webnovel

Hati yang terluka

Saat berada di dalam mobil, Maura sesekali melirik ke arah Mark yang sedang bersandar dengan mata terpejam namun mulutnya berbicara tidak jelas. Gadis itu menepikan mobil, lalu menghampiri mantan kekasihnya itu

"Mark, apa kamu masih mencintaiku?" tanya maura dengan nada sensual, meraba rahang halus Mark tanpa brewok sedikitpun.

"Tentu saja, bahkan ketika bercinta dengan Adriana, aku hanya bisa membayangkan bahwa itu adalah kamu," jawab Mark sedih, menatap Maura dengan matanya yang sayu.

Maura memberanikan diri untuk mencium bibir Mark sejenak lalu melepasnya. "Aku juga selalu membayangkanmu. Selama di Jerman, aku juga tidak bisa berhenti merindukanmu. Hatiku sakit saat mendengar kabar bahwa kamu sudah menikahi seorang gadis miskin bernama Adriana," katanya.

"Dia baik, dia wanita terhormat, dan jangan bilang dia miskin. Dia punya apa yang aku punya," sahut Mark masih membela Adriana. Mungkin itu hanya di bibir karena, pada kenyataannya, Adriana hanyalah bayangan Maura.

"Itu artinya kamu mencintainya. kamu tidak memikirkan perasaanku..aku akui, aku bersalah karena meninggalkanmu, tapi aku juga tersiksa ketika aku jauh darimu." Maura menarik dirinya menjauh dari Mark, memposisikan dirinya kembali pada posisi mengemudi yang benar.

Mark melirik Maura yang selalu dia cintai sebelum Adriana. Dia menarik mantan kekasihnya itu ke dalam pelukannya. "Benarkah kamu tersiksa ketika jauh dariku? Atau kamu hanya mengatakan itu ketika kamu kembali ke Seattle. Aku yakin, gadis secantik kamu pasti punya kekasih."

Maura melepaskan pelukan Mark dan kemudian menarik dirinya mundur. "Kalau tidak percaya, yasudah....Aku tidak mungkin membujuk mantan kekasih yang telah menjadi suami seseorang," katanya dengan kasar.

"Maura, aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku tidak punya pilihan, aku harus tetap mencintai Adriana karena dia adalah ibu dari anakku." Mark semakin pusing karena dilemanya.

"Sudahlah, Mark. Katakan saja bahwa kamu lebih mencintainya! Aku tidak butuh pria yang sudah menjadi milik orang lain!" tegas Maura, lalu melajukan mobilnya kembali ke rumah Mark.

Mark yang masih pusing hanya bisa pasrah dan menyandarkan punggungnya.

'Aku akan membuatmu kembali untuk mengejar dan mencintaiku, Mark. Aku tidak bisa membiarkan kamu menyentuh istrimu sambil membayangkan aku. Aku yang seharusnya kamu sentuh setiap hari, aku lebih pantas untukmu,' batin Maura dengan sikap licik dan egoisnya. Tampaknya dia akan menjadi seorang pelakor.

___

Sesampainya di depan rumah Mark, Maura langsung turun dari mobil dan meminta satpam untuk membukakan pintu gerbang. Dia menuntun Mark sambil melirik seorang wanita yang menatapnya dari balkon.

'Itu pasti Adriana, dia akan terluka melihat Mark bersamaku. .hem, dia bahkan tidak pantas menjadi istri Mark, gayanya biasa saja!' ucap Maura dalam hati, menghina Adriana.

Setibanya di pintu, Maura memanggil satpam yang merupakan seorang pria paruh baya yang memakai seragam berwarna hitam.

"Pak, tolong antar dia masuk, Saya harus pulang sekarang," seru Maura.

Maura ingat bahwa di mansion Mark yang didominasi dengan warna metalik itu, ada juga Dave. Dia tidak ingin Dave mengetahui bahwa dia yang telah mengantar Mark, pasti pria itu akan memarahinya, mengajaknya berdebat karena mereka tidak pernah akur sejak dulu.

Satpam itu hanya mengangguk kemudian memapah Mark masuk ke dalam rumah, sedangkan Maura segera kembali ke mobil.

Sebelum masuk ke mobil, Maura melirik ke arah Adriana yang masih menatapnya dari balkon. "Kamu wanita murahan, kamu pasti hamil dengan sengaja untuk membuat Mark menikahimu dan berhenti menunggu aku! Aku bersumpah, cepat atau lambat akan mengambil suami mu!"

___

Dari balkon, Adriana termangu menatap Maura yang perlahan pergi. Napasnya terasa sesak, hatinya terasa sangat sakit bahkan tubuhnya terasa lemas karena ternyata suaminya pergi bersama sang mantan. Wanita itu memejamkan matanya untuk sejenak, mencoba bersabar namun perlahan butiran bening jatuh dari kelopak matanya begitu saja. Dia menangis karena hatinya terasa hancur..

"Kamu bertemu dengannya ..," gumam Adriana sambil menyeka air matanya lalu segera kembali ke kamar dan membuka pintu menuju ruang tengah. Dia berjalan menuruni tangga hingga tiba di lantai dasar ruang tengah, lalu bergegas menuju ke ruang tamu.

Adriana melihat satpam yang agak tergopoh-gopoh memapah Mark yang mabuk berat. Dia pun menghampiri mereka dengan tatapan datarnya, karena tak dapat menyembunyikan kekesalan di hatinya.

"Biarkan saya yang mengantarnya ke kamar," seru Adriana menggantikan satpam untuk memapah Mark yang menatapnya dengan sendu.

"Kamu bau sekali, berapa botol yang kamu minum?" tanya Adriana dengan kesal tanpa memapah Mark. suaminya itu hanya terdiam, sesekali tersenyum meliriknya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Setelah berjuang memapah Mark yang berat, akhirnya dia sampai di kamar. Adriana membaringkan tubuh suaminya itu di tempat tidur lalu melepas sepatunya.

'Bisa-bisanya kamu pergi dengannya hingga selarut ini setelah bercinta denganku? Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Apa aku bukan apa-apa bagimu? Apa kamu tidak memikirkan perasaanku?' batin Adriana sambil menatap Mark yang sudah terlelap. Mungkin pria itu sudah berada di alam mimpi.

Karena kecewa dan kesal, Adriana berniat pindah ke kamar Evan, tapi dia mengurungkan niatnya itu karena ternyata Dave tidur di sana. Dia dia pun terpaksa untuk terus tidur dengan suaminya meskipun sangat jijik dan benci.

Wanita itu tidur dengan posisi miring, membelakangi suaminya. Dia merasa kesal dan enggan menatap wajah suaminya, apalagi karena bau alkohol sangat menyengat di hidungnya.

Perlahan, Adriana merasakan tangan Mark memeluk pinggangnya, Dia langsung menepisnya. 'Jangan sentuh aku lagi, kamu sudah menggunakan tanganmu untuk menyentuh wanita lain,' batinnya kesal.

Malam itu, Adriana membuat jarak dengan Mark. Namun, matanya sulit terpejam karena bayang-bayang saat Maura menemani suaminya, seakan terus muncul dalam ingatannya. dia menangis karena dia tidak tahan dengan rasa sakit hatinya. Setelah sekian lama bersabar menerima perlakuan buruk dari ipar dan mertuanya, kini suaminya mulai berani bermain dengan wanita lain.

'Haruskah aku bertahan, aku lelah dengan semua ini!' batin Adriana dalam isak tangisnya. Dia terus menangis, sementara Mark tertidur tanpa rasa bersalah..