webnovel

D-Day

Semua orang bersiap dengan liburan yang telah mereka nanti, Dewita yang antusias karna akhirnya bisa liburan bareng Dito selalu menceritakan kebahagiaannya ke Ara. Hampir setiap malam Ara terganggu dengan ocehan Dewita dan chat-chat yang membahas Dito.

Lalu Dito dan Dewa yang seperti menyusun sebuah rencana yang akan mereka lakukan sesampainya di Jogja nanti. Sedangkan Ara, masih sedikit ragu apakah dia yakin mampu melancarkan liburan mereka tanpa terganggu dengan ingatannya.

***

Dewita dan Ara bersebelahan duduk di dalam pesawat, sedangkan Dito dan Dewa berada di kursi belakang Ara. Tatapan Dewa benar-benar fokus menatap kursi Ara, terkadang dia melihat topi yang Ara kenakan, terkadang dia mendengar sedikit gumaman Ara menyanyikan sebuah lagu.

Dito yang melihat gerak-gerik Dewa yang selalu memperhatikan Ara membuat raut wajah Dito berubah kesal.

"Dit, gue pasti bisa ngungkapin perasaan gue ke Ara kan?" tanya Dewa.

"Entah," jawab Dito sekenanya.

"Lu kenapa?"

"Gak papa, gue ngantuk Wa."

"Ohh, yaudah lu tidur aja! Nanti gue bangunin."

Dito langsung memejamkan matanya, seolah mengiyakan perintah Dewa untuk tidur. Padahal hanya matanya saja yang terpejam, tapi telinga dan hatinya tak bisa terpejam selama perjalanan ke bandara Adi Sucipto.

**

"Yeyyy. Akhirnya kita menghirup udara selain udara Jakarta," teriak Dewita saat menuruni tangga hingga semua mata memandang aneh ke arahnya.

"Sutttts, pelan-pelan Wit!" pinta Ara.

Sambil menggidikkan bahu dan tertawa kecil Dewita berucap "Heheehe, sorry Ra."

"Eh, kalian duluan ke hotel aja! Gue masih nunggu seseorang" ujar Dito.

"Nunggu siapa, Dit?"

"Surprise buat elu deh Wa." ucap Dito bersikap sok misterius.

"Kita tungguin barengan aja Dit. Gak enak ah kalau kita ninggalin lu sendirian."

"Yaudah kalau gitu, kita tunggu sambil makan di sana ya," ucap Dito sambil menunjuk ke suatu tempat.

"Okey."

Keempat muda-mudi berjalan berjejeran menuju sebuah restoran cepat saji sambil berbincang-bincang.

"O iya, dia berangkat dari mana dan jam berapa Dit?" tanya Ara.

"Dari Jakarta juga kok, gak lama dari jadwal kita terbang. Dia pilih penerbangan selanjutnya setelah pesawat yang kita naiki."

"Oh gitu."

Perbicangan mereka berempat terlihat asik hingga membuat mereka tertawa terbahak-bahak atau bahkan serius bercerita dan mendengarkan. Tak berselang lama Ara memutuskan untuk ke toilet sejenak tanpa ditemani Dewita atau yang lainnya.

Drrrt drrrtttt, suara getar ponsel dengan dibarengi sebuah lagu dari peterpan 'ada apa denganmu' milik Dito.

"Oh iya, gue ada di resto 'X' kak."

"Okey gue tunggu kak," ucap Dito sambil menunggu sambungan telfon terputus.

"Siapa Dit? Dia udah sampe ya?"

"Kakak gue Wit. Iya udah sampe, lagi otw ke sini dia."

"Kakak lu Dit? Seriusan? Emang dia udah di Jakarta?"

"Woy woy, nanyanya satu-satu kali Wa! Baru satu mingguan sih Wa di Jakarta."

Disaat mereka bertiga menunggu kakaknya Dito datang, Ara sudah keluar dari toilet dan berjalan menuju tempat di mana temen-temennya yang lain duduk. Ara hendak membalas lambaian tangan Dito. Tapi ternyata lambaian tangan Dito bukan ditujukan untuk Ara, melainkan seorang pria berperawakan tinggi yang menghampiri mereka bertiga dan memeluk tubuh Dito erat.

Ara menghentikan langkahnya sejenak sambil menerka-nerka tentang seseorang yang baru aja dia lihat. Ara hanya mampu melihat tubuh belakang si pria. Sambil berjalan pelan, Ara masih tetap fokus memperhatikan si pria tersebut hingga Ara mampu terlihat oleh temannya yang lain.

"Hey Ra?" panggil Dewita.

"Eh, bentar kak! Teman gue udah dateng," ucap Dito sambil melepaskan pelukan dari kakaknya dan memaksa sang kakak untuk berbalik menghadap Ara.

Seketika raut wajah sang kakak berubah terkejut, sedangkan Ara masih dengan tatapan makin menerka-nerka memperhatikan seseorang yang baru saja berhadapan dengannya.

