webnovel

Perkenalan

Cklek.

Kedua putra Pak Bagaskara langsung menoleh serentak ke arah pintu. Ditatapnya datar Kakak tertua mereka dan gadis asing yang mengekor di belakangnya.

"Bang, dia perempuan yang ayah janjikan?" Bara, putra kedua Pak Bagaskara itu memicingkan matanya menatap gadis asing yang dibawa abangnya itu.

Samudera, si abang tertua hanya mengangguk pelan, ia hanya menghela napas melihat kedua adiknya yang tengah menatap gadis itu lekat-lekat, memperhatikan setiap inci dari tubuh gadis itu.

Karena tentu saja mereka berharap pelayan yang ayah mereka kirim itu super cantik dan sexy.

"Selera ayah sangat kacau. Lihat saja, dadanya kecil, dan wajahnya seperti anak SMA." si bungsu, Elang menggerutu kesal.

Bayangan gadis sexy bak super model hilang sudah dari angan-angannya.

"Setidaknya dia cantik, dan terlihat lugu. Gue suka." Sahut Sam dengan entengnya.

Bara hanya tersenyum sinis sambil terus memperhatikan gadis itu.

"Woy, siapa nama lo?" Tanya Bara,

Melati menatap Bara ragu, namun akhirnya ia menjawab pelan, "Melati."

"Berapa umur lo?" Tanya Bara penuh selidik.

"Dua puluh lima."

Bara membelalakan matanya kaget.

"Weh, dia seumuran Bang Sam, gue kira dia masih bocah!" pekik Bara.

Elang memandang Melati dengan penuh minat. Tidak buruk, dia memang cantik. Kulitnya putih mulus dan terlihat lembut. Jelas terlihat jika Melati merawat dirinya dengan baik.

"Lebih tua ya? Hm, lumayan juga. Tapi, hey Mel, kenapa lo kelihatan takut gitu? Tatapan lo itu bikin gue tersinggung! Lo pikir kita ini orang jahat apa gimana?" Elang menatap gadis itu tajam.

Gadis itu seperti patung. Dia hanya menunduk dan sesekali mencuri pandang ke arah putra-putra Pak Bagaskara itu.

Jelas dia terlihat takut.

"Udahlah, ayah bilang dia ini perempuan baik-baik. Jadi wajar kalau dia terlihat kikuk begitu. Jangan  gitu amat ngeliatinnya!" Sam menarik tubuh gadis itu dan mendudukkannya dengan paksa di salah satu sofa.

Mendengar cerita dari sang ayah, Samudera sedikit kasihan pada gadis itu. Gadis malang. Tapi, ia menyukainya. Cantik dan manis, sesuai seleranya. Karena itu dia tidak terlalu memusingkan keadaan gadis itu, asal gadis itu bisa bersamanya.

"Cih. Perempuan baik gak akan mau jadi pelayan kita!"

Gadis itu tertegun mendengar ucapan Bara, pria bertampang manis yang duduk di sebelahnya.

Tanpa bisa dia cegah, setetes air matanya jatuh begitu saja. Untuk pertama kalinya, kata merendahkan seperti itu ditujukan pada dirinya. Tapi dengan cepat gadis itu menekan perasaannya. Dihapusnya air mata itu dengan cepat.

"Ra! Jaga omongan lo!" bentak Samudera.

"Kenapa? Dia cuma pelayan murahan yang ayah kirim untuk kita. Jadi ngapain gue jaga ucapan di depan dia?"

"Ra, lo gak percaya sama gue? Kalo gue bilang dia baik, ya baik! Ngerti lo!" tegas Samudera.

Semua orang terdiam. Jika sang kakak tertua sudah meninggikan suaranya, maka tidak ada yang berani membuka suara setelahnya.

Samudera sangat menyayangi kedua adiknya, jarang sekali pria itu meninggikan suara pada mereka.

Karna itulah mereka semua terdiam saat Sam bersikap seperti itu.

"Nggak apa-apa, aku gak masalah seperti apapun tanggapan kalian ke aku. Kalian adalah tuanku, jadi lakukan saja apapun yang kalian inginkan. Nggak masalah kalau kalian menganggapku murahan, atau apapun itu. Kenyataanya memang aku di sini untuk melayani kalian." tutur lembut sang gadis.

Ketiga pria itu menatap lurus-lurus ke arah Melati.

