24 Twenty-Five. Mencari sebuah kebenaran

Cassandra POV.

"Selamat malam pemirsa..."

Aku mengecilkan volume radio yang sedang aku dengarkan, dan berlalih dengan ponselku yang terus menerus berbunyi.

"Halo?.."

Tidak ada jawaban. Mungkin ini hanya orang jahil yang sering meneror beberapa rumah di komplek. Aku mengusap layar ponselku keatas, lalu tombol merah pun terlihat, saat aku hendak mematikannya..

"Cassandra! ini gue! Cepet lo datang ke lokasi yang gue share! Cepet Cassa!"

Dengan ekpresi terkejut, aku sedikit menjauhkan ponsel ini dari daun telinga ku. Sambungannya terputus, sambil menerka nerka siapa pemilik suara ini.

Aku membuka whatsappku, dan kulihat ada tiga pesan dari Kak Sinta. Tanpa berpikir lagi, aku membukanya, dan aku dapati sebuah lokasi yang di share melalui google map.

"Jadi tadi kak Sinta.."

Gumanku seraya aku mempersiapkan barang barang yang akan aku bawa. Aku memgambil tasku, yang isinya adalah tab IOs, lipstik setrum, pulpen kamera, earphone serbagunaku, dan beberapa alat yang bisa disebut unik lainnya.

"Gue cabut dulu, titip Ana." Ucapku saat sudah berada di dekat Rehan.

Rehan yang sedang menyuapkan satu sendok nasi kemulutnya hanya bisa mengangguk dengan tatapan bingungnya yang terus mengikuti langkahku.

Untung saja maghrib susah berlalu satu jam yang lalu, tinggal menunggu Adzan isya yang akan berkumandang sekitar 15 menit lagi.

Jalanan yang sepi seolah mengijinkanku untuk memacu motor yang kugunakan agar lebih cepat. Jalan Puri, di West Jakarta sekarang menjadi tujuanku. Iya, jalan Puri yang dekat dengan Tol.

Entah apa yang dilalukan Kak Sinta disana, namun sepertinya apa yang dia hadapi sekarang bukanlah hal yang baik.

Sekitar 35 menit aku mengendari motor, kini aku sudah berada di Jakarta Barat, perjalananku masih harus berlanjut ke Jalan Puri yang memang sangat berdekatan dengan Tol.

Disini aku sekarang, Di Jalan Puri Raya, didepan PT. P*nta Pr*teksi FILM. Aku memakirkan motorku, dan tak lupa untuk menguci ganda. Motor ini aku beri sensor sidik jari dan pengenalan wajah. Jadi bagi siapapun orang yang sidik jari dan wajahnya tidak sinkron dengan sensor motorku, ada dua kemungkinan, motor ini menyala dan langsung menghubungi kepolisian, atau orang itu akan memiliki perasaan seolah tersengat listrik.

Hari apa ini? kenapa sangat sepi sekali disini? lagi pula, ini masih jam 8, kenapa Jakarta Barat sudah sangat sesepi ini?

Aku mengambil ponselku, dan melihat dimana keberadaan Kak Sinta menggunakan alat pelacak khusus. Sambil melihat kanan dan kiri, aku menyusuri Jalan Kembang Indah yang terletak dibelakang PT ini.

Aku berhenti didepan bangunan yang biasa digunakan untuk dance, kulihat masih ada beberapa orang disana, dan dengan sangat berani aku berjalan kearah mereka untuk sekedar bertanya, apakah mereka melihat seorang perempuan, selain aku disini.

"Permisi kak.."

Mereka berempat menoleh kearahku, dengan tatapan yang seolah bertanya 'kenapa', seperti sudah tahu bahwa aku adalah orang sedang kebingungan.

"Ada apa, dek?" Tanya salah satu perempuan yang sedang duduk manis dihadapanku.

"Maaf kak, saya mau tanya...Kakak liat cewe sekitar umur 20-an engga? pake jaket kulit sepinggang warna coklat, terus pake celana jeans cutbray warna denim disekitar sini?" Tanyaku to the point.

"Setengah jam lalu kita liat dia ada disana, tapi kayak ngumpet ngumpet gitu dek.."

Jawabnya seraya menunjuk keseberang sana, yang ternyata adalah tempat bermain golf.

"Setengah jam lalu, harusnya belum jauh." Batinku.

"Owh gitu ya kak, makasih ya kak bantuannya!"

Setelah mendapatkan informasi, aku berjalan pergi menjauh dari mereka, setelah sebelumnya meninggalkan voucher makan gratis diCafeku selama 1 minggu penuh.

