8 Menemui Luna

Pagi ini Alice berencana menemui Luna untuk menyampaikan informasi yang ia dapat mengenai keluarga calon suaminya. Ia pun segera mandi dan bergegas menuju rumah sahabatnya itu. 

"Pagi Ayah, pagi Ibu, pagi semuanya." ucap Alice, menyapa semua keluarganya di meja makan. 

"Pagi," sahut yang lain. 

"Maaf, sepertinya aku bangun terlalu siang hingga tak sempat untuk membuatkan sarapan untuk kalian." papar Alice. 

"Tidak apa, makanlah bersama kita," ucap sang ayah. 

"Maaf ayah, aku buru-buru mau ke rumah Luna untuk mengembalikan Charlie," tolak Alice. 

"Baiklah, hati-hati," ucap ayahnya. 

Alice seakan tak sabar ingin memberi tahu informasi yang ia dapat kepada sahabat karibnya. Gadis lincah itu pun meninggalkan keluarganya dan beranjak menuju rumah sahabatnya itu. Sesampainya di rumah Luna, ia segera memanggil sahabatnya itu. 

"Luna," teriak Alice. 

Bukan Luna yang datang menghampiri Alice, melainkan pembantu yang membukakan pintu pagar untuknya. 

"Nona Alice, silahkan masuk. Nona Luna sedang mandi," ucap pembantu Luna. 

"Baiklah, Terima kasih," ucap Alice. 

Ia pun menggandeng tali kekang Charlie dan membawanya memasuki halaman rumah Luna. 

"Kamu tunggu disini," ucap Alice pada kuda kesayangan Luna. 

Ia mengikatnya di sebuah pohon yang tumbuh di halaman rumah sahabatnya itu. Kemudian ia memasuki rumah mewah Luna dan menunggu sahabatnya yang sedang mandi itu di ruang tamu. 

"Hai Alice, kamu suda datang?" terika Luna yang baru saja menyelesaikan ritual membersihkan badan. 

"Iya Luna," jawab Alice. 

Keduanya pun saling menghampiri dan saling memeluk. 

"Bagaimana Al? Apakah kalian mendapatkan informasi yang aku minta?" tanya Luna. 

"Iya Lun, segeralah pakai pakaianmu. Nanti aku ceritakan berita yang akui dapat selama kami berada di kota," ucap Alice. 

Sahabatnya itu pun segera menaiki anak tangga menuju kamar pribadinya yang terletak di lantai dua. 

"Alice, kamu naik ke kamarku saja ya," teriak Luna sesaat setelah sampai di lantai dua. 

"Baiklah," teriak Alice. 

Ia pun bergegas menghampiri Luna ke kamarnya. 

Tok tok tok, suara Alice mengetuk pintu kamar Luna. 

"Masuk Al, aku sudah selesai ganti baju," teriak Luna. 

Alice membukan pintu kamar tersebut pelan-pelan dan memasukinya dengan langkah ringan. 

"Berita apa yang kamu dapat tentang Marck?" tanya Luna. 

"Menurut warga kota, keluarga Marck menganut Ilmu Hitam dan berprilaku tidak baik kepada masyarakat," ucap Alice. 

"Lalu apa lagi?" desak Luna. 

"Suatu ketika, Eryk sedang berjalan-jalan mengelilingi kota. Tak sengaja ia melewati rumah mewah milik keluarga Marck. Adikku pun terpana melihat kemegahan bangunan yang mirip dengan istana itu. Kemudian ia di tegur oleh seorang wanita yang menaiki kereta kuda hendak memasuki rumah mewah itu. Awalnya tiada yang aneh, namun setelah sampai di tengah halaman rumah Marck yang luas, wanita itu tiba-tiba hilang bersama kereta kudanya," papar Alice. 

Luna pun syok mendengar penjelasan dari sahabatnya itu, wajahnya seketika berubah memucat. 

"Selain itu, keluarga Marck juga memaksa warga yang berprofesi sebagai petani untuk menjual hasil panen nya kepada mereka dengan harga yang murah. Kemudian ia menjualnya ke daerah lain dengan harga tinggi," sambung Alice. 

"Alice aku sungguh takut mendengar cerita mu," ucap Luna menggenggam erat tangan Alice. 

"Tenanglah Luna, masih ada waktu untuk berbicara kepada keluargamu. Sebaiknya kau jelaskan masalah ini, sebagai pertimbangan rencana perjodohan kalian," saran Alice. 

"Adakah hal tabu lainnya Alice?" tanya Luna lagi. 

