webnovel

FIRASAT SERTA TAMU KURANG AJAR

Note : Setting waktu di mulai sejak malam setelah Ijekiel menyusup masuk ke perpustakaan pribadi Athy. Kisah Lucas dan Tutor-nya secara lebih detail ada di Side Story Novel aslinya. Penulis sarankan untuk minimal membaca side story tersebut agar tidak bingung dengan hubungan ayah-anak antara sang Tutor dan Lucas.

***

Di dalam ruangan gelap, lebih tepatnya di kamar pribadinya di menara ini; Lucas tengah berbaring di tempat tidurnya. Ia masih ingat kejadian siang tadi di mana Ijekiel memasuki perpustakan pribadi Tuan Putri. Lucas masih ingat jelas perasaan kesal yang ia rasakan di dada. Aneh sekali. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Malas berpikir jauh untuk sekarang, ia memejamkan mata hingga tertidur.

Lucas terbangun lagi, namun ia sadar kali ini ia sedang bermimpi. Ia menghela napas pelan ketika bayangan masa lalunya kembali mengunjunginya. Kedua mata ruby-nya melihat dirinya yang dulu diabaikan dan ditelantarkan oleh kedua orang tuanya serta saudara laki-lakinya. Orang tuanya menatapnya tanpa iba ketika Lucas mengalami sakit hingga muntah darah sembari berteriak kesakitan. Begitu banyak kilas balik sampai dititik Tutor-nya bun*h diri di depannya. Masih di dalam mimpi itu; Lucas berjalan ke arah pintu emas cahaya yang tiba-tiba muncul. Itulah detik ketika ia merasa sesuatu yang fatal berubah dalam hidup-nya.

"…?!!!" Lucas terbangun dari mimpinya, merubah posisi menjadi duduk; lantas ia bisa melihat aliran 'Mana' di dalam tubuhnya terasa janggal.

"Hmmp," ia memiringkan kepalanya sedikit, nampak berpikir.

Tangan kanannya meraih laci, mengambil lencana keemasan peninggalan dari Tutor-nya dulu. Tidak banyak yang bisa dibaca dari ekspresi Lucas. Ia memasukkan benda itu kembali, berniat untuk tidur lagi dan mengabaikan banyak keanehan yang ada. Baru beberapa menit memejamkan mata, ia merasakan 'Mana' yang khas memasuki dimensi dunia ini. Bukan hal tabu serta ia sudah lama tahu bahwa menembus ruang dan waktu itu memungkinan untuk orang-orang tertentu. Hanya saja kenapa harus 'Mana' orang itu yang terasa?!

Amarah mulai merasuki dirinya. Ia tidak bisa menerima bagaimana sang Tutor yang pernah menganku-ngaku menganggapnya sebagai anak justru mengakhiri nyawa di hadapannya?! Apa itu tindakan seorang ayah?! Benar, 'Mana' yang ia rasakan adalah 'Mana' khas milik Tutornya yang bersurai panjang putih itu. Terbakar amarah, Lucas hendak berteleportasi untuk menemui sang penjelajah dimensi, guna menghajar penyihir tersebut. Namun terhentikan ketika kamarnya tiba-tiba dibuka paksa oleh para penyihir lain.

"Apa maksud ini semua, Lucas?!" tanya seorang penyihir kurang ajar bernama Arthur pada Lucas; tanpa ada rasa bersalah karena menggangu istirahatnya.

Lucas memang dikenal bersikap baik bila dihadapan umum. Beruntungnya beberapa sifat aslinya muncul ketika ia berada di dalam Menara, ketika menghadapi para penyihir lain yang tidak tahu tempat mereka. Lucas yang sudah memiliki mood jelek pun makin nampak murka. Ia turun dari tempat duduknya, meraih kerah baju Arthur sang penyihir dengan paksa; membuat Arthur mendadak nampak kecil nyalinya.

"Sudah berapa kali kukatakan untuk mengentuk pintu baik-baik sebelum memasuki kamarku?" ucap Lucas dengan nada mengancam. Ia melepaskan cengkeraman tangannya, masih ingin berteportasi ke tempat terakhir kali ia merasakan 'Mana' sang tutor terasa.

"J- jangan seenaknya hanya karena kau ternyata Pangeran dari Arlanta," ucap Arthur sang penyihir kurang ajar. Bila Arthur mengira Lucas seorang pangeran, kenapa masih berani mendobrak kamarnya? Perhatikan kata 'mengira'.

