun terlihat datar.

"Ya, aku ingin kamu memberikannya kepadaku."

"Tidak!" tolak Sehun sambil berdiri dari tempatnya.

"Apa?"