"Kak, kenalin! Ini Ara, temen sekelas gue. Dan ini dewita, kalau Dewa kakak pasti kenal banget dong." ucap Dito sambil menunjuk setiap orang yang namanya ia sebutkan tadi.

"Dan Ra. Ini kakak gue Juna," ucap dito lagi sambil merangkul kakaknya.

Juna masih terdiam tanpa suara dan tatapannya masih fokus menatap Ara. Sedangkan Ara, mulai sedikit tersenyum tapi masih menatap lekat sosok di depannya.

"Hai, gue Juna." ucap Juna sambil mengulurkan tangan kanannya ke Ara.

"Juna," ucap Ara berubah ekspresi dari tersenyum kecil menjadi ekspresi merindu dengan tatapan mata berkunang-kunang menahan air mata tumpah.

"Aku Dewita kak," sela Dewita sambil meraih tangan Juna yang belum tersambut oleh Ara.

"Oh, hai Wit."

"Kak Jun beneran jadi surprise nih buat gue." ucap Dewa.

Sambil melepas jabatan tangannya dengan Dewita, Juna beralih merangkul Dewa sambil berucap "Masa sih? Gimana kabar lu sekarang?"

"I'm fine brother"

"Sok keinggris-inggrisan lu Wa." celetuk Dito.

"Ngasah kemampuan kak Juna Dit, selama 4 tahun lebih di Sidney beneran bisa bahasa inggris atau enggak."

"Ya pasti bisalah Wa. Kalau gak bisa, dia bakal balik lagi waktu itu." jawab Dito.

"Yaudah yuk kak jalan!" ajak Dewa.

"Okey."

Disaat tiga cowok saling berbincang, ada satu cewek yang tidak menimpali sama sekali percakapan mereka. Dia masih menatapi seorang cowok bernama Juna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Antara tatapan marah, kecewa, kesel, kangen, dan bahagia bercampur jadi satu.

"Ayo Ra! Lu mau di sini sendirian? Mereka udah jalan tuh," ucap Dewita sambil menoel pundak Ara.

"Oh, iya Wit. Ayo!"

Sepanjang perjalanan Ara masih menatapi punggung Juna tanpa teralihkan, hingga terkadang dia menabrak orang lain. Dewita sampai mewakili Ara untuk meminta maaf ke seseorang yang Ara tabrak.

"Ra, lu kenapa sih?" tanya Dewita sedikit kesel.

Ara sama sekali tidak menanggapi pertanyaan Dewita, hingga akhirnya Dewita menarik tangan kanan Ara dan memaksa Ara untuk berhenti. Ara berada di depan Dewita beberapa centi, sedangkan dengan ketiga cowok yang lain mereka berjarak 5 meteran.

Saat Ara terhenti dan dipaksa berbalik oleh Dewita, dengan jelas ada tetesan air yang keluar dari balik mata indah Ara.

Dengan ekspresi terkejut Dewita menanyakan sesuatu, "Lu nangis ra?"

Ara tidak menanggapi lagi pertanyaan Dewita, tapi tangis yang ia tahan sedari tadi akhirnya sedikit pecah di hadapan Dewita.

"Hey hey, lu kenapa nangis Ra?" tanya Dewita lagi sambil memeluk Ara.

"Gak tahu Wit. Air mata ini gak bisa berhenti keluar dari mata gue." ucap Ara dengan suara tangis yang sedari tadi dia tahan.

"Yaudah, ayo kita buru-buru sampe hotel! Gak enak diliatin orang-orang tuh, Dito sama yang lain juga udah jauh ninggalin kita. Parah banget sih mereka, masak ninggalin kita yang cewek-cewek sampai sejauh itu jaraknya." ucap Dewita kesal.

Mendengar perkataan Dewita yang sedikit sewot dan kesal, memaksa Ara untuk tersenyum dan berlanjut tertawa.

"Hehehee, sorry Wit sorry."

"Nah gitu dong ketawa. Udah siap jalan kan?"

"Iya udah Wit."

"Jangan lupa nanti cerita ya!"

"Iya Wit."

Juna yang terkadang mencuri-curi pandangan untuk menoleh ke belakang akhirnya meminta Dito dan Dewa berhenti sejenak menunggu Dewita dan Ara. Saat Juna berbalik dan mencari sosok Ara, dia melihat Ara memeluk Dewita dengan tangan Dewita yang seolah menenangkan Ara.

Entah apa yang terlintas dalam pikiran Juna saat melihat kejadian tersebut, tapi yang jelas ada tatapan tersirat di matanya untuk Ara.

Saat ketiga cowok berhenti berjalan, Ara dan Dewita akhirnya mampu menyamai langkah kaki mereka. Walau tidak persis berjalan sejajar tapi jarak mereka hanya beberapa centi saja dibelakang Dito, Dewa dan Juna.

Next chapter