webnovel

Ketua Baru Paviliun Luofeng

Qian Xun dan pengawalnya, Chang Pu berjalan menaiki tangga menuju pintu Paviliun Luofeng. Qian Xun mengenakan jubah hitam begitu juga dengan pengawalnya, membuat mereka berjalan dengan terlihat sangat tampan dan mempesona. Tapi tentu saja tuannya terlihat lebih tampan. Sebagai mana yang diketahui semua Abadi, Qian Xun adalah Dewa paling tampan di Alam Langit. Kepergian kali ini sangat mengecewakan beberapa Dewi yang menyukainya.

Kini Qian Xun dan Chang Pu telah sampai di depan pintu. Mereka disambut dengan baik oleh penjaga pintu Paviliun Luofeng. Setibanya di dalam, mereka bertemu seorang Dewa tua yang sudah bungkuk. Ia berjalan dengan tongkat sambil batuk-batuk.

"Salam hormat, Yang Mulia Qian Xun."

"Salam hormat, Dewa Liao Bo."

Ketiganya saling menghormat.

"Silahkan, Yang Mulia Qian Xun."

"Aku dengar, Dewa sedang tidak sehat." kata Qian Xun sambil berjalan dengan mereka.

"Ah... bukan apa-apa. Sebenarnya, itu hanya alasan untuk mengundurkan diri."

"Ow, begitu rupanya."

"Silahkan, Yang Mulia." Dewa menunjukkan ruangan Qian Xun.

"Apakah Dewa akan meninggalkan Paviliun Luofeng?"

"Tidak. Aku akan beristirahat di sini. Paviliun Luofeng adalah rumah ku. Aku tidak akan ke mana-mana."

"Baguslah kalau begitu. Qian Xun merasa senang jika Dewa tetap di sini. Dengan begitu Qian Xun bisa berguru pada Dewa." goda Qian Xun.

"Huuhhh siapa juga yang mau jadi gurumu." balas Dewa Liao Bo cuek.

"Baik, baik. Qian Xun mengerti."

"Sekarang, aku sudah tua. Sudah saatnya bagi yang muda untuk berkarya. Aku percayakan Paviliun Luofeng padamu, Pangeran Qian Xun."

Liao Bo menepuk-nepuk pundak Qian Xun.

"Oh yah, Dewa Liao Bo. Aku ingin bertanya, diamana letak kolam mata air panas Paviliun Luofeng? Katanya, dapat menekan hawa dingin." tanya Qian Xun.

"Ikuti aku." Dewa Liao Bo menunjukkan jalan.

Tak lama kemudian, mereka telah tiba di sebuah ruangan yang sangat luas dengan kolam mata air panas di tengah-tengahnya. Nampak kabut putih yang menyelimuti kolam membuat kolam air panas ini terlihat indah dalam suasana tenang.

"Sebenarnya, beberapa hari yang lalu sebelum kau datang, Ayahmu, Kaisar Langit telah datang menemuiku."

"Ayah Kaisar?"

"Betul. Dia menceritakan tentang hawa dingin yang ada dalam tubuhmu. Dia memintaku untuk menjagamu selama kau disini."

"Benarkah? Terima kasih banyak, Dewa Liao Bo."

"Mmmm... Tidak usah sungkan denganku. Panggil saja aku 'Paman'. Kedepannya, Paviliun Luofeng akan menjadi rumahmu."

"Ah... Baiklah, Paman."

Qian Xun merasa senang seolah mendapatkan keluarga baru.

Sementara itu, Dewa Takdir, A Heng sedang duduk sendirian meminum arak dengan wajah sedih. Ia pun mulai berbicara sendiri.

"Dasar Qian Xun, setelah berteman begitu lama, bisa-bisanya dia meninggalkanku sendirian seperti ini. Huwwff aku telah mengajukan permohonan pindah ke Paviliun Luofeng pada Kaisar, tapi apalah daya. Semuanya mengabaikan aku. Huhhhfff."

A Heng terus menerus menghela nafasnya. Ia sudah sering bermain-main bersama Qian Xun sejak Qian Xun masih kecil. Tapi sekarang, Qian Xun telah pindah ke Paviliun Luofeng. Dia sudah tidak punya teman minum dan mengobrol lagi.

"Ehhh... Bukankan tugas Paviliun Luofeng adalah mengatur reinkarnasi manusia, sedangkan aku mengatur takdir manusia, bukankah ini berhubungan??? ha ha ha... Aku bisa menggunakan alasan urusan manusia untuk mengunjungi Paviliun Luofeng."