Aku berlari kejalan awal untuk mengambil motorku, posisinya masih sama, dan untungnya tidak ada lecetan sama sekali. dari arahnya, seharusnya kak Sinta pergi ke Jalan Puri Kembang Timur, dan memasuki perumahan yang berada disana.

'Tinit'

Aku membuka isi notifikasi ponselku melalui kaca helmku. Kaca ini memang adalah layar transparan, di hubungkan menggunakan bluetooth dan Hospot portabel yang menyala, dan di aktifkan dengan satu sentuhan yang berada disamping helmku.

'Location Found'

Kaca sejauh satu jengkal orang dewasa ini menunjukkan lokasi dimana Kak Sinta berada. Untungnya, gambar yang ditunjukkan tidak menganggu fokusku sebagai pengendara motor. Tentu saja layar transparan ini bisa kita setting sendiri, aku mensettnya agar hanya tampil 35 persen dari 100 persen kaca helmku.

"Notre Dame Middle School?" Ngapain Kak Sinta disana?" Gumanku pelan.

Tanpa banyak berfikir lagi, aku menancap gas menuju Sekolah itu. Dari Maps mungkin terlihat kecil, tapi ketika dipermukaan, waw Amazing.

"Inikan?.." Tanyaku pada diri sendiri.

Aku memakirkan motorku lagi, untungnya disekitar sini ada warung, jadi aku bisa menitipkan motorku. Dan tidak lupa aku berpesan agar mereka tidak menyentuh motorku, jika masih bandel, rasakan saja akibatnya.

Aku berlari kecil kedepan gerbang sekolah ini, melihat apakah ada seseorang atau tidak didalam sana. Styleku memang seperti anak remaja yang akan pergi main, Hoodie sepinggang warna putih, celana jeans kulot warna hitam yang tingginya diatas pinggang, hijab yang berwarna hitam, beserta perlengkapan lainnya. Bukan tidak sengaja, namun ini adalah taktik agar orang orang diluar sana tidak mencurigaiku.

'Ting'

Satu notifikasi lagi, dan kulihat kak Sinta mengirimkan lokasi terbarunya, tepat didepanku, sepertinya didalam ruangan yang ada disekolah ini.

Aku mencari seseorang agar bisa membantuku masuk kedalam sekolah ini, untungnya, satpam sekolah diberi tempat untuk tinggal didalamnya, jadi aku bisa lebih mudah untuk masuk dan mencari Kak Sinta.

******

"Sebenernya Mr.X nyuruh apa sih kak? sampe lo dikejar kejar kayak gini." Ujarku sembari mengobati luka yang ada diwajahnya.

"Aww, pelan pelan kali!" Rengkeknya saat aku tidak sengaja menekan lebam di sudut bibirnya.

"Urusan sama Mafia lagi. Dia minta gue cari tau tentang pemilik perusahaan I*E." Ucapnya seraya menggelungkan rambut coklatnya itu.

"Itu...perusahaan itu, gue pernah kesana.." Ujarku perlahan.

"Lo ketemu siapa aja disana?" Kak Sinta kini menatapku lewat ekor matanya, aku yang berada disebelahnya, sekarang memilih tempat lain agar bisa duduk berhadapan dengannya.

"Empat orang, yang satu temen kerja, yang tiga orang kantor itu." Ucapku seraya menunjukkan sebuah Flashdisk berisi rekaman rekaman yang pekan lalu aku ambil.

"Terus, cara kita nyari infonya gimana?" Dengan nada sedikit tinggi dan kesal, pertanyaan yang keluar dari mulut kak Sinta sangat menandakan bahwa ia sedang frustasi.

"Tiga hari lalu gue beli alat, sebut aja Tab IOs. Tab ini bisa nyari orang yang bahkan kita gatau mukanya, atau tau muka tapi gatau nama." Jelasku singkat.

Aku memasang Flashdisk ini ke Notebookku, dan mengambil beberapa foto orang orang yang memang terlihat seperti memiliki jabatan. Salah satunya si koruptor mesum itu.

"Kita cari dari retina mata orang ini aja, dia orang yang ada diruang CCTV, muka dia gue ambil dari kamera pulpen." Jelasku lagi.

'Nofano Argusa.'

'Salah satu anggota Mafia ternama, yang memiliki hubungan dengan organisasi Mafia Mara Salvatucha. Dia lahir di Italia, tepatnya tahun 1991 di Provinsi Pavia. Dibesarkan di Amerika, dan menetap di Indonesia.

Argus menjadi salah seorang---'

"Bukan dia Cassa, skip dulu hobby lo." Ucapnya sembari memindahkan layar ditabku ini.

