1 Prologue: Kebutuhan Batin

Suara erangan yang terengah-engah, terdengar menggema di seluruh ruangan yang luas. Gerakan syahdu bertempo terlihat saat seorang pria dan pasangannya terpantul dalam remangnya sinar rembulan yang ada di balik tirai yang berkilauan.

Tidak seperti pria pada umumnya, dia bahkan tak mengeluarkan suara desahan nafas meskipun dirinya melakukan semua aktifitas panas dan peluh dari keringatnya tampak menetes. Sebaliknya, teriakan wanita di bawahnya terdengar dengan jelas, seolah ia ingin pamer dan menunjukkan betapa dia menikmati setiap serangan yang ada.

Este, harus berdiri di sudut ruangan sambil menahan napas karena suara desahan berulang yang terus terdengar di setiap detiknya. Hal itu jelas mulai membuatnya merasa cukup kesal ketika dirinya diminta untuk tetap berada di sana.

"Tolonglah, jangan melakukan itu secara berlebihan. Diriku merasa mual harus mendengar segalanya"

"Kau padahal bisa memanggil diriku kalau semuanya sudah selesai. Ini adalah hal yang cukup mengganggu bagi seseorang yang harus berjaga demi tugas."

Batinnya merasa begitu berat. Dia mengutuk kedua insan itu akibat hal yang mereka lakukan di sepanjang malamnya. Este merasa muak melakukan ini semua.

Wanita itu mengenakan pakaian yang menggoda. Sedangkan dirinya hanya mengenakan kain tebal dengan tambahan kapas di balik setelan kerjanya. Bau ruangan aneh terasa sungguh mencekik tenggorokannya.

"Apakah mereka sudah berakhir?" gumamnya

Gerakan pria itu berhenti. Lalu dari pandangannya kemudian dia tampak jatuh pada tubuh wanita di bawahnya. Pria itu terlihat di dalam kain tebal saat cahaya redup.

Tanpa punya waktu untuk bersiap, tirai ranjang yang menutupi sisi ruangan yang sebesar taman bermain, bergeser dengan cepat. Sosok penampakan terlihat muncul dengan sendirinya. Pahatan tubuh yang sempurna dan otot yang kencang.

"Oh, sial! Tidak peduli seberapa menarik pemandangan ini, kalian seharusnya tetap menutupinya. Oh, diriku merasa begitu malu!" kutuknya dengan suara lirih.

"Yang Mulia, mau kemana? Ahh, malam ini masih panjang." wanita itu terdengar menjerit dengan nafas tersenggal.

Dia pasti seorang wanita yang punya kekuatan fisik yang besar. Tidak seperti kebanyakan wanita umumnya yang biasanya pingsan di akhir permainan, wanita itu tampak merengek dan berjuang untuk membawa pria bangsawan itu kembali ke sisinya.

Pria itu tak mendengar dan tetap menuju ke kamar mandi. Tubuhnya bahkan masih terekspos ke udara tanpa satu helai benang yang melapisinya.

Dia melihat wanita itu dengan tatapan yang sama. Sosok yang masih berdiri di sudut. Kini dia melayangkan suaranya ke udara, "Suruh dia keluar."

"Ya aku harus. Aku sudah menunggu di sini berjam-jam untuk melakukan itu," batinnya mengutuk.

"Ya, Yang Mulia," ucapnya dengan menunjukkan rasa kesopanan yang masih tersisa.

Setelah menyalakan lentera di kamar atas seperti yang diperintahkan oleh pria yang tampak menusuk dengan tatapan pisau yang mengiris, Este tiba-tiba mendekati tempat tidur. Dia menyerahkan sebuah gaun kepada seorang wanita bertubuh tinggi, yang masih tampak polos dan hanya ditutupi oleh selembar kain tipis.

"Menampar!"

