webnovel

Pergi Bersama

Ulrica bingung ingin mengenakan pakaian seperti apa karena ini adalah pertama kalinya dirinya bermain dengan seorang teman.

Ulrica tidak bisa mengenakan baju feminim karena ia sudah terbiasa dengan pakaian tomboy. Dan Ulrica rasa jika Tiffany tulus berteman dengan dirinya, Tiffany tidak akan mengomentari pakaiannya.

"Ya sudah aku pakai ini saja! Lagi pula aku tidak memiliki baju dress seperti milik Tiffany," gumam Ulrica yang sudah mengenakan pakaiannya.

Akhirnya Ulrica selesai bersiap-siap. Ia mengenakan kaos dan jaket serta celana polos berwarna hitam. Yah, hitam adalah warna favorit Ulrica.

Bahkan sepatu dan topi yang Ulrica kenakan pun berwarna hitam dengan rambut hitam panjangnya yang hitam dan berkilau.

"Oke, mari berangkat!" seru Ulrica yang kini berada di depan cermin.

Ulrica pun keluar dari kamarnya menuju ke ruang tamu untuk menemui Tiffany. Namun dari kejauhan Ulrica melihat Tiffany yang sedang berbicara dengan mamanya.

"Tiffany dan Mama? Apa yang sedang mereka berdua bicarakan?" gumam Ulrica yang penasaran.

Ulrica bersembunyi di balik dinding yang berada di dekat ruang tamu. Dan ternyata dia bisa mendengar dengan jelas percakapan Tiffany dengan mamanya.

"Terima kasih karena bersedia menjadi teman Ulrica! Tante senang karena akhirnya ada teman Ulrica yang berkunjung ke rumah! Kamu jangan takut padanya, dia memang terkadang keras. Tetapi sebenarnya dia adalah orang yang baik," ujar mamanya Ulrica menasehati Tiffany.

Ulrica terkejut karena bisa mendengar suara mamanya dengan begitu jelas. Rasanya seperti mamanya sedang berada di hadapannya dan berbicara dengannya.

"Ada apa ini? Kenapa aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas?!" gumam Ulrica yang bingung.

Sebelumnya Ulrica pernah mencoba untuk menguping pembicaraan orang tuanya saat berada di ruang tamu. Namun Ulrica tidak bisa mendengarnya sama sekali.

Tetapi hari ini ia bahkan seolah sedang berbicara berhadapan dengan mamanya. Padahal jarak mereka cukup jauh.

"Apakah ini ada hubungannya dengan kekuatanku yang sesungguhnya?" gumam Ulrica yang teringat akan perkataan Anthoni.

Satu persatu kekuatan asli Ulrica telah muncul. Dan itu berarti apa yang dikatakan Anthoni benar jika dirinya adalah manusia serigala sungguhan.

Rasanya agak sulit dipercaya karena setelah sekian lama hidup sebagai seorang manusia, kini Ulrica harus menerima kenyataan jika dirinya bukanlah manusia sungguhan.

Ulrica tidak mau menguping lagi dan ingin segera keluar dengan Tiffany untuk mencari udara segar dan melupakan masalah yang sekarang ini ada dalam benaknya.

Akhirnya Ulrica keluar dan menghampiri Tiffany yang masih berbicncang-bincang dengan mamanya.

Saat mama Ulrica melihat kedatangannya, beliau langsung berdiri. "Kalau begitu kalian bersenang-senanglah! Jangan pulang larut malam," pesan mama Ulrica lalu pergi meninggalkan Ulrica dan Tiffany.

Tiffany bingung dengan reaksi mama Ulrica yang langsung pergi setelah melihat Ulrica. Namun Tiffany merasa jika tidak sopan kalau ia menanyakan mengenai masalah pribadi keluarga.

"Ulrica, apa kamu sudah siap?" tanya Tiffany.

"Tentu! Ayo kita berangkat!" jawab Ulrica dengan bersemangat.

Akhirnya mereka berdua berjalan bersama menuju ke luar rumah. Ulrica mencoba menawarkan Tiffany untuk menaiki mobilnya.

Namun sayangnya Tiffany menolak dan ia ingin mengajak Ulrica naik transportasi umum. Memang sebenarnya Tiffany juga selalu naik mobil pribadinya.

Namun tadi saat ia menaiki transportasi umum, ia merasa berbeda. Rasanya seru dan ramai sehingga tidak membosankan.