Dalam sekejap mata, ia menggunakan mantra teleportasi dan kini, ia telah tiba di depan pintu Paviliun Luofeng. Sesampainya di sana, ia langsung berjalan dengan santai menuju arah pintu tapi ia tiba-tiba di hadang oleh dua penjaga pintu yang menyilangkan kedua tombak yang berada di masing-masing tangan kanan dan kiri mereka ke depan A Heng.

"Berhenti!" kata mereka bersamaan.

"Ehhh...???" A Heng kaget.

"Mohon maaf, Dewa. Orang luar dilarang masuk."

"Orang Luar? Siapa bilang Aku orang luar. Aku adalah Dewa Takdir, A Heng. Aku mengatur segala urusan manusia dan punya hak masuk ke Paviliun Luofeng."

"Ah... Dewa Takdir. Kami mohon maaf tidak mengenali Dewa. Ini pertama kalinya Dewa ke mari."

"Huhh..."

A Heng bergegas berjalan masuk dengan sangat bergaya karena kesal. Ia memang memiliki sifat cerewet dan kekanak-kanakan. Meskipun begitu, ia tetap disukai banyak Dewi karena parasnya yang tampan dan menawan. Ia juga termasuk Dewa idaman di Alam Langit.

Sesampainya di dalam ia langsung masuk ke ruang baca Qian Xun. Qian Xun sedang sibuk membaca tumpukan surat yang ada di atas mejanya. Ia menyadari kehadiran A Heng sahabatnya, namun ia cukup sibuk dengan pekerjaan barunya dan sengaja cuek tidak menghiraukan A Heng.

A Heng jadi kesal. Ia pun mengeluarkan jurusnya dan membuat surat-surat di atas meja Qian Xun berhamburan ke lantai. Qian Xun hanya menghela nafas.

"Apakah Dewa takdir sedang libur sehingga punya waktu untuk datang mengacaukan Paviliun Luofeng?"

"Qian Xun..... Aku tidak libur, aku sedang bekerja. Apa kamu lupa kalau aku mengurus urusan manusia?"

"Huhhfff... Jadi, urusan apa yang membuat Dewa Takdir datang jauh-jauh ke mari?"

A Heng pun mengeluarkan cahaya dari tangannya dan menyulapnya menjadi sekendi arak dengan dua gelas arak tersusun di atas meja. Ia pun duduk di samping Qian Xun dan langsung menuangkan arak itu kedalam gelas.

"haiiiyaa.... Kau benar-benar sangat jahat, sudah mulai sombong. Bagaimana bisa kau melupakan sahabatmu begitu saja. Kau bahkan tidak berpamitan denganku. Sekarang kau bahkan bertanya untuk apa aku ke sini. Tentu saja aku disini karena merindukanmu."

"Ia ia ia.... aku minta maaf."

A Heng memberikan salah satu gelas arak itu pada Qian Xun.

"Ini arak bunga kesukaanmu. Mari minum, bersulang....."

Mereka pun bersulang sambil tersenyum dan meneguk segelas arak.

Tiba-tiba Dewa Liao Bo muncul.

"Hoo hoo. Begitu rupanya. Selama ini Dewa Takdir hanya akan mengutus bawahannya untuk urusan dengan Paviliun Luofeng. Sekarang, rupanya Dewa lebih suka datang sendiri."

"Dewa Tua, seperti yang kau lihat, aku dan Qian Xun sudah seperti saudara. Saat di Alam Langit, dia hanya minum dan bermain denganku. Sekarang, dia sudah dikirim ke Paviliun Luofeng yang sangat sepi. Di sini dia tidak punya siapa-siapa. Bagaimana mungkin aku membiarkannya kesepian? Aku di sini untuk menemani Qian Xun."

Qian Xun hanya tersenyum mengejek.

"Aaaa...Siapa bilang aku kesepian? Aku disini bersama Chang Pu dan Paman Liao. Menurutku, sekarang yang kesepian itu bukan aku, tapi kau."

"Qian Xun!!!! Apa sekarang kau mengejekku???"

Dewa Liao Bo hanya tersenyum melihat tingkah kekanak-kanakan mereka berdua.

A Heng pun sekali lagi meneguk segelas arak.

"Mungkin kamu ada benarnya. Yang kesepian itu aku. Aku akan segera terbiasa. Ini bukan pertama kalinya aku ditinggalkan."

A Heng mulai mengingat-ingat ketika Dewi Lan Ying tewas di medan perang. Sekalipun A Heng hanya seorang pengawal, tapi Dewi Perang memperlakukannya dengan sangat baik. Ia cukup dekat denga Dewi.

Qian Xun melihat sahabatnya melamun dengan wajah sedih.

"Ya Sudah, yang lalu biarlah berlalu. Tidak usah diingat-ingat lagi. Lagi pula, aku tidak meninggalkanmu sama sekali. Lihat! sekarang kau ada di sini minum arak denganku."