7 Bab 7 Dilabrak Mantan Rafka

Esok harinya, aku meminta Ayah mengantarku. Sebelum Shaka datang menjemputku, lebih baik hari ini aku menghindar dulu darinya. Biar dia tau kalau aku marah dengan sikapnya yang selalu posesif. Ayah masih mengelap motor matic kesayangannya sebelum berangkat bekerja, ku lihat jam masih pukul 6.15, biasanya Shaka akan sampai di rumahku sekitar jam 6.30.

Ayah masih terlihat santai dengan tetap melap motornya, tak bisa dibiarkan. Kalau seperti ini Shaka akan segera datang, ku hampiri Ayah dan memintanya untuk segera berangkat.

"Ayok, Yah. Nanti kesiangan." Ayah menoleh padaku, terlihat heran karena aku terburu-buru.

"Ini kan masih pagi banget, Ra. Tumben kamu mau berangkat sekolah sepagi ini, biasanya juga gak mau berangkat sama Ayah. Pasti milih dijemput sama si Shaka itu,"

"Hari ini lagi pengen cepat nyampek sekolah aja, Yah. Udah ayok cepetan!" Ucapku yang tak mau mengulur waktu terlalu lama lagi.

"Iyaya, sebentar. Ini Ayah mau ngambil topi proyek dulu."

Aku menunggu dikursi depan, sambil terus melihat jam ditangan kiriku. Akhirnya Ayah keluar juga, ku pakai helm dan naik kemotor Ayah. Syukurlah Shaka, belum sampai dirumahku. Tapi, dari kejauhan aku melihat Shaka yang sudah hampir mendekati rumahku, untung saja saat ini motor Ayah sudah melaju dengan cepat. Meski Shaka sempat melihatku yang naik motor bersama Ayah.

Sesampainya di sekolah, aku berpamitan pada Ayah untuk masuk ke sekolah. Suasana didalam kelas masih tampak sepi, hanya ada beberapa siswa yang baru saja datang. Ada yang menyapu lantai karena hari ini mungkin piketnya, dari kejauhan ku lihat ada seorang wanita cantik yang berjalan menuju kelasku dengan angkuh. Entah siapa yang ingin dia hampiri, tapi sepertinya dia berasal dari kelas sebelah.

Aku memiliki firasat buruk, saat wanita itu berjalan menuju kearahku, aku tak mengenalnya. Tapi, mengapa ia terlihat memiliki masalah denganku.

Brakk....

Suara hentakan yang begitu keras diatas mejaku, membuatku terkejut. Wanita tadi, langsung memukul mejaku. Tanpa aku tahu, apa maksud kedatangannya.

"Heh, kamu yang namanya Amaira! Dasar pelacur, jangan sok ya! Kamu hanya murid pertukaran pelajar disini, jadi jangan ngelunjak. Dan merebut cowok orang," dia berkata kasar dan memukuk bahuku dengan keras, apa maksud wanita ini? Perasaan selama disini, aku tak pernah memiliki hubungan dengan siapapun. Apalagi merebut pacar orang, seperti yang dia katakan tadi.

"Maksudnya apa ya? Aku sama sekali tak merasa merebut seseorang disini! Lagi pula, aku juga tak memiliki hubungan spesial dengan siapapun di sekolah ini."

"Jangan sok gak ngerti deh, aku pacar Rafka. Dan sebulan yang lalu dia mutusin aku demi cewek gak jelas kayak kamu. Ku kira dia ingin putus, karena memang marah padaku. Tapi nayatanya, aku baru tau kemarin. Saat kalian pergi ke bioskop. Ternyata dia mutusin aku gara-gara kamu, cewek tak tau malu. Yang datang dari sekolah lain, dan berani-beraninya mengambil milik orang lain, dasar pelakor,"

Aku mengernyitkan dahi saat ia mengatakan, kemarin aku pergi ke bioskop bersama Rafka. Tau dari siapa dia, apa mungkin dia mihatku bersama Rafka kemarin?. Aku tak suka dengan nada bicaranya, jika memang dia sudah putus. Bukankah saat ini statusnya hanya mantan!

"Sorry ya! Aku gak pernah sekalipun merasa merebut Rafka dari kamu, dan aku tak memiliki hubungan apapun dengan dia. Kami hanya sebatas berteman, tidak lebih. Jadi, Jangan pernah menyebutku sebagai pelakor. Lagi pula, jika memang saat ini kamu sudah putus dengan Rafka, berarti statusmu tak lebih hanya sebatas mantan bukan pacar!"

Aku meninggikan suara saat mengatakan mantan tepat di depan wajahnya. Biar saja, dia sadar kalau status mantan tak pantas berbicara seolah dia memiliki wewenang untuk merundungku. Dia fikir aku akan diam saja jika ditindas, meski aku bukan siswa dari sekolah ini.