Este tiba-tiba ditampar tepat di wajahnya, tapi dia tidak tahu kesalahan macam apa yang telah dilakukannya. Dia bingung dengan wanita yang menamparnya seolah dia telah menunggu saat ini ketika pria itu menghilang ke kamar mandi. Namun, sebagai orang yang mengenyam pendidikan, dia tetap mengulurkan gaun itu lagi tanpa mengubah ekspresinya.

"Kamu harus meninggalkan ruangan ini sebelum Yang Mulia keluar. Tolong bangun," sahutnya.

"Kamu lancang! Siapa yang ingin aku tinggalkan? Diriku akan menunggu sampai Yang Mulia keluar. Minggir!" balasnya dengan perasaan marah.

"Yang Mulia benci jika perintah darinya tidak dipenuhi. Maukah kau pergi, atau aku harus memanggil pelayan lain?" sebutnya.

Wanita yang duduk di tempat tidur itu dengan rambut coklatnya yang tergerai sampai ke pinggangnya, bangkit dengan sikap dingin. Dia langsung mengambil gaun tersebut saat Este berbalik dan menatapnya menuju pintu keluar.

"Pada hari aku menjadi selir Yang Mulia secara resmi, diriku tidak akan pernah melepaskan dirimu, jadi sebaiknya kamu bersiap-siap!"

Setelah melihat sosok sensual wanita itu menghilang dengan gaun yang dibawahnya, Este dengan cepat membuka pintu dan memanggil pelayan pangeran yang menunggu.

"Sudah sekitar lima menit sejak Yang Mulia pergi ke kamar mandi. Aku akan mulai membersihkan tempat tidurnya."

Este berbicara terus terang kepada pelayan yang melirik ke belakang viscountess. Saat pelayan berseragam rapi dengan cepat menuju ke kamar mandi untuk menarik bak mandi pangeran, Este mulai bekerja dengan kecepatan yang luar biasa.

Dia buru-buru membuka jendela untuk menghilangkan bau aneh di ruangan itu. Saat dirinya melepas seprai lama, dia segera mengambil seprai baru dari lemari dan menggantinya secepat kilat, tanpa sadar keringatnya bahkan menetes.

Pintu kamar mandi terbuka dan kali ini pria itu keluar dengan penampilan yang pantas. Saat melihat itu, Este menghela nafas lega. Dia menggulung sprei bergaris sembari menundukkan kepalanya, dan melangkah kembali ke arah pintu.

"Ambilkan aku teh," perintah dari pria itu.

"Baik, Yang Mulia," balas Este dengan santun.

Laki-laki itu memerintah pada Este yang hendak keluar kamar dengan sprei, seakan tak berniat menunggu pelayannya yang belum keluar dari kamar mandi. Este tahu bahwa perintah itu harus segera dilakukan, tetapi dia tengah membawa sprei di tangannya, meminta izin dari tuannya.

"Bolehkah aku memasang seprai ini terlebih dahulu?" tanya gadis ini.

"Aku tidak keberatan, tapi bukankah kamu akan merasa malu nantinya?" balas Yang Mulia.

Ekspresi pria itu sedikit berubah ketika dirinya dengan hati-hati mengambil sprei dari tangan Este dengan sikap yang antusias seolah tengah menunjukkan semangat kemanusiaan. Ketika Este melihat matanya melirik tanpa suara, dia segera membuka pintu dan mengganti seprai tersebut. Kemudian, dia dengan cepat melangkah pergi mendekati serangkaian peralatan teh yang berada di sudut ruang tamu untuk menyiapkan teh yang diminta pria itu.

Usai berhubungan badan yang dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu, pria itu suka menikmati teh herbal. Oleh karena itu Este dengan cepat menyeduh teh dan menaruhnya di atas meja. Pria yang dengan santai mengenakan pakaiannya itu duduk dengan nyaman di sofa. Kini ia berdiri untuk mengambil gelasnya.

"Sial, ayolah! Gaunnya akan segera lepas. Uh-huh, tidak bisakah kamu menjauhkan kakimu?"

**To Be Continued**

avataravatar
Next chapter