Alice terdiam dan berpikir, ia berusaha mengingat apakah masih ada hal yang belum ia sampaikan. Tiba-tiba ia teringat tentang anak angkat keluarga Haugert yang bernama Liora. 

"Ada satu lagi, tentang anak angkat keluarga Haugert yang gemar mandi darah rusa. Namun Eryk belum bercerita tentangnya, karena Eryk lah yang tahu akan gadis itu," ucap Alice. 

"Apa? Mandi darah rusa?" tanya Luna kaget. 

"Iya Lun, tapi belum jelas kepastian cerita itu. Karena adikku belum sempat menceritakannya kepadaku," sahut Alice. 

Wajah Luna bertambah pucat memasi, bibirnya bergetar menandakan kebingungan dan kegugupan. 

"Aku semakin penasaran dengan keluarga Marck. Tentang kekejamannya, Ilmu Hitam, wanita yang menghilang dan Liora," gusar Luna. 

"Jika engkau penasaran, cobalah tanyakan kepada orang tuamu. Mungkin mereka lebih tahu tentang keluarga Marck," saran Alice. 

"Mereka tidak pernah memberitahu ku tentang Marck," teriak Luna mengoyak rambut panjangnya dan meluapkan emosinya.

"Oh iya Lun, satu lagi. Setiap bulan purnama ada segerombolan Serigala yang mendatangi rumah kekuarga Haugert. Mereka meraung dan mencoba memasuki rumah mewah tersebut, namun ketika mereka hendak memasukinya mereka seakan terpental dan meraung kesakitan." papar Alice lagi. 

"Serigala?" tanya Luna, seolah tak percaya. 

Dadanya semakin sulit untuk bernapas, paru-parunya seolah menyempit kala mendengar penjelasan dari Alice. 

"Iya Serigala. Lalu kami bertemu dengan seorang wanita pemilik kedai roti dan susu di sebuah desa yang tak jauh dari hutan pinus yang kami lewati. Wanita itu bernama Mary, ia berkata jika di hutan pinus tersebut terdapat sesosok siluman Serigala," ucap Alice. 

Keduanya terdiam dan saling memandang. 

"Menurutmu apakah ada hubungannya segerombolan serigala yang mendatangi kediaman Marck dengan siluman serigala di hutan pinus?" tanya Luna. 

"Entahlah, aku sempat berpikir demikian. Tapi kita hanya bisa menduga dan kebenarannya perlu pembuktian," ucap Alice. 

Suasana di kamar tersebut semakin menegang. Luna tak dapat menyembunyikan kegusarannya. Ia tampak mondar mandir mengusap wajah dan rambutnya. 

"Luna, cobalah bersikap sedikit tenang. Jangan larut dalam ketakutan, semua masalah ada solusinya," saran sahabatnya. 

"Bagaimana aku bisa tenang Alice, ini bukan masalah sepele." tandas Luna. 

"Tenanglah Luna, aku akan ada disisimu untuk membantumu," ucap Alice sambil menepuk pundak sahabatnya. 

"Terima kasih Al, aku tak tahu dengan cara apa aku membalas kebaikanmu," ucap Luna. 

"Ya sudah, tenangkan pikiranmu. Aku pamit pulang, apakah kamu bersedia mengantarku sampai halaman?" pinta Alice. 

"Tentu Alice, tapi makan pagi lah dulu bersama kami. Semua makanan sudah di sediakan di meja makan, ayah dan ibuku pasti sudah berada disana," ucap Luna. 

Alice sepertinya tertarik dengan tawaran Luna, karena ia pun belum sempat makan pagi dan tentunya masakan di rumah Luna sangatlah menggoda lidahnya. 

"Baiklah Luna," ucap Alice memyetujuinya. 

Keduanya pun bergegas menuruni anak tangga dan melangkah menuju ruang makan. 

"Hallo Alice," sapa Nyonya Debora saat melihat teman putrinya itu. 

"Hallo Bibi, apakabar?" ucap Alice. 

"Baik sekali Alice. Luna ayo ajak Alice sarapan bersama," ucap Nyonya Debora. 

"Baik Bu. Alice ayo makan, silahkan pilih lauk yang kamu suka," ucap Luna. 

Alice mengangguk dan segera mengambil beberapa macam lauk makanan yang sudah tersaji di meja makan itu. 

"Makanlah yang banyak," bisik Luna. 

"Pasti Lun, makanan di rumahmu selalu menggoyang lidahku," canda Alice tersenyum. 

Keduanya pun tertawa, dan akhirnya pagi ini Alice menikmati sarapan bersama keluarga Luna. 

avataravatar
Next chapter