webnovel

Ucapannya Benar

Sedangkan Oma Triya yang melihatnya jadi geram sekali. Waktu Revin menolak semua perhatian Ruri. "Revin." panggilnya dan jawaban Revin hanya mengangkat dagunya secara naik turun.

"Kamu baik-baik saja?" Revin tidak menjawab. Ia menganggukkan kepalanya. Dan mengangkat satu alisnya. Seolah bertanya 'Ada apa'

"Mengapa kamu berangkat ke perusahaan pagi-pagi sekali. Ada masalah?" Revin menggelengkan kepalanya. Dengan mulut yang memang terus saja mengunyah rotinya.

"Semalam kamu kemana saja? Kenapa meninggalkan Ruri seorang diri? Bukankah kamu suaminya?" Dan lihat jawaban dari Revin hanya mengangkat kedua bahunya saja secara acuh.

"Kamu tidak lupa kalau Ruri ini istri kamu, 'kan?" tanyanya dan kali ini Revin diam saja tidak menggerakkan apapun.

"Oh iya, Oma mau memberi tahu satu hal sama kamu." ucap Omanya yang terus saja mencoba memancing agar Revin mau mereponsnya.

Mengapa Revin bisa jadi seperti ini lagi. Padahal dirinya sudah nikah dengan Ruri. Dan dengan begitu Triya percaya bahwa Revin akan mengikhlaskan Maya. Bukan malah menjadi seperti ini lagi. Mungkin Revin memerlukan waktu untuk bisa berbaur dengan Ruri.

Maka dari itu ia masih saja menolak perhatian yang diberikan oleh Ruri barusan.

Triya menatapnya. "Oma memutuskan untuk Ruri tidak jadi lagi pengasuh Oma."

"Oma ingin dia jadi istri kamu saja yang sesungguhnya. Dan hari ini juga nanti akan datang pengasuh yang baru."

"Lalu, tidak mungkin jika Ruri masih tidur di kamarnya yang sampit dan sesak itu."

"Jadi Oma menginginkan kamu nanti bisa tidur dengan Ruri. Apalagi kamu sudah—" Revin memotongnya dengan cepat. "Tidak!"

"Aku tidak setuju!" Membangkitkan tubuhnya tapi sebelum itu ia memang meneguk airnya kembali. Dan langsung saja berjalan keluar

"Revin!!! Revin!! Tunggu dulu." pekiknya yang tidak terima jika Revin menolaknya seperti itu.

"Revin!! Oma belum saja selesai bicara!!" Mengucapakannya dengan nada yang cukup tinggi. Sembari mendorong kursi rodanya yang cukup sulit untuk menyusul langkah Revin yang panjang dan cepat.

"Revin!!! Mengapa kamu menolaknya!! Oma butuh penjelasan kamu." Masih saja berusaha. Walau tahu itu semua hanya akan sia-sia. Apalagi melihat Revin yang sudah menaiki mobilnya dan melaju secara cepat.

Ruri memutuskan untuk memberhentikan Oma Triya yang mengejar Revin. "Oma. Oma. Tidak perlu." Menghentikan kursi rodanya.

"Oma buat apa mengejar Tuan Revin segala. Itu tidak akan mungkin bisa kekejar."

"Lalu? Aku harus diam saja gitu. Waktu tahu Revin menolak hal itu??" tanyanya dengan nada yang tersulut oleh emosinya.

"Aku ingin tahu! Mengapa Revin menolaknya untuk tidur bersama kamu?"

"Sedangkan kamu sendiri sudah menjadi istrinya?" Ruri terdiam karna tidak tahu harus menjawab apa.

"Mengapa dia menikahi kamu coba?? Jika saja masih belum bisa mengikhlaskan Maya?!"

'Deg!'

Hatinya tiba-tiba saja terasa sakit. Mendengar ucapan Oma Triya yang cukup menusuk.

"Buat apa??!" tanyanya nada yang membentak. "Buat apa jika bukan membutuhkan pendamping agar tidak kesepian."

"Dan memang jika belum ikhlas. Untuk apa menikah??!" sarkas Triya yang sepertinya kecewa. Ruri tidak tahu harus melakukan apa untuk saat ini. Karna memang ucapan Oma juga ada benarnya.

Dan ia sama sekali tidak mengharapkan untuk bisa menikah dengan Tuan Revin atau malah jadi pengganti Maya. Istrinya tercinta itu.

Ia hanya ingin membalaskan dendam tersiratnya saja yang belum waktunya sama sekali untuk ia keluarkan.

"Oma... Oma tenang dahulu. Jangan marah-marah seperti ini." ucap Ruri yang berusaha untuk menenangkannya.