Waktu memang sudah berjalan lebih dari 200 tahun namun Lucas ingat dengan jelas siapa nama kedua bangsawan yang merupakan orang tuanya. Satu alis Lucas terangkat, menatap Arthur dengan pandangan penuh keheranan. Dengan nada cuek dan dingin serta sebal, Lucas berucap, "Jujurlah. Otakmu sejak kapan bermasalah sampai seperti berhalusinasi ini?"

Lucas ingin memberikan lebih banyak ucapan mutiara, hanya saja lagi-lagi rencananya terhalangi karena 'Mana' khas dari Tutornya tiba-tiba terasa. Silauan cahaya membuat Lucas terpaksa reflek menutup mata. Ketika ia membuka mata, ia sudah berada di ruang pertemuan yang berisikan Claude, Felix, Athanasia, sang Tutor serta seorang kesatria yang memakai logo lambang kerajaan Arlanta. Perasaan tidak nyaman yang Lucas dapati dalam mimpinya mulai bangkit kembali.

Tunggu. Ini tidak masuk akal, kan? Sang Tutor sejak kapan nampak akrab dengan sang prajurit Arlanta tersebut? Ini tampaknya bukan kali pertama sang Tutor yang harusnya sudah meninggal datang ke dimensi ini bila koneksi telah terjadi. Dari dimensi yang mana Tutor tersebut lahir? Lebih bagusnya lagi adalah Lucas tidak mau ada hubungannya dengan kegilaan ini! Ia mulai muak melihat gulungan sihir di tangan sang prajurit Arlanta. Ia tidak sudi mengikuti permainan busuk di mana ia harus pura-pura menjadi pangeran dari Negara tersebut!

"Lucas, duduklah," ucap sang Tutor pada Lucas; sebab lainnya menatapnya dengan pandangan terkejut tidak percaya.

Kalau tidak percaya ya maka tetaplah tidak percaya dan bela dirinya di sini! Lucas menatap sang tutor dengan paras murka, namun ia mulai menahan diri ketika namanya disebut oleh 'orang itu'. Orang yang selalu menjadi 'pengecualian' dalam hidup-nya. Siapa lagi kalau bukan sang Tuan Putri dari Obelia? Athanasia de Alger Obelia. Berusaha mengatur napas, Lucas kemudian duduk di kursi yang nampaknya disediakan untuknya.

Sang kesatria memberikan gulungan sihir kepada Claude dan Lucas secara bergantian, serta memberikan waktu untuk keduanya selesai membaca. Lucas bisa merasakan pandangan Tuan Putri terus mengarah kepadanya, namun demi 'tata karma bajing*n'; Lucas tetap membaca surat tersebut. Tekanan tidak hanya datang dari surat. Menit selanjutnya sang Tutor membisikkan beberapa hal pada Lucas, membuat Lucas merasa jauh dari kata nyaman. Hah? Firasat apa ini? Kenapa tiba-tiba Lucas seperti menjadi pusat cerita? Hei- jujurlah. Kenapa bisa begini?

Ucapan Claude memecah keheningan, "Pangeran Lucas dari Arlanta yang lama hilang sudah ditemukan. Gelarnya sebagai Penyihir Kerajaan kucabut saat ini serta dia bisa kembali ke Negara dia berasal dengan beberapa syarat. Penyelidikan tetap akan dilakukan."

Felix memberikan kertas serta tinta ke Claude, dilanjutkan Claude membuat sebuah keputusan yang bahkan tidak mau Lucas prediksi. Bagaimana mungkin lagi-lagi hidupnya bisa berubah secepat ini? Persetan dengan hasutan Tutornya, ia tidak bisa tinggal diam begitu saja! Belum lagi ia sempat bertindak; sudah ada hal lain yang membuat ia lebih terdiam.

"Pangeran, mungkin kita akan bertemu di akademi Arlanta," ucap sang Tuan Putri, nampak berusaha membiasakan diri memanggil Lucas dengan gelar tersebut.

Hei- ada apa dengan hidup Lucas tiba-tiba?!

