1 Taruhan

"Gimana? Apa kamu udah mau ngaku kalah?" tanya Bella seraya tersenyum mengejek.

Luna yang ditanya seperti itu hanya memutar bola matanya malas.

"Kita tinggal menunggu sampai lima menit, aku pastikan mereka akan pergi dari situ," imbuh Bella lagi.

Luna tak menjawab namun sepasang matanya terus mengarah pada kedua sejoli yang sedang menikmati cumbuan-cumbuan panas tersebut.

"Satu, dua, tiga ...."

Belum selesai Bella menghitung, pasangan tersebut telah pergi meninggalkan ruangan itu. Tanpa sadar Luna menendang meja yang ada di dekatnya dengan keras, Bella yang melihatnya pun terkekeh pelan.

"Kali ini kamu kalah taruhan, jadi ... siap menerima hukuman?" tanya Bella dengan alis terangkat.

Ya, saat ini mereka sedang taruhan. Luna, Bella dan Clara adalah teman dekat, dan mereka terkenal suka mempermainkan perasaan lelaki. Tidak, bukan mereka. Hanya Luna. Ya, lebih tepatnya dialah yang suka mempermainkan gairah lelaki.

Seperti biasa, mereka melakukan seperti itu di klub untuk mencari mangsa, siapa yang kalah akan diberi hukuman. Peraturan tersebut dibuat langsung oleh Luna. Karena dia yakin tak akan ada yang mampu menolak pesonanya. Namun sayangnya, malam ini sepertinya takdir berkata lain, dia kalah dalam taruhan yang dia buat sendiri.

"Ya," jawab Luna dengan malas.

Bella menatap ruangan remang-remang itu dengan teliti, untuk mencari hukuman apa yang cocok untuk Luna yang terlalu percaya diri itu, hitung-hitung ini adalah bentuk pembalasan dendam Bella karena selama ini dia selalu saja kalah dalam taruhan.

Tak butuh waktu lama Bella mencari, dia pun tersenyum licik. Bella menunjuk seseorang menggunakan jari telunjuknya.

"Aku harus ngapain?" tanya Luna.

"Ajak dia tidurlah," jawab Bella malas.

Alis Luna terangkat, "gitu doang, itu mah kecil, siapa sih yang mampu menolak kecantikan Luna ini," ucap Luna dengan bangga.

Bella yang mendengar penuturan Luna tertawa sinis.

"Jangan terlalu percaya diri."

"Hei, itu kan emang kenyataan," bela Luna.

"Kamu nggak tau dia itu siapa?" tanya Bella heran.

Luna menggeleng.

"Dia itu pemilik Perusahaan D'cev group," bisik Bella tepat di telinga Luna.

"Lalu?" tanya Luna heran. "Hei, aku sudah pernah berurusan dengan pengusaha-pengusaha, dari mulai yang kaya sampai yang biasa, dari yang asli sampai yang bodong, bukan hanya sekali dua kali, kamu masih meragukanku?" tanya Luna ketus.

"No, no, no. Bukan seperti itu. Kali ini kamu akan mendapat pria yang sangat berbeda dari biasanya," kata Bella dengan tegas.

"Maksudnya?" tanya Luna heran.

Bella membisikkan sesuatu di telinga Luna, tak lama setelah itu reaksi Luna kini berubah.

"Kamu gila?!" teriak wanita itu.

"Hei, ini sebuah tantangan. Oke, aku memang keterlaluan, tapi kalau kamu keberatan bisa aja sih kamu menyerah, dan ya, siap-siap saja nanti pulang jalan kaki."

Luna mendengkus keras, dia pun berdiri dari duduknya. "Oke, kali ini aku terima tantangan itu, aku sangat yakin jika dia bukan pria yang seperti kamu pikirkan," sungut Luna.

Bella mengedikkan bahunya, dia pun memberi kode pada Luna agar segera mendekati pria itu.

Bella melihat Luna melangkah mendekati pria itu, dengan langkah yang penuh percaya diri, membuat wanita itu tersenyum menyeringai.

"Kita lihat, apa pria itu akan jatuh pada pesonamu? Atau kamulah yang akan dipermalukan oleh pria itu di depan umum. Kamu telah salah mengambil langkah, Luna," gumam Bella seraya menenggak wine itu hingga tandas.