Aku hanya berdeham panjang, dan mulai mengubah foto penjaga CCTV itu ke foto orang yang aku temui saat itu.

'Reoden Holter.'

'Seorang Mafia besar, dan pemilik beberapa perusahaan di berbagai negara. Salah satunya I*E Group yang ada di Indonesia.'

"Jadi, perusahaan itu punya Reoden? dan yang ketemu sama gue waktu itu juga dia dong?"

"Gaberes nih kalo udah urusan sama tokoh Mafia besar" Lanjut Kak Sinta yang ikut memasang wajah terkejut.

Aku menoleh kearah Kak Sinta lalu menghembuskan nafasku seraya memejamkan kedua bola mataku. Hari sudah semakin malam sekarang, namun semakin banyak kriminalitas yang menampakan diri mereka.

"Kita balik dulu kak, gue gak bawa senjata apa apa." Ujarku seraya melihat kesekelilingku yang semakin sepi.

Aku dan Kak Sinta, sudah memiliki ijin untuk menggunakan senjata, entah senjata apapun itu. Bukan, bukan pemerintah Indonesia yang megizinkannya, tapi lembaga keamaan dunia yang mengizinkannya.

Alasanku diperbolehkan karena sering membantu para polisi sejak 3 tahun lalu. Sedangkan Kak Sinta, dia dijinkan karena menjuarai lomba membidik Internasional, terlebibh lagi, seleksi kepantasannyapun sangat ketat.

Intinya, jika bisa menggunakan cara halus, jangan pernah gunakan cara kasar, terkecuali dalam keadaan yanh benar benar terdesak.

"Balik ke basecame gue aja, ga aman kalo kita balik ke rumah."

Aku hanya mengangguk untuk menanggapi ucapannya. Yang dikatakan Kak Sinta memang benar, tidak baik jika aku pulang kerumah, karena secara tidak langsung, kami berdua 'mengundang mereka' untuk datang dan mengacau.

Masalah Basecame, itu sebutan rumah singgahnya. Dia menampung beberapa orang yang memang sedang merantau dikota Jakarta ini. Untuk biaya sewa, cukup membayar 300 rb saja, karena Kak Sinta tahu, hidup dikota Jakarta ini tidaklah mudah dan gratis.

"Gue kunci pagernya dulu." Ujar kak Sinta ketika kami sampai dibasecamenya.

Aku mengunci motor scoopyku, dan beralih masuk kedalam dengan barang barang berhaga didalamnya. Tab IOsku kembali menunjukkan data diri tuan Reoden, dan satu persatu kalimat aku copypaste untuk dikirimkan pada Kak Sinta.

"Gue gamau tau, ini harus kerjasama lo yang terakhir kali sama Mr.X" Ujarku dengan nada yang serius.

"Setuju."

Kini Kak Sinta duduk disebelahku, dan dia melakukan apa yang kulakukan, yaitu menatap Layar Tabku yang kini menunjukkan kata 'Wait processing'.

'The process is Complete'

Kami berdua tersenyum lega, dengan segera aku membuka dokumennya, dan mengecek apakah ada yang tertinggal atau tidak.

"Langsung gue kirim ke lo, jangan lupa kalimat pemberhentian kerjasama lo sama dia."

Kak Sinta mengangguk, wajah seriusnya kini mendominasi, siapapun bisa melihatnya, aku yakin itu. Aku sedikit meregangkan badanku, dan beralih menatap ponselku yang sedang menyala.

Kulihat ada satu pesan, dan saat aku ambil, ternyata pengirim pesan itu adalah Rafael.

"Ada apa dia ngedm malem malem gini?" Gumanku.

raff_el02

Cassa, besok bisa ga ketemu sama gue?

cassan25_

Bisa, jam berapa? dimana?

raff_el02

Jam 10, dicafe lo aja.

Setelah membalas 'oke', aku bertanya pada kak Sinta, besok itu hari apa. Dia hanya menjawab singkat, 'Jum'at' ucapnya tadi.

Pantas saja dijalanan sesepi itu tadi, aku baru ingat ini malam jum'at. Karena minggu ini sedang datang tamu, jadi aku tida terlalu memperdulikan tentang hari, ditambah sekarang aku sedang pelatihan UN.

"Besok, gue masih ada urusan."

Aku hanya menatap bingung kearahnya, urusan apa lagi? Apapun itu, yang peting dia pulang dengan selamat.

"Dan lo ikut."

Aku menautkan kedua alisku dengan dengan kedua mata yabg sedikit terbuka lebar, dan mulut yang juga ikut termangu.

~~~~~~~

avataravatar
Next chapter