webnovel

Pasangan Serasi (3)

Ditya tanpa sengaja melihat ke arah Randy yang sedang memandanginya.

"Ada apa, Kak?" tanya Ditya heran.

Randy menutup buku yang sedang dia baca dan mengurungkan niatnya untuk membaca lebih banyak buku. "Ditya, ayo ikut aku sekarang!"

"Kemana, kak?" tanya Ditya bingung.

"Kita pergi makan sekarang. Kalau kamu lebih lama lagi mengerjakan tugas dan menunda makan kamu bisa-bisa kamu jatuh sakit lagi." kata Randy

Lamunan Sarah tiba-tiba saja buyar karena peristiwa ini.

"Tapi, Kak . . . Bagaimana kalau Niar dan yang lainnya datang kesini mencari aku?" bantah Ditya.

"Kamu kan bisa mengabari mereka. Kalau kamu nggak mau nurut, aku nggak mau bicara lagi sama kamu," ancam Randy, lalu dia menoleh pada Sarah, "Maaf ya, Sarah. Aku nggak bisa menemani kamu lebih lama lagi. Aku lapar juga, jadi aku sama Ditya pamit duluan ya."

"Oh, iya Ran. Nggak apa-apa, kok." jawab Sarah dengan nada kecewa.

Ditya merasa tidak enak atas kejadian ini. Apalagi setelah melihat reaksi dari Sarah, dia merasa kalau Sarah masih ingin lebih lama lagi dengan Randy.

"Kak, biar aku makan sendiri aja. Kakak disini, aja menemani Kak Sarah."

Namun, Randy bersikeras untuk menemani Ditya. Dia merapihkan laptop dan buku yang sedang dibaca oleh Ditya. "Ayo kita ke petugas perpustakaan dulu untuk meminjam buku-buku yang kita baca ini."

Randy langsung menarik tangan Ditya agar dia lekas bangun dari duduknya. Akhirnya mau tidak mau Ditya mengikuti Randy, "Kak, maaf ya, kami harus pergi. Senang bertemu kak Sarah disini." pamit Ditya terburu-buru.

"Kami pamit ya, Sarah." kata Randy.

Sarah mengangguk dan menyaksikan kepergian mereka dalam diam.

'Apa arti Ditya sebenarnya dalam hidup kamu, Ran? Dan kapan kamu bisa menyadari perasaan aku?' batin Sarah.

-----------------------------

"Kak Randy, tunggu!" panggil Ditya.

Randy menoleh dan sebelum dia sempat mengatakan sesuatu, Ditya langsung memotongnya. "Biar aku yang bawa laptop dan buku-buku yang aku pinjam." Ditya mengambil barang-barangnya dari tangan Randy dan membawanya sendiri. Mereka pergi ke loker untuk mengambil tas mereka.

"Kita mau makan dimana, Kak?" tanya Ditya.

"Kamu ada kelas jam berapa lagi?" tanya Randy.

"Aku udah nggak ada kelas lagi, Kak."

"Bagaimana kalau kita makan diluar kampus aja?" tanya Randy.

"Ok."

Mereka langsung berjalan menuju parkiran. Tanpa mereka sadari, beberapa anak musik melihat mereka jalan berdua.

"Put, bukankah itu Ditya, ya?" tanya Ade sambil menunjuk ke arah Ditya.

Putra melihat ke arah yang ditunjuk Ade. "Itu Kak Randy kan?"

"Iya. Semenjak kejadian di Bandung kemarin, mereka jadi lebih sering terlihat bersama ya?" kata Dewa.

"Wajar lah, kan Kak Randy bilang kalau Ditya itu adiknya." jawab Putra.

"Tapi mereka nggak punya kemiripan sama sekali. Aku rasa mereka bukan saudara kandung." kata Ade.

"Berarti mereka saudara tiri?" tanya Dewa.

"Entahlah." jawab Ade.

"Aku nggak menyangka Ditya bisa tersenyum dengan manis juga. Aku pikir dia itu orangnya jutek ke semua orang." kata Dewa.

