webnovel

GEMUK SEPERTI SAPI

Tap.

Tap.

Tap.

Amelia menarik Aiden bagai tanpa beban. Hal itu tentu saja dilihat oleh seluruh bodyguard dan tentu juga sekretaris pribadinya—Bella.

"Tuan," gumamnya yang hanya bisa melihat kilasan Amelia yang sedang menarik tangan Aiden itu.

"Oh astaga. Apakah kita semua akan segera melaksanakan upacara pernikahan? Apakah sebenarnya matahari sudah masuk dan menyinari kehidupan Tuan Aiden yang suram tanpa wanita itu?"

Plak!

"Bodoh! Jangan berkata sembarangan!" Bella—sekretaris pribadi Aiden itu pun memukul kepala salah satu bodyguard itu, kemudian terlihat sedikit mengerutkan dahinya.

"T-tapi, lihat saja! Padahal baru kemarin Nona muda dibawa ke rumah ini, tapi perubahan yang terjadi pada Tuan muda sangat terlihat jelas, bukan?" Bodyguard itu kembali melemparkan isi kepalanya lagi, yang sontak mendapatkan tatapan mematikan dari Bella.

"Jangan katakan hal seperti itu! Kau sama sekali tak tahu apapun yang terjadi di antara mereka." Bentaknya sekali lagi.

"Cih! Kenapa Nona Bella juga semakin hari semakin sensitif, yah? Padahal dulunya dia tak pernah begini," gumam bodyguard itu pada salah satu temannya.

"Ya, benar yang kau katakan. Padahal Nona Bella itu adalah sosok anggun yang jenius. Sangat cocok menjadi sekretaris Tuan muda. Bahkan aku mendengar bahwa dia itu satu-satunya wanita yang selama ini bisa bertahan di sisi Tuan muda, tak seperti wanita lainnya yang langsung dihempaskan ke sampah," lanjut salah satu temannya memberikan tanggapannya.

Pada saat yang sama, mata Bella hanya menatap tajam ke arah perginya Amelia dan Aiden.

"Ck! Sial."

***

Beberapa saat kemudian, ketika mereka telah sampai di dalam kamar Aiden, bola mata Aiden sama sekali tak bisa berhenti bergetar karena Amelia yang membanting dirinya di atas kasur.

"Kau jangan ke manapun! Tunggu disini!" Perintah Amelia, yang kemudian berlalu pergi ke dalam ruangan pribadi Aiden.

"Apa yang ingin dilakukan oleh wanita ini? Kenapa dia membanting ku di atas kasur? Apakah dia jangan-jangan ingin ..." Aiden pun memerah.

Pria itu tak sengaja melihat wajahnya di kaca kamarnya itu. Wajahnya benar-benar seperti kepiting rebus. Merah dan kelopak matanya bergetar.

"Sebenarnya apa yang-" perkataan Aiden pun terhenti ketika dia mendengar ada suara sesuatu yang jatuh dari tempat dimana Amelia sedang masuk.

"Ada apa?!" Dengan refleks, pria tampan itu pun langsung berlari ke arah Amelia, untuk melihat apa yang sedang dia lakukan di sana.

"AMELIA! Ada ap-" matanya benar-benar terbelalak. Amelia sudah terbaring dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas, saat hendak mengambil sesuatu dari lemari atas.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya sekali lagi sambil menampilkan dahinya yang terus berkerut.

"Hehe," tawanya, bagaikan tak terjadi apapun.

"Cih! Sini aku bantu!"

Amelia pun langsung mengulurkan tangannya, untuk diraih oleh Aiden yang kesal.

Wanita itu benar-benar malu. Pada awalnya dia hanya mau mengambil kotak obat yang akan dia gunakan untuk mengobati Aiden, namun ternyata saat dia menggunakan kursi untuk berdiri dan menjangkau bagian paling atas dari lemari perkakas Aiden, dia malah kehilangan keseimbangan dan ambruk.

"Oh, astaga! Kau benar-benar membuatku gila, Amelia! Kenapa kau sangat bodoh? Kursi itu tidak cukup kokoh untuk menopang tubuhmu yang gemuk. Lagipula, kau ini adalah seorang model. Kenapa tubuhmu gemuk seperti sapi?"

Mendengarkan kata sapi keluar dari mulu Aiden, membuat Amelia sontak melihat ke perutnya saat itu.