Cukup lama mereka terdiam, hingga salah seorang dari mereka kembali membuka suara.

"Hei, lo masih perawan?"

Mendengar pertanyaan itu, Melati langsung merengut. Kembali hatinya terasa nyeri bak tersayat pisau.

"Tentu saja aku masih perawan." Ketusnya.

"Yakin? Wah. Ini pertama kalinya gue nemu cewek yang masih perawan di usia lo itu. Sepertinya lo emang beda." sloroh Bara sambil menatap lekat-lekat mata Melati.

Gadis itu hanya tersenyum miris.

"Udah gue bilang kan, dia itu beda!" sahut Sam kesal.

"Jadi gimana Bang? Atur jadwal aja apa gimana nih? Gak mungkinkan dia bareng kita bertiga bersamaan?" Elang melangkah mendekat dan duduk berhadapan dengan Melati.

Samudera menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan seraya berfikir.

"Gimana kalo per orang seminggu? Gantian sampai kontraknya selesai, lo bisa minta dia lakuin apapun selama itu wajar." Usul Sam,

Keduanya langsung mengangguk tanpa banyak berfikir.

"Mel, kamu bisa milih urutannya." Kata Sam pelan,

Melati menggeleng cepat, baginya sama saja.

"Kalian saja yang putuskan!" sahutnya  pelan.

"Bang, gimana kalau menurut umur aja? Biar adil," Elang menyandarkan badannya pada punggung sofa.

Bagi Melati, tidak ada bedanya dengan siapapun dia nantinya. Mau pertama, kedua, ketiga, sama saja.

Sam menatap gadis itu lekat-lekat.

"Gimana Mel, ga masalah?" tanyanya datar

Melati mengangguk pelan.

"Kamu bisa mindahin barang-barang kamu ke kamarku!" Kata Sam sebelum beranjak.

Kamar?

Melati menyusul Sam dan menghentikan langkah pria itu. Dia masih tidak mengerti dengan arti ucapan Sam. Apa dirinya akan sekamar dengan pria itu?

"Kenapa ke kamar Tuan? Maksutku, apa aku tidak punya kamar sendiri?"

Sam menatap Melati datar.

"Aku mau, kamu dua puluh empat jam ada di dekatku. Aku terlalu malas melakukan apapun jadi, ada baiknya kamu sama aku!"

"Tapi tidurnya?" Tanya Melati dengan polosnya.

"Sendiri-sendirilah! Kamu mau tidur bareng?"

Melati langsung menggeleng cepet dengan keringat dingin yang entah dari mana asalnya membasahi keningnya.

"Ada sofa besar di kamar. Sementara kamu tidur dulu di sana. Besok aku beliin kasur!" Setelah mengatakan itu,  Sam langsung beranjak menuju kamarnya.

Melati sendiri langsung berjalan enggan menuju ruang tamu untuk mengambil barang-barangnya.

Ingin rasanya dia berlari pergi meninggalkan rumah mewah itu, tapi ia sudah menggunakan uang dari pak Bagaskara untuk melunasi hutang-hutangnya.

Tidak ada jalan untuk kembali, jadi ia jalani saja apa yang ada di hadapannya.

Melati mendorong pelan pintu kamar Sam, pria itu tengah rebahan di bed king size miliknya sambil mengotak-atik handphone-nya.

Melati tersenyum tipis,

Sam itu sangat tampan, ia juga tinggi, tegap, dan suaranya sangat maskulin.

"Masuk saja!" Celetuk Sam tanpa menoleh ke arah Melati.

Melati melangkah pelan memasuki kamar Sam. Matanya tidak bisa berhenti menilik setiap sudut kamar itu. Bukan hanya luas, kamar Sam juga sangat bersih, wangi, dan indah.

"Hanya itu?" Celetuk Sam,

"Apa?"

"Bawaan kamu, cuma itu?"

Aku menunduk melihat tasku. Aku memang tidak membawa banyak baju. Aku akan membelinya nanti, lagipula, uang dari Pak Bagaskara asih banyak.

"Bersihkan dulu badanmu, setelah itu kemarilah." Sam melirik sekilas ke arah Melati, kemudian ia kembali fokus pada layar handphone-nya.

Melati terdiam, namun tak lama kemudian, ia menenteng tas nya dan membawanya ke dalam kamar mandi.

Next chapter