1 PERINTAH ABSURD SI MANAGER

"Goda Aiden Rhivano, niscaya kau pasti akan tenar, Amelia! Wahahaha," Teriak wanita dengan gaya rambut pirang elegan, dengan tawa tak tahu malu.

Sementara itu, Disisi lain, seorang wanita sedang melirik dengan bola mata penuh rasa kesal dan bosan, dengan apa yang terus saja dia dengar dari manager gilanya itu.

"Aku? Menggoda seorang pria?" Amelia melompat ke atas sofa, kemudian pada saat yang sama langsung menutup kepalanya dengan bantal sofa. "Skandal apa lagi yang mau kau timpakan padaku, Katy? Pertama, kau mengatakan padaku bahwa aku harus pergi kencan dengan pengusaha batu bara, eh ternyata itu adalah pengusaha roti tawar yang jelek, gendut, dan sudah beristri. Sekarang kau mau menyuruhku menggoda seorang pria yang sama sekali tidak aku kenal? Tidak! BIG NO!" Amelia menyilangkan kedua tangannya, sambil menggelengkan kepalanya pada saat yang sama. "Tidak! Walaupun dunia akan berakhir, aku tidak akan mau mengikuti apa yang kau katakan lagi!"

Katy Morgan—si manager yang hanya bisa menjual tampang Amelia—model satu-satunya itu, perlahan mulai mendekatinya dengan 1001 taktik serigala yang bisa menipu dan meluluhkan hati Amelia yang lugu.

"Amelia, wahai ratu kecantikan yang kumiliki. Kaulah satu-satunya wanita yang sekarang bisa bekerja sama denganku. Apakah kau sudah lupa ... Kau masih mempunyai tanggungan hutang sebanyak 1 Miliar pada lintah darat. Sekarang bukan waktunya memilih-milih pekerjaan, Sayang. Ayo, pikirkan keuntungan apa yang akan kau dapatkan jika kau berhasil menggodanya."

Mendengarkan apa yang baru saja dikatakan oleh sahabat yang merangkap sekaligus sebagai manajernya itu, membuat Amelia sedikit tergoda.

"Keuntungan?"

Wanita cantik yang saat itu telah bangkit dari sofa dan melepaskan bantal sofa yang saat itu menutup telinganya, mulai melirik ke arah managernya—Katy, dan menanyakan benefit apa saja yang akan diperoleh jika ia mengikuti apa yang manajernya itu katakan.

"J-jadi? Apa yang aku dapatkan jika aku menggoda si Aiden, Aiden itu? Hmm?"

Tring!

Sebuah lampu wasiat tiba-tiba saja menyala menerangi kepala Katy. Wanita yang sudah memikirkan apa saja yang akan dia peroleh jika mereka berhasil menggoda pria itu, perlahan tersenyum penuh makna sambil mendekatkan bibirnya pada Amelia dan berbisik.

"Kau sama sekali tak tahu? Dia adalah anak satu-satunya yang mewarisi GOLDEN CORP. Perusahaan konstruksi yang terkenal itu, digadang-gadang akan diwarisi sepenuhnya pada pria itu, tanpa terkecuali. Eits, tidak hanya itu ..." Amelia kemudian ditarik untuk lebih mendekatkan dirinya pada Katy.

"Kau tahu, real estate yang ada di Brazil dan beberapa negara Asia lainnya dengan nama depan Aiden?"

"Ti-dak ta-hu." Amelia menggeleng polos. "Menangnya kenapa?"

"Bodoh! Itu adalah miliknya! Miliknyaaaaaa!" Teriak Katy dengan semangat, bahkan saking semangatnya, dia sampai menyemburkan salivanya pada Amelia.

"Eh, eh. Astaga. Kau gila Katy. Kalau mau bicara biasa saja, bisa kan? Jangan menyembur seperti itu! Dasar!" Amelia mengusap bekas saliva Katy yang saat itu memenuhi wajah cantiknya. "Lihat, make up yang sudah ku touch-up akhirnya luntur lagi! Aishhh!" Geramnya.

"Hahaha, ma-maaf. Habisnya, ini adalah kesempatan sekali dalam seumur hidup, Amelia. Kau sama sekali tidak bisa meremehkan kekayaan pria itu. Kau-"

Plak!

"Bodoh!" Amelia menepuk jidat Katy dengan keras. "Untuk apa kaya kalau dia sama sekali tidak mempunyai tampang? Hah?" Tak terima, Katy pun membalas.

Plak!

"Bodoh?" Katy memelototkan matanya pada Amelia. "Kau yang bodoh! Aku berani bersumpah, pria itu adalah pria paling tampan yang pernah aku lihat. Wajahnya, kulitnya, tubuhnya, lekukan tulang hidungnya, bahkan bokongnya, mendapatkan nilai sempurna. 100+++." Katy mengacungkan jempolnya penuh percaya diri, tanda bahwa pria yang akan Amelia temui itu memanglah pantas.

Amelia seketika tak percaya lagi, ketika manajernya yang selalu saja menjerumuskannya ke dalam jurang itu mengatakan bahwa ada pria kaya raya dan juga tampan yang bisa ia goda begitu saja.

"Ah. Kau berbohong! Aku sama sekali tak percaya dengan apa yang baru saja kau katakan. Sudahlah! Sebaiknya kita jualan bakso saja. Walau hasilnya terlihat sedikit dan lama, setidaknya kita mengejar sesuatu yang pasti. Jangan karena kau termakan gosip murahan yang kau dengar di bar, kau malah mengajakku untuk masuk ke dalam jurang yang sama bersama denganmu. Tidak! Tidak! Aku sama sekali tak ingin merasakan namaku terpanjang di majalah dengan Lebel pelakor sekali lagi. Tidaak! Tidak!"