"Kamu salah, Wa. Apa kamu lupa kalau Ditya juga selalu bersikap baik sama Desta? Sepertinya dia hanya jutek dihadapan Putra aja. Hahahaha . . ." ledek Ade.

"Sepertinya kharisma Putra mulai memudar Dimata para wanita." tambah Ade.

"Kalian berdua salah! Justru Ditya yang pandangannya terhalang oleh sesuatu. Jadi dia tidak bisa melihatku dengan jelas."

"Putra benar, Wa. Pandangan Ditya memang terhalang oleh sesuatu yaitu ketampanan Randy." Ade tertawa terbahak-bahak.

Kali ini Putra mengaku kalah, karena bila dibandingkan dengan Randy, dia merasa Randy lebih tampan darinya.

------------------------

Ditya dan Randy tiba di sebuah kafe. Mereka mencari tempat duduk lalu memesan makanan. Ditya memesan nasi goreng spesial dan Lemon Tea sementara Randy memesan nasi goreng seafood dan vanila latte.

"Kak Randy . . ."

"Iya, kenapa Ditya?" tanya Randy

"Kenapa tadi kakak meninggalkan Kak Sarah? Bukankah tadi kalian datang bersama?" tanya Ditya.

Randy mengangguk.

"Harusnya tadi kakak ajak juga Kak Sarah." kata Ditya.

Randy mencermati Ditya menimbang-nimbang apakah dia benar-benar ingin Sarah pergi dengan mereka atau apakah dia tidak mendengar apa yang dikatakan orang-orang saat di perpustakaan tadi.

"Dit, apa kamu nggak mendengar apa yang dikatakan orang tentang aku dan Sarah waktu di perpustakaan?"

"Yang mana ya?" tanya Ditya.

"Intinya mereka semua berpikir kalau aku dan Sarah itu sedang berpacaran. Bahkan mereka berpikir kalau kami adalah pasangan yang serasi."

"Menurut aku mereka nggak salah berpikiran seperti itu. Kalian memang terlihat sangat serasi. Kakak tampan dan dia cantik. Kalian sama-sama memiliki otak yang cerdas dan baik hati. Jadi, ya . . . kalian memang cocok." jelas Ditya.

"Terlepas dari serasi atau tidak yang penting adalah perasaan kami yang sebenarnya. Aku nggak pernah merasa ada sesuatu yang spesial diantara kami ataupun tertarik dengannya. Dan begitu pula sebaliknya." bantah Randy.

"Apa kakak yakin dia juga merasakan hal yang sama? Apa kakak nggak pernah merasakan kalau dia menyukai kakak?" tanya Ditya.

Randy terdiam. Ditya benar, Randy tidak pernah memikirkan hal itu. "Justru sekalipun dia mungkin tertarik sama aku, mereka nggak boleh mengatakan hal seperti itu. Apa kamu pikir itu tidak akan menyakiti hati Sarah? Apa kamu pikir itu tidak membuat dia semakin berharap agar apa yang dikatakan semua orang menjadi kenyataan?"

"Lalu apa yang membuat kakak nggak tertarik sama dia? Kenapa kakak nggak belajar mencintai dia aja maka nggak perlu ada seseorang yang terluka?" Ditya balik bertanya. Dimata Ditya, Sarah adalah sosok wanita idaman. Lantas kenapa Randy tidak menyukainya sedikitpun. Apakah dia memiliki kriteria yang sangat tinggi sehingga dia sulit memiliki kekasih?

"Apa hanya perasaan Sarah aja yang kamu pikirkan? Apa kamu nggak pernah memikirkan sekalipun bagaimana perasaan aku?" Randy terlihat mulai marah pada Ditya.

Tidak lama kemudian, seseorang mengantarkan makanan mereka. Ketika Ditya ingin melanjutkan argumennya, Randy berkata, "Udah cukup membahas masalah ini. Sekarang habiskan aja makanan kamu. Setelah itu aku antar kamu pulang."

Ditya sangat mengetahui karakter Randy, dan dia benar-benar sadar bahwa kali ini Randy marah terhadapnya. Akhirnya mereka menyantap makanan masing-masing tanpa berbicara satu sama lain.