webnovel

Laki-laki yang tidak punya hati

Nathan terbangun keesokan pagi dengan keadaan tubuh polos. Di sampingnya, Yunda terbaring dengan keadaan yang sama. Mereka sudah sering melakukannya, sehingga Nathan tidak terkejut sama sekali dengan hal itu.

"Akh …. Aku pasti melakukannya tanpa pengaman," gumam Nathan saat melihat sekeliling. Tidak ada sampah bekas bungkus pengaman biasa dipakainya. Namun, ia tidak masalah jika Yunda hamil. Mereka hanya perlu segera menikah untuk memberikan status pada anak mereka nanti.

Berkali-kali dibanjiri cairan hina milik Robert. Yunda sangat mengingat masa suburnya dan semalam adalah masa dimana ia sedang sangat subur. Menghindari kemungkinan terjadi kehamilan, ia membuka semua pakaian Nathan, dan membuat seolah-olah mereka telah berhubungan tadi malam.

Sharena tertidur dini hari karena ketakutan. Ia khawatir saat tertidur pulas, lalu Robert menerobos masuk ke kamarnya. Setelah matahari mulai bersinar, ia baru bisa tertidur pulas.

Meja rias dan meja belajar masih mengganjal pintu. Nathan mencoba membangunkannya, tapi Sharena terlalu mengantuk untuk membuka mata. Ia hanya meminta kakaknya untuk sarapan lebih dulu.

"Kakak akan pergi ke kantor setelah sarapan. Vlad belum bangun, nanti tolong dibangunkan juga," pesan Nathan.

"Hem …."

Nathan kembali ke ruang makan dan sarapan bersama Yunda. Wanita itu terus tersenyum cerah, wajahnya tampak bersinar dipenuhi kebahagiaan. Nathan ikut tersenyum sambil menatap leher Yunda yang dipenuhi tanda sisa keganasan Robert yang diyakini sebagai perbuatan Nathan sendiri.

"Kamu sangat senang. Apa karena kita tidak memakai pengaman tadi malam?"

"Ya," jawab Yunda dengan singkat.

"Apa kamu kesakitan? Sepertinya, aku terlalu berlebihan semalam," ucap Nathan sambil menuang segelas susu putih hangat untuk wanita itu.

Wanita rubah yang dengan tidak tahu malunya meminta laki-laki lain mengisi tubuh bagian bawahnya. Nathan yang selalu tidak bisa mengingat saat mabuk, membuat Yunda dengan mudah membodohinya. Ia menganggap semua tanda merah keunguan itu adalah tanda kepemilikan darinya.

"Tidak. Semalam adalah se*s terhebat yang pernah aku rasakan. Aku masih merasakan sisa-sisa kenikmatan tadi malam bahkan sampai aku terbangun pagi ini," jawabnya dengan senyuman lebar.

"Benarkah? Aku tidak tahu jika milikku bisa membuatmu seperti itu," kata Nathan tanpa merasa curiga sama sekali.

Gadis yang dilamarnya itu selalu terlihat polos dan baik hati. Tidak pernah terbersit dalam pikiran Nathan bahwa semua itu hanya kedok. Topeng putih yang menutupi betapa hitamnya hati Yunda.

Awalnya, wanita itu ingin pergi ke kamar Vladimir dan menjebak laki-laki polos itu. Namun, ternyata Vlad sempat terbangun saat Yunda dan Robert berbagi kehangatan di garasi. Vladimir mengunci pintunya, lalu kembali tidur.

'Sialan! Kalau saja aku bisa masuk ke kamar Vlad, pasti pagi ini terjadi kehebohan. Nathan akan memutuskanku dan Vlad akan menikahiku.'

Ia mengumpat dalam hati. Salah satu keinginannya masih belum bisa terwujud. Yunda ingin menikah dengan Vlad karena laki-laki itu tampan dan anak dari seorang pengusaha.

Sementara tunangannya, Nathan, hanya bekerja sebagai asisten manajer dengan gaji standar. Memang tidak mungkin kekurangan, karena dia bahkan mampu menyekolahkan adiknya. Namun, Nathan tidak bisa memberikan semua yang Yunda inginkan.

Dia pikir, akan lebih baik jika dia bisa menikah dengan anak seorang pengusaha. Robert adalah anak pertama sekaligus kakak tiri Vlad, tapi laki-laki itu sudah menikah dengan seorang pengusaha wanita asal luar negeri.

Robert tidak bersedia ikut dengan sang istri, karena ia ingin bebas bermain dengan para wanita di Indo. Setiap dua bulan sekali, Robert akan pergi ke negara dimana istrinya tinggal. Dan setiap bulan, sang istri mengirim uang untuk laki-laki itu.