***

Sesuai permintaan Bella, Luna mendekati pria yang katanya tidak memiliki gairah jika di dekati oleh seorang wanita. Bisa dibilang jika pria itu adalah gay. Jelas saja Luna tidak percaya, laki-laki yang Bella maksud mempunyai paras yang sangat tampan, kalau dilihat dari segi penampilan juga oke.

"Mustahil kalau pria itu gay," gumam Luna.

Langkahnya semakin dekat dengan pria itu, entah kenapa kali ini dia merasa begitu gugup.

Tepat di hadapan pria itu, Luna terdiam. Kenapa ketika melihat wajah pria itu, seperti tidak asing. Tatapan mereka pun bertemu.

Pria itu menatap Luna dengan sorot mata tajam, seperti mengintimidasi, membuat Luna menelan salivanya dengan susah payah.

Luna ingin mundur. Namun, ketika matanya melihat Bella sedang memamerkan kunci mobil, Luna tak bisa berkutik.

Akhirnya dia pun melangkah mendekat, semakin dekat, dan akhirnya tepat berada di depan pria itu.

"Hai," sapa Luna dengan gugup. "Mau ditemani?"

Tatapan pria itu masih sama, tajam. Namun kali ini pria itu menatapnya cukup liar, membuat Luna tidak nyaman.

Karena melihat pria itu diam saja, akhirnya Luna memberanikan diri duduk di samping pria itu.

'Sial! Nih cowok kenapa nggak ada reaksi sama sekali, apa dia itu bisu dan tuli? Dan juga kenapa sama sekali nggak ngelirik aku? Apa jangan-jangan ucapan Bella benar? Sialan, lebih baik aku pergi saja dari sini sebelum semuanya terlambat. Biar saja aku kalah taruhan kali ini,' gumam Luna dalam hati.

Luna kembali melirik ke arah pria itu, sedikit demi sedikit dia berdiri, ketika posisi sudah sempurna, Luna dengan cepat melesat pergi, melangkah dengan terburu-buru.

Sayangnya nasib sial menimpanya, kakinya malah tersandung oleh kaki seseorang, dan menyebabkan dia jatuh terjerembab di pangkuan seseorang.

Mata Luna membulat ketika dirinya tanpa sengaja mencium leher seseorang. Luna mendengar pria itu tampak menggeram kesal.

"Maaf, maaf. Aku beneran nggak sengaja," ucap wanita itu seraya bangun dari tubuh pria itu.

Lagi-lagi Luna tertegun ketika tahu siapa pria yang sudah dia tindih itu, wanita itu menelan salivanya dengan susah payah.

"Maaf," ujar Luna lagi sambil mengusap-usap kemeja pria itu, Luna pikir pria itu marah karena sudah disentuh olehnya, sayangnya pria itu malah semakin menggeram.

Luna menggigit kukunya, dia panik sendiri karena bingung. Kecemasannya semakin menjadi-jadi karena pria itu kembali terdiam.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Luna dengan gusar.

"Pergilah, kau sudah merusak suasanaku," usir pria itu. Nada bicaranya terdengar begitu berat dan juga dingin.

"Sekali lagi aku minta maaf karena--"

"Pergi!" sentak pria itu.

Luna mengangguk cepat, dia memundurkan langkahnya. Namun, lagi-lagi dia kehilangan keseimbangan karena high heelsnya. Beruntungnya pria itu langsung menangkapnya, membuat Luna menahan napas karena mendapat tatapan mematikan dari pria itu.

Entah salah atau tidak, Luna melihat senyum licik pria itu, walau hanya sesaat tapi sangat jelas dari penglihatan Luna.

"Apa begini caramu untuk menjerat seorang lelaki, heh? Sungguh murahan!" desis pria itu.

Mata Luna membulat, ini namanya penghinaan besar untuknya, dengan kasar Luna mendorong tubuh pria itu.

Selama dia dekat dengan pria, belum pernah dia dihina seperti ini.

Luna melangkahkan kakinya dengan cepat, anehnya pria itu mengikutinya, dan mencekal tangan Luna.

"Ketika sudah berani memancingku, kau ingin pergi begitu saja? Jangan mimpi, Nona. Malam ini kamu tidak akan bisa lepas dariku," geram pria itu.

Detik itu juga pria itu mendorong tubuh Luna ke tembok, mengangkat dagu wanita itu secara perlahan.

"Sepertinya kamu melupakan siapa diriku, Nona," ucap pria itu dengan lirih, hidungnya sengaja dia gesekkan pada hidung Luna, lalu meniup wajah Luna secara perlahan.

avataravatar
Next chapter