1 Di Mall

"Nggak mau ah Mas, ini udah banyak banget loh belanjaan nya. Perhiasan ku dirumah juga banyak banget nggak kepake. Ngapain sih mau beli lagi?" Ucap Kara.

"Nggak apa-apa kok Ra, Mas itu mau nyenengin istri Mas, apa nggak boleh?"

"Iya nggak apa-apa sih, tapi kan mas ini berlebihan banget. Udah ah nggak usah, tabung aja deh yang nya untuk yang lain nya."

"Lah? Kok gitu sih? Untuk apa lagi sayang? Emang mas ini kerja untuk kamu, untuk istri Mas."

Kara menghela nafas berat mendengar ucapan suaminya itu, "Iya, aku tahu mas, tapi bukan berarti bisa menghambur kan uang seperti ini kan? Kita nggak tau bagaimana kehidupan kita kedepannya nanti. Ingat mas, Roda pasti berputar. Mungkin saat ini kita diatas nggak tau kalau besok, semuanya itu masih rahasia. Jadi kita bisa untuk waspada dengan menabung. Lagipula nggak ada salahnya kan kalau kita nabung?" Ucap Kara lagi.

Kara benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Bara, suaminya itu.

Bara tersenyum, ia menarik Kara untuk masuk ke dalam pelukannya. "Duh, istri mas ini baik banget sih, dewasa lagi. Nggak salah kan kalau mas makin cinta sama kamu?" Ucap Bara sambil mengelus punggung Kara.

Saat ini mereka berada disalah satu toko perhiasan untuk memilih perhiasan. Sebenarnya Bara ingin membelikan perhiasan untuk Anna, selingkuhnya yang sudah satu tahun belakangan ini menjalani hubungan dengannya.

Sambil mendekap erat tubuh Kara dan terus merayu istrinya itu. Bara memberikan kode kepada penjual tersebut untuk membungkus kan satu buah kalung berbentuk liontin itu. Ia mengeluarkan kartu credit yang memang sudah ia pegang sejak tadi di tangan nya. Ia tahu bahwa hak seperti ini akan terjadi. Kara akan menolak untuk dibelikan perhiasan.

Kara yang merasa malu itu langsung menarik dirinya untuk keluar dari pelukan Bara bertepatan dengan selesainya proses serah terima perhiasan yang dibeli oleh Bara secara diam-diam.

Bara tersenyum menatap wajah Kara yang malu, wajahnya merona membuat wanita itu terlihat begitu menggemaskan Sekali.

Ia dan kara sudah menikah selama tiga tahun namun belum juga dikaruniai seorang anak. Usia mereka terbilang cukup jauh.

Kara berusia dua puluh lima tahun sedangkan Bara berumur dua puluh sembilan tahun.

Saat kara selesai kuliah, Bara menikahi nya karena dijodohkan oleh ayah Bara.

Kara ini merupakan anak pintar karena pada usianya dua puluh satu tahun ia sudah bisa bergelar sarjana.

Tak ada penolakan seperti di drama-drama kebanyakan. Mereka berdua menerima semuanya itu dengan lapang dada. Bahkan saat ini mereka terlihat sangat dekat seperti orang yang saling mencintai satu sama lainnya.

"Ya sudah, ayo kita makan dulu Mas, aku lapar nih." Ucap Kara yang langsung di anggukan oleh Bara.

"Tapi mas duluan ya, aku mau ke toilet dulu sebentar." Lanjut Kara lagi Dan Bara kembali mengangguk sebagai Jawaban.

Kara Dan juga Bara melangkah saling berlawanan arah, Kara kekiri untuk ke toilet sedangkan Bara ke kanan untuk menuju sebuah cafe.

Tiba-tiba saat sedang berjalan ke arah cafe ponsel milik Bara berbunyi membuat sang empunya itu langsung mengeluarkan ponsel nya dari saku jas yang ia kenakan.

Nama Anna menghiasi layar ponsel Bara saat ini hingga membuat laki-laki itu tersenyum penuh kemenangan.

"Hai, sayang." Sapa Bara saat telpon sudah tersambung.