"Bagaimana menurutmu, Ulrcia? Kita naik alat transportasi umum saja, ya? Kita naik busway," ajak Tiffany.

Awalnya Ulrica ragu karena Ulrica belum pernah naik transportasi umum karena biasanya ia diantar jemput oleh Papa atau sopir pribadinya.

Namun Ulrica rasa tidak ada salahnya juga untuk mencoba hal baru. Jadi Ulrica setuju dengan ajakan Tiffany.

"Baiklah kalau begitu ayo!" jawab Ulrica yang setuju.

Mereka berdua menuju ke halte busway dan duduk berdampingan di sana. Tidak ada orang lain selain mereka berdua yang menunggu busway datang.

Tak lama kemudian apa yang mereka tunggu akhirnya datang juga. Tanpa pikir panjang mereka berdua langsung masuk ke dalam busway dan mencari tempat duduk.

Namun sayangnya tempat duduk di sana sudah penuh dan tidak ada yang tersisa. Jadi mau tidak mau mereka berdua harus berdiri dengan berpegangan pada gantungan yang telah tersedia.

"Ulrica, kita berdiri tidak apa-apa kan? Atau kita turun saja dan naik mobil pribadimu?" tanya Tiffany yang merasa tidak enak.

Ini memang pertama kalinya bagi Ulrica menaiki alat transportasi dengan berdiri. Biasanya ia selalu duduk di tempat yang sangat nyaman.

Namun Ulrica rasa tidak masalah jika untuk sekali saja agar tidak membuat Tiffany kecewa. Ditambah busway yang sudah berjalan.

"Tidak apa-apa, kita naik ini saja. Lagi pula ini adalah pertama kalinya bagiku menaiki alat transportasi umum seperti ini! Ramai sekali, ya?" ujar Ulrica lalu mengamati sekitar.

Meski ramai, tetapi tetap saja tidak ada percakapan yang terjadi di antara mereka. Hanya ada beberapa saja yang saling berbincang dan yang lainnya fokus pada ponsel mereka.

"Syukurlah kalau kamu tidak keberatan! Kalau begitu kita turun di pemberhentian yang pertama. Lalu dari sana kita bisa pergi dengan jalan kaki," ucap Tiffany memberitahu.

Ulrica hanya menganggukkan kepalanya lalu menikmati perjalanan mereka berdua. Tetapi di sepanjang perjalanan, entah kenapa ada yang tidak beres.

Ulrica merasa ada yang terus mengamati dirinya dengan Tiffany. Sontak Ulrica langsung menoleh ke belakang untuk memastikannya.

Ulrica melihat beberapa orang yang nampak mencurigakan. Di antaranya adalah seorang pria yang berpenampilan seperti preman, seorang pria layaknya pekerjaan kantoran dan satu lagi pria yang nampak muda.

Ulrica masih belum bisa memastikan yang mana yang terus memandangi dirinya. Tetapi Ulrica yakin jika itu adalah perbuatan salah satu dari mereka berdua.

'Kenapa dari tadi aku merasa jika aku terus diawasi? Sebenarnya apa yang mereka incar dari diriku?' batin Ulrica yang terus merasa tidak enak.

Namun Ulrica mencoba untuk tetap tenang dan tidak panik agar tidak mempengaruhi orang lain ditambah Tiffany.

Akhirnya Ulrica memilih untuk diam dan tidak bertindak. Bahkan Ulrica diam sampai mereka tiba di halte busway yang mana Ulrica dan Tiffany akan turun.

"Nah, Ulrica, dari sini kita berjalan menuju ke lokasi tidak apa-apa, kan? Sekalian olahraga," tanya Tiffany yang tidak ingin membuat Ulrica tidak nyaman.

"Baiklah, terserah kamu saja," jawab Ulrica yang masih tidak fokus karena instingnya.

"Aku senang sekali karena aku bisa bermain denganmu!" ucap Tiffany yang benar-benar Tus dari dalam hatinya.

"Iya, aku juga!" jawab Ulrica yang ingin membuat Tiffany menjadi sedikit lega.

Ulrica melihat hanya ada satu orang dan dia adalah sosok yang berpakaian seperti preman yang terus memperhatikan mereka berdua. Tetapi Ulrica pikir jika mereka pasti lebih dari satu.

TBC...