"Heh, berani kamu ya! Inget kamu cuma siswa pertukaran pelajar disini, tunjukin sopan santunmu. Jika mau hidup tenang disekolah ini!" Lagi-lagi dia mendorong ku, hingga hampir saja aku terjatuh. Tapi untungnya, ada seseorang yang menangkapku dari belakang, yang entah siapa.

Dia berjalan menuju si wanita gila yang sedari tadi melabrakku, seolah terpancar amarah yang terpendam pada tatapan pria yang telah membantuku tadi.

Plak...

Oh tidak, Rafka menampar wanita tadi. Apa mungkin dia melakukan ini, untuk membelaku? Yang sejak tadi dirundung tiada henti.

"Jaga ucapan kamu, Laura. Berani-beraninya kamu mendorong Amaira, hingga ia hampir terjatuh tadi. Kita sudah putus, gak ada yang bisa melarangku dekat dengan siapapun. Termasuk kamu." Rafka menunjuk wanita yang bernama Laura tadi dengan tangannya, berani sekali dia menampar Laura dihadapan banyak siswa yang sedang berkumpul melihat perdebatan antara kami.

"Tapi, Ka. Aku sayang banget sama kamu, kenapa sih kamu lebih milih dia dari pada aku? Lebih cantik aku dari pada dia, dia kalah jauh jika dibandingkan denganku, Rafka."

Percaya diri sekali Laura ini, ku akui dia memang cantik. Tapi, sayang sepertinya ia tak memiliki etika sama sekali. Hingga berani melabrak seorang wanita hanya karena seorang laki-laki yang jelas-jelas bukan siapa-siapaku. Ku lihat Rafka hanya tersenyum kecut, sambil membuang muka dari pandangan Laura. Entah apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

"Jangan sok percaya diri kamu, Laura. Siapa yang bilang kamu lebih cantik dari Amaira, jika ditanyakan pada siswa satu sekolah, mereka juga bisa menilai kalau Amaira lebih cantik dari pada kamu. Dan lagi, apa iya! Aku masih mau dengan wanita simpanan Om-om."

Laura yang sejak tadi begitu angkuh, kini terkejut dengan ucapan Rafka. Tak hanya itu, bahkan para siswa yang mendengar semua ini juga tak kalah terkejutnya, sama halnya denganku. Aku tak mengerti, bagaimana bisa Rafka berkata sedemikian rupa! Apakah memang ada rahasia, dibalik putusnya mereka berdua.

"Rafka, jaga omongan kamu ya! Aku bukan simpanan Om-om seperti yang kamu katakan, ini semua fitnah." Laura mencoba membela diri, karena aku yakin saat ini, ia pasti merasa harga dirinya begitu diinjak-injak oleh Rafka.

Ku palingkan pandangan pada Rafka, pria satu ini bukannya menjelaskan yang sebenarnya ia katakan. Malah asik memainkan ponselnya, hingga beberapa detik kemudian ia memperlihatkan sebuah foto seorang wanita dan pria yang menurutku, seumuran dengan Ayahku.

Mata Laura membulat sempurna, bukan hanya dia, tapi aku juga. Ternyata foto itu adalah fotonya. Dari mana Rafka mendapatkanku foto tersebut, aku juga tak tau. Yang jelas, pasti Rafka memutuskan Laura karena masalah ini.

"Masih mau bilang, kalau apa yang aku katakan adalah fitnah! Ini buktinya, wanita yang katanya cantik. Ternyara tak lebih hanya seorang simpanan Om-om, untung saja aku segers memutuskanmu setelah mengetahui perbuatanmu yang seperti ini, masih mau membela diri, dengan mengatakan kamu lebih cantik dari Amaira? Heh, lucu sekali kamu Laura. Kamu tak melihat, bagaiamana kamu merendahkan kecantikan dan tubuhmu itu, dengan menjadi simpanan Om-om."

Wajah Laura memerah, aku yakin saat ini pasti ia sangat merasa malu. Apa yang akan ia bantah, jelas-jelas bukti tepat didepan mata. Tak ku sangka wanita yang mengatakan aku sebagaui seorang pelakor, ternyata tak lebih dari seorang pelacur dan dialah yang menjadi pelakor.

"Masih mau mengatakan, kalau Amaira pelakor? Bukankah yang menjadi pelakor itu, kamu!"

"Huuuu...pelakor, simpanan Om-om!"

Serentak semua siswa bersorak pada Laura yang tengah menahan malu, karena ucapan Rafka tadi. Benar-benar dikuar nalar, kelakuan Laura sangat parah menurutku. Karena saat ini, ia masih berstatus sebagai siswa SMA. Apa iya, dia harus menjual tubuhnya. Untuk menjadi cantik.

avataravatar
Next chapter