1 Pertama kali melihatmu

Rapat osis. Dua minggu sebelum semester baru dimulai.

...

Raiga POV

"Hah, Jadi apa? Duh, mana bisa ... Lagian yah, yang ngadain acara kan bukan aku."

Aku mengeluh sepanjang rapat osis berlangsung. Mereka dengan seenaknya mengajukanku sebagai panitia penanggung jawab acara penyambutan siswa baru tahun ini. Bagaimana mungkin bisa aku terima. Sementara aku hanya berpangkat anggota biasa bukan ketua atau wakil ketua osisnya.

"Yang ngadain acara juga bukan kita ya, Rai. Tapi sekolah. Lagipun, kalo bukan kamu siapa lagi. Ketua sama wakil ketua osis kan mau nyiapin acara camp. Gak mungkin mereka bisa handle semuanya ... Ayolah. " ucap si nenek sihir Fiya.

Entah kenapa Fiya hari ini sangat menyebalkan, dia mengajukan namaku dan konyolnya langsung di setujui semua anggota dirapat ini.

"Sekali ini aja, Rai. Acara acara biasanya, kan, selalu aku yang pegang. Apa salahnya sih kalo yang satu ini kamu yang urus. Lagipula, yang bantuin kan banyak. Tugasmu juga gak cape cape amat. Cuma mastiin semua berjalan dengan lancar dan terorganisir." seru Ferian sang ketua osis.

Ah, semua yang duduk dimeja rapat kini memandangku dengan aneh. Akhirnya mau tak mau aku iyakan usulan mereka.

"Yaudah, oke. Tapi awas ya, setelah acara ini gak ada acara acara lain yang mesti aku pegang lagi." aku bicara lantang sembari menunjuk nunjuk pulpen yang kupegang ke arah si ketua.

"Iya dah iya ... Selama yang ini mau kamu pegang. Aku udah sangat berterimakasih. " ucapnya dengan menyatukan kedua tangannya di dada.

Rapat pun diakhiri setelah semua rangkaian acara di susun, hanya tinggal menunggu hari H. Saking banyaknya hal yang harus dipersiapkan aku bahkan pulang hampir tengah malam.

Jalanan sejauh aku lalui tampak sepi dan horor. Sampai aku melihat beberapa orang tampak berkerumun di trotoar. Terlihat pula seseorang diantara mereka sedang di keroyok habis habisan.

Karena aku tak mau ikut terlibat. Aku memutuskan untuk berbalik arah selagi sempat. Aku memelankan laju motorku dan bersiap memutar. Tapi, melihat seseorang yang sedang dipukuli itu hatiku tiba tiba tergerak.

"Tolongin nggak, yah" Aku bertanya pada diri sendiri.

Pada akhirnya, dengan sedikit keberanian aku pergi ke arah mereka. Lagipula, aku punya sedikit bekal karate. Tidak buruk jiga aku praktekan pada preman jalanan.

Aku memarkir motorku di bahu jalan tak jauh dari jarak mereka. Orang yang malang itu terlihat dipegangi oleh dua orang dan dihajar oleh seorang yang lain yang bertubuh lebih besar.

Huh, ayolah Rai. Kali ini jangan jadi pengecut!

Aku berlari kearah tiga preman jalanan itu dan berteriak dengan lantang. "Berenti kalian!."

Tapi mereka sama sekali tidak menghiraukanku, menengok pun tidak. Memang kurang ajar.

Aku mengepalkan tanganku lalu memukul orang yang berperawakan paling besar. Dia langsung terjungkal dan terlihat kaget saat melihatku. Salah sendiri karena mengacuhkanku tadi.

Wajahnya marah dan seolah tidak terima, dengan tangan yang terkepal dia mengambil ancang ancang untuk balas memukulku. Tapi, aku tak mau babak belur dengan percuma. Aku akan menggunakan otakku kali ini.

"Eit!." aku menahannya sebelum dia sempat mendaratkan pukulan. "Aku udah nelpon polisi. Kalo kalian masih disini dan lebih milih mukulin aku, kalian mungkin bakal ketangkep. Tapi, lain cerita kalo kalian milih buat kabur. Itu terserah kalian. " kataku dengan penuh percaya diri berharap mereka percaya.

"Haha .. Lu pikir gua bego? Oke kita liat kapan polisinya dateng. Gua bakalan nunggu dengan senang hati." sahut si pria besar sembari menyunggingkan evil smirknya.

Sial, mereka tidak percaya. Kalo aku mulai perkelahian. Aku mungkin akan babak belur nanti. Tapi, mau bagaimana lagi. Karena polisi tidak mungkin akan kebetulan lewat di jalanan sepi tengah malem begini.

avataravatar
Next chapter