***

"Vlad! Vlad!"

Tok! Tok! Tok!

Sharena berdiri di depan pintu dengan wajah panik. Tangannya terus menggedor-gedor pintu kamar tamu, mencoba membangunkan Vladimir yang tertidur pulas di dalam. Gadis itu terpaksa meminta para petugas keamanan dari rumah Rish untuk mendobrak pintu.

Gubrak!

"Vlad! Vlad! Bangun, Vlad!" Sharena menampar pipi Vladimir pelan.

"Engh …. Ada apa, Sharen?" Vladimir akhirnya terbangun. Sambil mengusap mata dan menguap, ia bertanya pada Sharena.

"Ibumu …. Ibumu … dia … meninggal," jawab Sharena dengan wajah sedih.

Langit seakan runtuh seketika menimpa tubuhnya. Vladimir mendecih pelan sambil tertawa aneh. Detik berikutnya, dia berteriak dan tangisnya pun pecah.

Satu-satunya keluarga yang ia miliki telah pergi. Vladimir merasa dunianya hancur. Lebih parahnya, dia tidak diperbolehkan untuk mengantar ke tempat peristirahatan terakhir.

Keluarga Rish tidak ingin orang lain melihat Vlad menangisi makan pelayan mereka. Para pelayat pasti bertanya-tanya siapa Vlad. Demi menjaga nama baik keluarganya, Nicole meminta dua petugas keamanan untuk memberitahu Vlad sekaligus menahannya agar tidak ikut ke pemakaman.

"Argh! Argh! …."

Vladimir terus menangis dan berteriak histeris. Sharena memeluk laki-laki itu dengan erat. Hatinya seperti tercabik-cabik mendengar Vlad hancur seperti itu.

"Tenanglah, Vlad. Aku akan selalu bersamamu," gumam Sharena dengan tangisan terisak.

Kedua petugas keamanan itu ikut prihatin terhadap kondisi Vlad. Mereka tahu bagaimana rasanya kehilangan orang tersayang. Mereka tidak menyangka, keluarga sang tuan tidak memberikan kesempatan kepada Vlad untuk mengucapkan kalimat perpisahan untuk yang terakhir kali.

"Tuan muda bisa pergi ke makam setelah tuan besar dan nyonya pulang dari sana," ujar salah satu dari petugas keamanan.

Sharena ikut merasakan kesedihan yang dalam. Apalagi, ibu Vlad sangat baik padanya. Sayangnya, nama wanita itu tidak boleh disebut sejak mereka pindah di samping rumah Sharena.

'Apakah batu nisannya juga tidak diberi nama?'

Pertanyaan itu menggelitik relung hati Sharena. Ia pernah bertanya pada Vladimir, tapi laki-laki itu juga tidak tahu. Sang ibu tidak pernah memberitahu namanya, karena itulah syarat jika ia ingin Vladimir mendapatkan nama belakang Rish.

Sore hari, semua anggota keluarga Rish berkumpul di ruang tamu. Vlad berdiri di samping ayahnya, di antara tajamnya tatapan Robert, ibu tiri, serta paman dan bibinya. Laki-laki yang masih dirundung kesedihan itu hanya menundukkan wajah dengan tangan mengepal di kedua sisi tubuhnya.

"Karena ibumu sudah meninggal, kami berencana kembali ke kampung halaman kita. Namamu akan dimasukkan ke dalam daftar keluarga sebagai anak kandung Josephine. Dengan begitu, kau bisa menjadi tuan muda kedua dari keluarga Rish," ujar Nicole.

Vlad terperanjat. Tidak! Dia tidak pernah menginginkan tahta sebagai tuan muda keluarga brengsek seperti mereka.

"Tch! Menjengkelkan sekali. Akhirnya, aku harus berbagi tempat di rumah ini denganmu," ketus Robert.

"Apalagi denganku. Aku harus mengakui anak pelayan rendahan itu sebagai anak kandungku. Mendengarnya saja sudah membuatku mual," sahut Josephine.

Brak!

"Diam kalian semua! Aku melakukan ini demi kalian. Jika saja Robert bisa diandalkan … apa kalian pikir, aku sudi menunjukkan wajah Vlad dihadapan semua orang?"

Entah terbuat dari apa hati Nicole. Anak yang sedang mereka bicarakan itu berdiri di ruangan yang sama dengan mereka. Namun, Nicole sampai berkata demikian di saat Vlad sedang berduka atas kepergian ibunya.

*BERSAMBUNG*