"Lagi dimana kamu?" Tanya Anna.

"Lagi di mall ini sama Kara, ada apa?" 

"Oh, lagi sama Kara." Jawab Anna, terdengar suaranya yang tidak suka dengan Jawaban yang diberikan oleh Bara.

"Iya, tapi dia lagi ke toilet kok makanya aku bisa untuk angkat telpon kamu. Kalau nggak, mana mungkin aku bisa angkat telpon kamu sayang."

"Oh gitu."

"Nggak usah marah-marah deh, nanti malam aku mampir ke apartemen kamu ya."

"Aku giliran nya malam Mulu Mas, kapan siang nya sih? Aku juga ingin seperti Kara."

"Sabar sayang, Mas lagi berusaha untuk itu. Mas lagi mencari waktu yang pas untuk mengatakan pada Kara."

"Sejak kemarin seperti itu saja Jawabanmu mas, tau ah! Udah dulu ya."

"Eh, nggak boleh gitu dong sayang. Sabar dulu, mas ada sesuatu untuk kamu."

"Apa?" Tanya Anna yang benar-benar sudah tidak ada mood lagi.

Mamang benar bahwa menjadi yang kedua itu tidak pernah benar-benar enak.

"Ada deh, tungguin mas ya nanti malam. Dandan yang cantik, pokoknya mas yakin kamu pasti suka dengan apa yang akan mas kasi ke kamu."

"Apaan sih mas? Nggak usah main rahasia-rahasia deh, aku penasaran ini."

"Kalau kamu penasaran berarti bagus dong,"

"Ih mas kok gitu."

Bara terkekeh mendengar ucapan Anna itu, ia bisa membayangkan wajah anak yang cemberut dengan bibir yang dimajukan di depan.

"Mas tutup dulu ya sayang, takutnya nanti Kata denger." Ucap Bara.

Mendengar itu tanpa memberikan jawaban pada Bara, Anna langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Bukan nya khawatir, Bara malah terkekeh sambil menatap layar ponselnya itu. Ia menggeleng kan kepalanya.

Dengan gerakan yang cepat, jari tangan nya menari-nari di atas tombol keyboard mengetik sesuatu untuk Anna. Tak lupa ia menambah kan emot cium dan juga peluk.

Bara sudah sampai di sebuah cafe, ia mencari tempat yang kosong. Kebetulan sekali di bagian paling pojok ada kursi kosong. Tanpa berpikir panjang lagi ia langsung melangkah kan kakinya ke sana.

Ia menyimpan ponselnya itu ke dalam saku jas nya, berjalan dengan gaya biasanya seolah tak ada apapun yang terjadi.

Ia duduk di sana, matanya menatap ke arah luar. Seperti semua sudah diatur oleh yang kuasa, di luar sana ada Anna. Mata mereka berdua saling beradu tatapan. Baru saja tadi beberapa menit yang lalu mereka selesai telponan dan sekarang kenapa Anna malah ada disini juga? Apakah Anna sedang mengikuti dirinya?

Sama dengan Bara, Anna juga melebarkan Matanya. Bagaimana bisa sebanyak-banyaknya mall yang ada disini mereka pergi ke mall yang sama?

"Mas," panggil Kara yang entah sejak kapan berada di hadapan nya itu.

Sontak saja hal itu langsung membuat Bara tersentak kaget di tempatnya. Kara mengikuti arah pandangan Bara, tapi sayangnya terlalu banyak orang yang berlalu lalang disana hingga Kara tak menemukan sosok Anna.

"Liatin apaan sih kamu hm?" Tanya Kara.

"Nggak liat apa-apa kok," jawab Bara sambil mengembangkan senyum ke arah Kara meskipun sedikit gugup.

Ia berusaha untuk menenangkan gejolak di dalam dadanya itu agar terlihat baik-baik saja dihadapan Kara, dan juga tak membuat Kara mencurigai dirinya.

Memang seperti ini kan harusnya? Jika ingin mendua harus pintar dalam bermain dan inilah yang dilakukan oleh Bara saat ini.

avataravatar
Next chapter