1 BAB 1: KUPOTONG HABIS

😸 Hai! Ren mau ngeluarin draft FF-nya lagi nih! Cuma 6 Bab dan langsung TAMAT.

"Tidak masalah menjadi kekanak-kanakan. Karena aku sudah mengenalmu sejak dulu. Dan akan kugenggam hingga kau benar-benar dewasa bersamaku."

[Mile Phakphum Romsaithong]

___ The Lecturer

***

Pagi. Kalau tiga tahun lalu seorang Mile akan bangun kapan pun seenaknya, maka beda lagi dengan sekarang. Dia bukan lagi mahasiswa yang sering menganggur atau tukang sebar-sebar feromon cinta kepada teman seangkatannya.

Waktu adalah misteri. Dan hal itu sudah merubahnya. Kecuali pada satu hal, yaitu eksistensi Apo. Kekasih satu-satunya yang masih belia. Ah, tidak juga sih. Dia sudah Senior High School kelas 2 sekarang.

💌 Maaf, Nong. Semalam sedang mengoreksi jawaban para mahasiswa. Jadi, aku langsung tidur karena capek. Tidak jadi ke tempatmu.

💌 Aku benar-benar minta maaf.

Yang semula senyum-senyum, Mile jadi menghela napas panjang. Chat-nya tidak dibalas sejak setengah jam lalu. Dia menggaruk kepala. Bingung baru bangun tidur sepagi ini.

Angka 05:03 a.m tertera jelas di pojokan ponsel, dan layar laptop masih menyala terang. Belum mati dari tadi malam. "Ah ... mungkin dia masih tidur," katanya pelan.

Ponsel di-charge. Laptop dimatikan. Namun, baru saja Mile mau masuk kamar mandi, ponsel sudah mengeluarkan bunyi notifikasi chat masuk.

Dari keset, Mile langsung putar balik ke dinding stop kontak. Pola kunci ponsel digeser tiga kali sangking semangatnya. Salah, geser lagi. Salah, geser lagi. Salah, geser lagi baru benar. Dikiranya dari pacar kesayangan, ternyata dari Prof. Jeje.

Chat dari Apo tetap belum ada.

💬 Mile, ini saya. Maaf kalau saya ganggu kamu pagi-pagi begini. Saya ada permintaan, selama dua hari ini, kelas saya tolong kamu isi ya. Saya ada halangan. Hari ini saya harus ke pengadilan untuk membereskan masalah rumah tangga dengan istri. Tolong ya.

"Ya ampun, kukira apa," desah Mile. "Tapi kasian juga Profesor. Bisa-bisanya seumur dia digugat cerai. Ada-ada aja."

💬 Iya, Profesor. Saya usahakan.

Ponsel di-charge lagi, Mile lalu menyeret kaki ke kamar mandi. Mood menjadi berantakan karena kenyataan tadi memang di luar ekspektasi.

"Missed call sampai lima kali," gumam Mile. "Kuharap dia tidak cemberut hari ini."

Ratusan butir air shower menghujani dirinya setelah itu.

Pukul 06:30 a.m. Ponsel yang sudah di-charge penuh tergeletak di atas meja makan mini. Tepat di samping secangkir kopi hangat dan kotakan fastfood pesan antar.

Mile berdiri di depan cermin lemari setinggi badan dan menyimpulkan dasi. Sudah rapi. Sudah wangi parfum dan deodoran mahal. Tapi tak lama kemudian terdengar bunyi memalukan dari perutnya.

Kruuuk~

Seketika mood bagus kembali hilang.

"Ck. Iya-iya aku sudah selesai. Dasar tukang protes," dumalnya pada perut sendiri. Memang unik, tapi itu sudah jadi kebiasaan karena bertahun-tahun hidup merantau di Huahin sendirian.

Duduk. Mile hampir membuka sendok plastikan, mendadak notifikasi bernada khusus bunyi.

"Dia online?"

Ponsel dibuka seketika. Memang iya, itu adalah Apo. Mile tak mau lagi tertipu. Jadi, dia baru saja mengganti nada notifikasi sang kekasih.

💌 Iya. Aku tidak apa-apa.

💌 Hanya ingin mengingatkan. Nanti setelah mengajar, Hia akan mengosongkan jadwal, kan? Hia katanya mau menemaniku ke galeri seni.

Mile tersenyum tipis.

💌 Iya, Nong .

Belum ada lima detik balasannya sudah muncul di layar

💌 Kalau sampai tidak datang, nanti kutinju ... Magnum yang di bawah 😡

Seketika Mile pun tertawa. "HA HA HA HA HA!"

💌 Iya ... Iya ... Iyaaaaaa, Noooonnng.

Chat terbaru hanya dibaca. Tanpa balasan.

Mile tahu kenapa anak itu agak memaksa hari ini. Sebab kalau melihat kalender meja, tanggal 17 Januari memang sudah ia tandai dengan spidol merah setahun lalu.

Notabene yang tertulis cukup singkat: Our Third Anniversary. Happy Sweetversary for us.

Sejak seminggu lalu sang kekasih sudah memintanya memeriksa jadwal kuliah. Janji-janji penting dan lain sebagainya harus dibatalkan, katanya. Padahal biasanya Apo tidak suka melakukan hal ribet semacam itu. Penasaran sedikit membuatnya memeriksa alarm kegiatan di kalender ponsel.

Ahh, Nong. Pakai alasan minta ditemani ke galeri. Minta kencan langsung seperti biasa apa susahnya? Pikir Mile. Yah, bisa dibilang Mile sudah terbiasa dengan tingkah Apo. Jadi, biarlah. Kadang-kadang sifat seperti itu justru menggemaskan baginya.

💌 Tapi jika terlambat sedikit, Magnum-ku takkan ditinju kan?

Balas Mile. Mendadak ingin mengusili.

💌 Justru akan kupotong habis 🤬

Balasan terbaru membuat Mile sampai terpingkal-pingkal.

"Astaga anak ini ... HA HA HA HA HA... Dasar gila..."

Apo mendengus. Teman sekamarnya di asrama, Bible pun menoleh heran.

"Kenapa lagi, Apo? Kau terlihat sedih sekali?" tanya Bible.

Apo melempar ponsel begitu saja ke atas kasur. "Tidak. Hanya sedang jengkel saja," jawabnya asal-asalan.

"Jengkel? Kepada siapa memangnya?" tanya Bible lagi.

"Orang gila yang sedang kehabisan obat," jawab Apo dengan nada meninggi.

"Oh ... pasti Phi Mile, kan?" tebak Bible.

"Bukan! Kubilang hanya orang gila, Bible!" tegas Apo lagi. Dia lalu berjalan dengan langkah menghentak. Persis tentara di perbatasan negara. Masuk kamar mandi. Banting pintu.

BRAKH!!

Bible hanya tersenyum tipis. Terbiasa menghadapi Apo, dia bisa mengerti kalau teman sekamarnya sudah seemosional itu.

BRAKHHHH!

Mendadak pintu kamar mandi terbuka lagi. Dan Apo buru-buru keluar dengan kaos terbalik asal-asalan.

"Tunggu, kenapa keluar lagi?" tanya Bible penasaran.

Apo langsung menyasar handuk di gantungan dan putar balik ke lamar mandi.

"Tidak! Hanya ingin meninju handuk ini! Kenapa tadi tertinggal? Arrghh!

BRAKHHH!!

Bantingan pintu edisi tiga. Tawa Bible pun pecah seketika.

"HA HA HA HA HA. Astaga, Apo ... Apo ... seperti gadis datang bulan saja."

avataravatar
Next chapter