30 Thirty-One. Masalah Tak pernah Singkat

Aku menatap lekat Beno dan Sigit, diantara mereka berdua, siapa yang sebelumnya menggunakan mobil grab sewaan itu? Beno memang sangat mirip dengan pria yang bersama Pak Agus saat terakhir kali. Namun, tanpa bukti yang kuat kita tidak boleh menuduh siapapun dengan seenaknya.

"Kita bicarakan ini dikantor Polisi." Putusku.

Kulihat, diantara kedua orang yang tengah ribut tadi, tidak ada satupun yang memasang wajah tegang atau takut. Ekspresi mereka sama sama kesal dan marah, seolah kucing yang sedang berebut mangsanya.

"Aku masuk duluan." Ujar Sandra yang berlalu dan meninggalkan kami.

"Pak Beno, Pak Sigit, kalian duduk dikursi belakang. Pak Satyo duduk dengan Saya dikursi tengah." Ucapku seraya berjalan kearah mobil untuk membenarkan posisi Jok mobil.

Aku melihat kearah depan, ada Cassandra yang sedang sibuk mengutak ngatik Tab IOs miliknya. Dengan guratan guratan cemas yang terpampang jelas diwajahnya, aku yakin, ada sesuatu penting yang tidak bisa dia selidiki atau dapatkan. Tidak mengganggunya, adalah hal benar yang harus aku lakukan. Aku tahu, jika diusik sedikit saja, Sandra pasti akan kehilangan konsentrasinya.

"Ayo masuk." Titahku pada dua Pria yang terlihat baru berkepala empat ini.

Setelah semuanya beres, Sinta mengarahkan kami untuk menggunakan sabuk pengaman, yah...walaupun jaraknya tidak terlalu jauh, tetap saja keselamatan itu nomor satu, benar bukan?

Selagi mobil ini berjalan dikecepatan rata rata, aku mengedarkan padanganku keluar jendela, berharap dari cahaya yang muncul dari luar sana, aku bisa mencari jawaban tentang apa yang sedang aku atasi.

Agung Pov Off.

Author POV.

Cassandra menautkan kedua alisnya, tidak ada satupun data yang dia temukan dari Tab IOs miliknya. Ia mencari data lebih lanjut mengenai Sigit dan Beno, namun hasilnya selalu nihil, yang keluar dari layar Tab itu hanyalah Biodata diri yang biasa tercantum dikartu–kartu pengenal, dan beberapa tambahan informasi mengenai makanan, minuman favorit, dan riwayat penyakit.

Biasanya, Tab ini akan menunjukkan data yang sangat lengkap, seolah Artikel yang memang sengaja ditulis oleh suatu website. Namun kali ini apa? Hanya Kata perkata yang ditemani titik dua saja. Tidak ada apapun lagi.

"Mungkin ga kalo Tab ini bisa di hack?" Batin Cassa bertanya.

Dia kemudian mengubah settingan Tabnya, mengalihkanya ke Settingan Negara Inggris, semoga saja, dia bisa mendapat informasi jika menggunakan koneksi Inggris.

Menghack itu tidak mudah, butuh keahlian dan pelatihan khusus. Untuk mengacaukan jaringan disuatu negara, atau mengubah suatu tatanan Alat, atau peraturan dalam Website, itu juga bukanlah hal yang mudah.

Seraya mencari Data diri dari dua orang itu, Cassandra berusaha mengingat ingat, apakah dia mengklik suatu link atau aplikasi, sehingga hal itu dapat mengubah tatanan dari Tabnya.

Dari kursi paling belakang, mungkin belum ada yang menyadari, sesuatu buruk tengah menimpa seseorang di belakang sana. Entah tidak terdengar, atau memang dia sudah ahli, sampai–sampai, kejahatan yang sedang ia lakukan seakan tidak terlihat oleh siapapun.

"Yes Dapet!" Batin Cassandra.

'Eh?' Gumannya kecil.