"Nanti kalau kambuh bagaimana??" tanyanya yang memandangnya secara lekat. "Oma mau lanjutin sarapannya? Atau...."

"Sudahlah. Saya ingin ke kamar." Menggerakkan kursi rodanya. Tetapi Ruri langsung saja membantunya mendorong menuju kamarnya.

"Kita minum obat dulu. Oma belum minumkan?" Ruri sengaja mengalihkan pembicaraannya. Agar Omanya tidak membicarakan hal tadi lagi.

"Tidak! Tidak usah. Lebih baik kamu bereskan sarapannya itu. Dan kamar kamu." Ruri memberhentikan dorongannya sejenak. Mendengarkan ucapan Oma Triya dengan seksama.

"Karna nanti mau tidak mau. Setuju atau tidaknya Revin. Pengasuh Oma yang baru akan tetap datang!!" Keputusannya mengucapkannya dengan kekeh. Dan Ruri menghela napas karna Omanya ini keras kepala sekali.

Nanti bagaimana nanti jika Revin marah padannya karna memindahkan barang-barangnya tanpa izin. Ah, lebih tepatnya tidak setuju.

Lalu apa yang harus dilakukan oleh Ruri saat ini. Apa dirinya ini menuruti perkataan Omanya saja. Kemudian Revin....

Berpikir sejenak. "Ruri!! Cepat!!!" Pikirannya langsung saja buyar ketika mendengar sarkasan dari Oma.

Ruri tersadar. "Ah, iya, Oma. Ada apa?" Menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Kamu bereskan sarapan dan barang-barangmu itu." Ruri mengigit bibirnya. "Tapi Oma...."

"Kenapa?? Ada apa??!" Ruri menelan salivanya dengan susah payah. "Aku takut nanti Tuan marah besar. Apalagi tadi ditolak!" gumamnya nada yang rendah.

Ruri menundukkan kepalanya. Entah kenapa ia jadi takut dengan tatapan dan wajah Oma Triya saat ini yang memang sedang menatapnya. "Nanti Oma yang akan bicara pada Revin!!"

"Lebih baik kamu cepat kemasi barang-barang kamu itu?!!" Ruri masih terdiam dari tempatnya. "Kenapa kamu masih diam saja di sini??!!"

"Bukannya cepat beresi. Nanti kalau pengasuh Oma yang baru sudah datang gimana." Ruri jadi bingung apa yang harus menuruti perkataan Oma. Dan sekarang ia masih berpikir serta berdiam diri di tempat.

"Kamu tidak percaya bahwa nanti Oma yang akan mengurusi itu??!" Ruri reflek menggelengkan kepalanya secara lambat. "Lalu??! Apalagi yang kamu tunggu?!!"

Ruri memejamkan matanya sejenak. "Ja-jadi nanti Tuan Revin tidak akan marahkan?" Oma Triya tidak menjawab. Ia malah mendorong kursi rodanya sendiri untuk masuk ke dalam kamarnya.

Ruri yang melihat itu. Menghembuskan napasnya. "Jika tidak menuruti perkataan Oma. Pasti aku akan kena marah."

"Dan jika melanggar ucapan Tuan Revin. Dia juga akan marah." gumamnya seraya berpikir. Bagaimana caranya agar ia tidak kena marah oleh keduanya.

Dan Ruri tidak bisa menemukan jawaban itu. Karna memang ia harus memilih salah satunya. Yaitu....

"Oma. Aku percaya pada Oma. Dan bilang saja yang sejujurnya. Kalau ini semua disuruh oleh Oma." Keputusan Ruri yang bulat. Lalu, ia melangkahkan kakinya berjalan ke arah meja makan terlebih dahulu untuk membereskannya.

Ruri jadi teringat kejadian tadi pagi yang mana perhatiannya ditolak kembali oleh Revin. Dan ia juga jadi memikirkan ucapan Oma barusan.

"Benar apa yang diucapkannya. Buat apa dia menikahiku?" Bertanya pada dirinya sendiri yang sudah pasti tidak tahu apa jawabannya.

"Sepertinya aku harus cari tahu secepatnya juga apa alasan Tuan Revin menikahiku?"

"Apa karena...." Menggantungkan kalimatnya sejenak. Ketika mendengar suara mesin mobil yang memang berhenti di kediamannya.

Ruri jadi penasaran. Apa jangan-jangan pengasuhnya itu sudah datang ke sini. Dan Ruri belum sama sekali membereskan barang-barang.

Lebih baik ia melihat terlebih dahulu. Lalu setelah itu memanggil Omanya jika benar itu adalah pengasuh barunya.

Dalam hatinya Ruri berkata. 'Jika nanti ada pengasuh baru di sini. Apa nanti rencanaku tetap berjalan?'

***