"Tuan Putri-" Lucas kehabisan kata. Ia ingin mengeluarkan sifat aslinya namun masih terlalu banyak orang. Ia belum bisa melakukan hal tersebut sekarang. Pada akhirnya segara desakan serta pencopotan gelar-nya di Obelia; Lucas mau tidak mau menerima keadaan ini untuk sekarang. Ia benci para orang bangsawan, tidak sudi bila harus terus-terusan makin digolongkan dengan mereka. Hanya sang Tuan Putri yang tidak mampu ia benci.

***

Beberapa jam berlalu dengan terasa amat lambat. Kini Lucas berada di dalam kereta kuda bersama sang Tutor yang sempat amat ingin ia hajar. Lucas masih merenungkan segala hasutan atau ancaman dari sang Tutor untuknya. Heh. Lagi pula sejauh apa jarak Obelia dan Arlanta? Ia bisa menggunakan 'Mana'-nya untuk berteleportasi menemui Tuan Putri. Ck. Kenapa terus-terusan ia memikirkan wanita itu?! Ah, ya karena Tuan Putri terasa berbeda. Kembali ke topic 'Mana', ia masih harus mengumpulkan 'Mana'-nya; tidak bisa selalu bertindak sembarangan.

"Sekarang kau tampak seperti seseorang yang memiliki sesuatu dan takut kehilangan sesuatu," ucap sang Tutor yang pernah mengira bahwa selamanya bahkan sampai mati pun Lucas akan tetap tidak memiliki apa-apa; tidak akan pernah benar-benar merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Bukannya menjawab topic tersebut, Lucas membawa arah pembicaraan ke jalan yang lebih penting, "Katakan apa tujuanmu melakukan ini semua? Serta berhentilah mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal seperti tadi. Aku bukan pangeran Arlanta."

"Tentu saja kau bukan," jawab sang Tutor dengan nada mengejek sarcastic khas yang makin membuat Lucas merasa jengkel.

Lucas menutup kedua mata ruby-nya, kembali teringat di masa lalu bagaimana ia sering menolak ajakan sang Tutor untuk bermalam dan tinggal dengan keluarga baru sang Tutor. Lucas tidak bisa bersama mereka karena itu hanya akan membuat ia merasa makin terasing. Ia tidak pernah merasa salah dengan pilihannya saat itu; terlebih nyatanya ucapan menganggapnya sebagai anak hanyalah bualan belaka yang tidak bisa dibuktikan.

Kematian sang Tutor-asli dari dunia ini telah mengubah Lucas, membuat ia menjadi dirinya yang sekarang. Detik ketika segala hasutan dan ajakan dari sang Tutor-dimensi-lain memasuki indera pendengarannya; entah kenapa hatinya melunak di titik yang ia tidak sangka-sangka. Tidak bisa ia pungkiri bahwa kematian sang Tutor lah yang dulu mampu membuatnya menangis berhari-hari serta menolak makan dan minum. Sesekali mengalah seperti ini dirasa tidak apa-apa, kan? Semoga saja. D*mn.

***

Di salah satu kamar megah milik keluarga Alpheus, nampak Jennette tengah mengisi formulir untuk mengikuti akademi lanjutan di Arlanta. Awalnya ia sama sekali tidak ingin pergi ke sana, namun Ijekiel berkata bahwa Tuan Putri akan mendaftar ke akademi tersebut. Jennette yang mengingkan kedekatan dengan 'saudara'nya pun menjadi semangat untuk mendaftar. Ijekiel juga berkata akan kembali ke akademi tersebut karena ingin lebih mendalami mata pelajaran tertentu ke tingkat lanjut. Maka ini bisa dilihat betapa penuh semangat dan pengharapan dirinya untuk bersekolah di tempat tersebut.

Ia selesai mengisi formulir, menatap tulisannya dengan senyuman bahagia, "Sebentar lagi aku akan bertemu keluargaku."

Ia memeluk formulir tersebut beberapa menit, memasukkannya ke dalam amplop. Tangan kanannya membuka jendela, membiarkan sinar rembulan menerangi isi kamarnya; menyinari surat tersebut.

***

Di waktu yang sama dengan Jennette; di sebuah kamar khas Putri Raja sedang nampak sang Tuan Putri Athanasia mengisi formulir yang sama dengan Jennette. Tangan lentik Athanasia mengisi formulir tersebut dengan tegas dan cermat; berusaha konsentrasi dengan kegiatannya ini meski batin merasa kepergian Lucas terasa amat janggal dan dipaksakan. Athanasia selama ini sering berusaha terfokus untuk menyelamatkan dirinya, namun tidak dapat dipungkiri kalau Lucas juga sudah ia anggap sebagai teman.