Dengan perasaan yang berkecamuk, dengan terpaksa Cassandra menoleh kearah kebelakang. Memastikan informasi yang dia dapatkan itu tidaklah benar, semoga dan sangat semoga, dia benar benar bukan pelakunya.

"MAS AGUNG PAK SATYO AWAS!" Teriak Cassa nyaris membuat orang tuli.

'Dor!'

Dengan spontan, Cassa membidik dan menembak lengan kanan Sigit yang hendak melayangkan pisau ke kepala Pak Satyo. Dua orang yang tadi diteriaki olehnya pun sudah mulai tersadar dari lamunan dan sama sama mundur kearah Pintu mobil yang ada disebelah mereka.

"Wah wah wah, ternyata kamu bisa tahu siapa saya secepat ini ya, Cassandra."

Sinta yang sedang fokus menyetir sesekali melihat ke kaca yang menganggtung, untuk melihat, seperti apa Raut wajah orang itu.

Beno, yang tadi sempat disalahkan, sekarang sudah terkapar dengan darah segar yang mengalir dari perutnya.

"Sigit...selama ini kamu yang..."

"HAHAHAH, IYA PAK! SELAMA INI SAYA YANG NGELUKAIN REKAN REKAN KERJA!"

"Sial, kenapa bisa gue gak sadar kalo dia lagi ngelakuin tindak kejahatan!" Batin Agung.

"Orang ini...untung Cassandra gak ikut kehipnotis sama dia!" Batin Sinta.

"Terlampau cerdas untuk seorang yang mengidap Skizofrenia. Saya kira, pembununya seorang psikopat." Batin Pak Satyo dengan raut wajah kecewa.

"Kalau kalian masih mau hidup, heheheh...Berenti disini sekarang, biarkan Saya pergi" Ujarnya dengan raut wajah tidak normal dan nada rendah yang dingin.

Sinta melihat sorot mata Agung dari kaca kecilnya, Agung yang mengetahui itu mengangguk kecil untuk mengizinkan Sinta menghentikan mobilnya.

"Gue harus cuci mobil kemana ini..." Batin Cassandra yang menyadari bahwa bau anyir darah itu mulai menyengat.

"Heh Pak. Semoga aja, Pak Beno masih hidup ya, berabe kalo udah meninggal, bisa bisa bapak dihantui." Ujar Sinta sedetik setelah ia menghentikan laju mobil ini.

"Heh Wanita, korban saya gak cuma satu loh.."

Setelah mengatakan hal itu, Sigit melompat kekursi tengah, tempat Agung dan Satyo berada. Agung menatapnya lekat, gurat kemarahan tercetak jelas diwajahnya. Seharusnya, dia tidak melakukan hal ini didepan orang yang mengidap gangguan jiwa, tapi itulah Agung, ekspresi sehari harinya saja setajam burung elang, apalagi sekarang ketika dia marah?

"Heh Inspektur, untung saja aku tahu ini adalah tatapan sehari harimu, jika tidak, aku tidak bisa menjamin kau masih bisa memiliki kedua bola matamu itu."

Setelah mengatakannya dengan ucapan yang mengejek, Sigit mendorong Agung agar bisa membuka knock pintu mobil berwarna Dark blue ini.

Bersikap tenang, itulah yang harus mereka lakukan. Cassandra diam diam menghubungi kantor Polisi pusat, dan merekam semua yang terjadi didalam mobil ini, walaupun ia tahu perasaannya sangat tidak nyaman saat ini. Sedangkan diluar sana, Lentan C dan Inspektur A sudah bersembunyi dan bersiap untuk membekuk Sigit.

Yah, Mengingat Cassandra sudah mengirimkan lokasi keberadaan mereka pada Kedua Pria paruh baya itu sejak 20 menit lalu.

"Untung aja ya, saya bisa akting, pura–pura gatau kalau kalian lagi mantau dari dalam mobil tadi. Jadi, saya bisa mengecohkan pikiran kalian Hahahahah!"

"Tapi maaf anak muda, sepertinya malaikat maut sudah datang menjemput mu!"