"A-apa? Apa yang baru saja kau katakan? Shh, a ... Ih ... Kau pikir, aku ... Ini!" Amelia kehilangan kata-katanya. Rasa malunya saat itu, seolah membuatnya ingin mengubur dirinya di tanah dan tak bangun lagi.

"Apa? Memang benar, kan?"

"A-aku ... Kau tahu, ini sama sekali b-bukan lemak. Ini adalah hasil dari proses kelebihan makanan. P-paham?" katanya dengan terbata dan sembarangan.

"Pfft, apa? Hahahaha, hahahaha! Hasil apa? Pfft! Hahaha. Oh astaga!"

"Apa yang kau tertawakan?" Amelia semakin malu saat itu.

Aiden tak pernah tertawa selepas itu. Dan sekalinya dia tertawa, pria itu sama sekali tak bisa menghentikan tawanya, walaupun dia sudah melihat wajah cemberut Amelia yang menatap padanya minta berhenti.

"Aiden? Ishh! Jangan ketawa terus! Apakah kau sudah gila? Aiden!"

"Hahaha, kau apa? Dari manapun bentuknya, lemak tetap lemak. Kau benar-benar bodoh Amelia!" Hinanya lagi dengan tawa yang masih tak bisa dia hentikan, sehingga membuat Amelia pun tak tahan untuk menyundul kepalanya sekali lagi.

"Kubilang apa? Diam!"

Plak!

Sundulan Amelia kali ini meleset.

"Apa? Hehe, kau ingin menyundulku wajahku lagi? Hmm?" Wajah mereka berdua yang saat itu sangat dekat, tiba-tiba saja membuat jantung mereka berdebar kencang.

Deg!

Amelia menatap mata Aiden, begitupun dengan Aiden.

Deg!

"Ah, perasaan ini?" Aiden tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya pada Amelia yang terdiam di sana.

Deg!

Jantung Amelia semakin berdebar, bahkan dia merasa pasti orang dia luar juga bisa mendengarnya debaran jantungnya yang membahana itu.

Deg!

Aiden semakin mendekat, Amelia pun menutup matanya ... seakan sudah tahu apa yang akan Aiden lakukan selanjutnya.

Aiden tiba-tiba saja tersenyum. Dia juga menutup matanya entah kenapa. Bibir mereka semakin mendekat, namun tiba-tiba saja ada yang terjadi.

Tring!

Suara ponsel Amelia pun menghentikan apa yang sedang mereka lakukan saat itu. Amelia sontak sadar, dan mendorong tubuh Aiden jauh ke belakang.

"Ada apa?" Aiden bertanya dengan bingung. Namun, tiba-tiba saja, mata pria itu pun memicing ketika melihat ekspresi Amelia yang suram saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya itu.

"Leon?" Aiden mengintip sambil membacanya dengan suara lirih. Pria itu sudah menahan rasa ingin tahunya itu sejak tadi.

Pada awalnya, dia mengira mungkin saja yang dikatakan oleh Jane saat di taman itu hanya 50% tingkat kebenarannya. Namun, ketika pria itu melihat sendiri bagaimana reaksi Amelia, dia pun sadar kalau sudah terjadi sesuatu antara Amelia dan pria yang bernama Leon itu.

"Kenapa? Apakah kau tak mau menjawabnya?" Amelia terdiam. Dan dengan diamnya Amelia itu, membuat Aiden sudah tak tahan lagi kemudian langsung bertindak dengan merebut ponselnya. "Sini!"

"Hey, apa yang kau lakukan?" Amelia terkejut, dan begitulah Aiden bisa merampas panselnya dengan mudah, kemudian berkata sesukanya pada pria di panggilan telepon itu. "Aiden, kembalikan ponselku!" Paksanya.

"Halo!" Tanpa menunggu pria dari panggilan telepon itu berbicara, Aiden langsung membuka percakapan dengan lantang. "Saya harap kau tak akan menghubungi Amelia lagi. Sekarang dia sudah punya kekasih. Dan sebagai kekasihnya, saya tak akan membiarkan Amelia berbicara dengan pria lain. Bye!"

Tit. Tit. Tit.

Aiden pun langsung menutup panggilan telepon itu begitu saja, sambil tersenyum tak bersalah ketika menyerahkan kembali ponsel itu pada Amelia.

Sementara itu, Amelia pun benar-benar marah dengan sikap Aiden itu. "Kau ... Apa yang kau lakukan?" tanyanya, yang lebih merujuk ke reaksi sedang memperingatkan daripada bertanya.

Next chapter