"Aissh, bodoh! Ayolah! Aku bisa menjamin kali ini ... Kita akan mendapatkan tanggapan yang besar."

Amelia menggeleng dengan bibirnya yang mencibir. "Tangkapan? Kau pikir kita sedang memancing ikan apa? Tidak, tidak! Aku tak mau."

"Ayolah, Amelia. Aku sama sekali tak bisa melakukan hal ini sendirian. Ayolah! Hanya kaulah satu-satunya wanita cantik yang bisa menggoda pria tampan itu. Please, kumohon! Please!"

Katy terus saja memohon kepada Amelia saat itu. Berbagai rayuan yang penuh dusta sontak keluar dari mulutnya, dengan anggapan bahwa hal itu bisa membuat hati Amelia luluh dan mengikuti apa yang ia inginkan.

Namun sayang, Amelia sama sekali tak ingin dibodohi lagi. Wanita cantik yang selalu menjadi bahan skandal akibat ulah Katy—si manager absurdnya itu, sudah tobat dan tak ingin lagi membuat namanya semakin buruk di mata masyarakat.

"Tidak! Sekali aku bilang tidak maka akan tetap tidak!"

"Ayolah, Amelia! Hanya kau yang bisa membantuku! Ayolah!"

"Tidak!"

"Ayolah!" bujuknya, sambil memohon pada telapak tangan Amelia.

"Aissh. Tidak!" Amelia pun berusaha untuk menghempaskan tangan Katy yang saat itu menggenggam erat tangannya. "Ihh, kenapa kau ini? Aku tak mau!"

"Amelia, kalau kau tidak mau membantuku, maka lebih baik aku melompat saja dari sungai Bengawan solo! Kau lebih suka aku mati, yah? Baiklah. Aku akan mati saja!"

"Mati saja! Walaupun kau melompat dari menara Eiffel sekalipun, aku tetap tidak akan melakukan apa yang kau inginkan." Tegasnya, sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

***

Beberapa jam kemudian, hotel Imperial, Jakarta.

Terlihat Amelia yang baru saja masuk ke dalam hotel itu dan tengah menggunakan lift, dengan jas hitam dan juga kaca mata beserta masker hitam.

"Kurang ajar Katy. Kau akan kulempar dari menara Eiffel setelah ini. Aaaggrrrh! Bodoh!"

Tak. Tak. Tak.

Amelia terus saja menekan tombol lantai 3, tempat dimana dia nantinya akan bertemu dengan Aiden Rhivano—pria yang akan dia goda itu.

"Aissh, wanita gila itu! Aku sungguh sial karenamu! TERKUTUKLAH KAU ... KATYYY!"

Krusuk!

"Huh? A-ada apa ini?"

Tiba-tiba saja, selaras dengan umpatan Amelia untuk Katy, lift yang sedang ia naiki itu tiba-tiba saja berhenti dan berkelap-kelip lampunya.

"Oh my god! A-ada apa ini?" Amelia berusaha kembali untuk menekan tombol yang akan membawanya keluar dari lift itu. Namun berkali-kali ia berusaha untuk menekan tombol itu, lift yang sedang ia naiki sama sekali tak menunjukkan pergerakan apapun.

Dengan wajah cemas, Amelia kemudian melihat sekelilingnya. Dan sialnya, ternyata ada seorang pria yang sedang mengalami gangguan cemas dalam lift itu.

"Hah, hah." Pria itu berkeringat dingin sambil memegang dadanya yang terasa sesak.

"Oh astaga. Ada apa, Tuan? Apakah kau baik-baik saja?" Amelia berusaha untuk mendekatkan dirinya pada pria itu, namun ternyata kondisi pria itu lebih buruk dari apa yang ia bayangkan.

"T-Tuan? Hey Tuan?" Semakin Amelia mendekat, pria itu tiba-tiba saja semakin merasakan kesakitan di bagian dadanya.

"Hah, hah, t-tolong! T-tolong!" Tangannya perlahan mulai mencoba untuk menggapai Amelia, akan tetapi tubuhnya terasa sangat sakit bahkan hanya untuk bergerak satu senti saja.

Melihat keadaan yang semakin tak terkendali itu, Amelia sontak berlari ke arah pria itu, kemudian langsung memeluknya dengan lembut.

"Kau akan baik-baik saja, Tuan! Tarik napas ... Hembuskan! Tarik napas ... Hembuskan! Tarik napas ... Hembuskan!"

Pria itu pun mengikuti apa yang Amelia sarankan kepadanya, kemudian beberapa saat setelah dia merasa sedikit lebih tenang, mata mereka berdua pun saling bertemu dalam cahaya lampu yang menyala dan meredup bergantian itu.

"Kau ... Baik-baik saja?" tanya Amelia, dengan tampang polosnya.

Si pria pun hanya menatap Amelia dengan bingung. Amelia bisa merasakan dengan jelas bahwa tubuh pria itu masih bergetar dan napasnya masih tersengal-sengal.

"Huh, huh, huh!"

"T-Tuan? Kyaaa!"

"Bagaimana bisa? Siapa kau?" gumam pria itu, sambil menarik wajah Amelia mendekat padanya, dengan tatapan tajam yang menusuk.

avataravatar
Next chapter