"Sebenarnya ada apa dengannya?" gumam sang Tuan Putri sembari tidak menghentikan kegiatannya menulis.

Apakah Lucas lupa bila 'Mana' Athanasia terkadang tidak stabil dan selalu butuh Lucas awasi agar ia bisa selamat? Bagaimana bisa Lucas menyetujui keluar dari Obelia semudah ini? Di sisi lain titah Daddy-nya juga sangat mengambil andil dalam ini semua. Ia sudah dicarikan penyihir lain yang mampu membantunya menstabilkan 'Mana'-nya tetapi tetap saja terasa kurang? Entah kenapa ia merasa egois dengan menginginkan Lucas di dekatnya karena kemampuan yang Lucas punya, namun di sisi lain ia juga benar-benar menganggap Lucas sebagai temannya.

Athanasia berhenti menulis, merasakan kepanikan yang jarang ia alami. Kali ini Lucas tidak pergi untuk jalan-jalan, tetapi untuk menjalankan tugas sebagai pangeran. Aneh sekali menggap Lucas sebagai pangeran, ia merasa belum terbiasa. Walaupun demikian, Lucas akan tetap selalu berusaha di samping-nya dan membantu-nya, benar?

"Lucas anak nakal. Kau tidak akan benar-benar meninggalkan-ku begitu saja, kan?" tanya Athanasia dalam hening malam, menatap ke luar jendela

***

Arlanta merupakan nama salah satu kekaisaran. Arlanta dikenal memiliki sekolah terbaik sehingga banyak yang belajar ke tempat tersebut. Arlanta juga dikenal damai sampai kedamaian tersebut berubah setelah para anggota keluarga kerajaan 'de Alger Arlanta' mengalami sakit misterius. Satu persatu menemui ajal tanpa bisa ditahan. Tiga pangeran termasuk pangeran mahkota juga ikut kehilangan nyawa.

Keluarga kerajaan yang melemah pun mendapatkan serangan politik sengit dari pada bangsawan yang bahkan nampak ingin melakukan pemberontakan. Harapan mereka hampir punah, sampai sosok penyihir berambut putih tersebut muncul dengan gulungan surat sihir; memberikan mereka harapan baru. Harapan baru atau kepalsuan baru; mereka tidak memiliki banyak pilihan lain sehingga perjanjian pun dilakukan.

***

Kereta kuda yang Lucas dan sang Tutor berhenti. Lucas bersiap turun, tetapi mood-nya kembali makin menurun karena lagi-lagi keinginan turun saja terhalangi. Penghalang tersebut adalah deklarasi dari sang Tutor; yang seolah-olah telah tahu segalanya.

"Aku yang lain telah gagal untuk menjadi ayahmu, Lucas. Aku ke sini ingin menyelamatkanmu dari kerakusan seseorang yang tidak tahu cara berterimakasih dengan benar," ucap sang Tutor yang justru turun duluan mendahuli Lucas.

"Jangan bertingkah kau tahu segalanya," sahut Lucas; menduga yang Tutor-nya maksud adalah para penduduk Obelia serta pemerintahannya. Bila Lucas tidak membunuh para pemimpim korup Obelia sebelumnya, kemungkinan besar rakyat Obelia akan masih tetap menderita. Toh sebenarnya itu bukan tujuannya; hanya mereka beruntung saja mendapatkan efek yang bagus dari tindakannya.

"Aku akan tetap tahu lebih banyak darimu. Umurmu sekarang saja masih seperti bayi botak baru lahir bila dibandingan dengan umurku," jawab sang Tutor tidak mau kalah.

Lagi-lagi jawaban itu! Lucas berusaha sabar dan berharap tekanan darahnya tidak naik karena tingkah sang Tutor. Selanjutnya apa lagi setelah ini? Lucas berjalan memasuki lorong-lorong istana, mengabaikan sambutan para pelayan dan prajurit. Ia lebih terfokus untuk memikirkan kapan waktu yang tepat untuk keluar dari tempat tersebut. Setelah ia merasa sudah cukup 'balas budi' pada sang Tutor. Ia tidak akan berlama-lama.

***

Bersambung

Next chapter