1

2

3

'Dor!'

'Dor!'

'Dor!'

Author POV Off.

Cassandra POV.

Melamun, itulah yang aku lakukan sekarang. Bayangkan saja, dalam sekejap hidupmu melist sebuah cuplikan–cuplikan mengerikan. Entah yang sedang terjadi, ataupun yang sudah berlalu. Saat dimobil, aku menemukan informasi dalam bahasa Inggris, yang kira kira artinya seperti ini..

'Sigit adalah pengidap Skizofrenia Paranoid. Dia akan menyerang siapapun orang yang menerutnya akan melukai dirinya dihari yang akan datang. Tiga korban tercatat dalam kamus kejahatannya. Yang pertama adalah kematian seorang gadis berumur 8 Tahun yang kasusnya ditutup oleh kepolisan Indonesia Tiga tahun lalu.

Yang kedua, Rania Fauzia, Wanita berumur 23 tahun yang merupakan seorang penulis artikel yang tak lain adalah penumpangnya. Januari lalu, polisi juga resmi menutup kasusnya karena tidak menemukan bukti apapun yang menjerumus kepadanya. Dan yang ketiga adalah Agus, rekan kerjanya yang tak lain adalah Saya sebagai penulis blog di Tab ini.'

Setelah membaca paragraf terakhir, aku baru menyadari, bahwa data data yang dikumpulkan oleh Tab IOs dilakukan oleh orang orang terdekat tokoh yang kita cari. Dan sialnya, blog tentang Sigit ini ditulis sendiri oleh Pak Agus, yang sekarang tubuhnya sedang diperiksa oleh tim Forensik.

Pak Beno, Pak Agus, dan Sigit. Mereka bertiga memiliki keahlian yang sama, yaitu seorang hacker dan stalker handal. Sialnya, Sigit malah menggunakan keahlian itu untuk melakukan tindak kejahatan.

Contohnya, mencari data Almh Rania untuk dia bunuh dengan cara yang sangat brutal. Dia takut, jika Almh Rania akan tahu siapa dia, dan menulis Artikel tentangnya, sehingga polisi dapat menagkapnya nanti.

Pikirannya memang dangkal, menyedihkan, dan pendek. Bagaimana bisa dia memikirkan hal itu? Delusi dan halusinasinya terlalu berlebihkan. Seorang skizofrenia juga tidak boleh diacuhkan, apalagi, Sigit adalah seorang Skizofrenia Paranoid.

"Nona Sandra." Aku menoleh kearah suara, kudapati seorang dokter dengan raut wajah yang sedikit senang.

"Pak Beno masih bisa diselamatkan, beliau sudah melewati kondisi kritisnya."

Aku bernafas lega saat mendengar penuturan Pak Dokter ini, setidaknya, aku bisa membawa kabar baik untuk keluarga Pak Beno. Wajar saja aku takut beliau tidak akan selamat, karena terakhir aku lihat lukanya sangat parah, sampai bagian dalam perutnya seolah mau keluar.

Pak Satyo sedang menjalani terapi untuk trauma, kasihan dia, diumur yang hampir setengah abad harus melihat dan terjerumus ke permasalahan yang tidak manusiawi seperti ini.

Mas Agung juga melakukan hal sama. Mengingat tadi dia melihat langsung bagaimana Sigit ditembak tiga kali oleh Inspektur A persis dihadapannya. Walaupun tidak membuat Sigit kehilangan nyawanya, tetap saja ketika kita melihat seseorang yang hampir mati itu rasanya sangat mengerikan.

Terlebih lagi, aku juga harus mati matian menahan traumaticku yang hampir kambuh ketika melihat dan mendegar suara tembakan dan gemercik darah secara bersamaan.

"Udah baikan lo San?" Tanya Kak Sinta seraya mendudukkan dirinya dikursi yang ada disebelahku.

"Iya kak, udah kok." Jawabku dengan sedikit anggukan kepala.

"Ngomong ngomong, lo keren juga bisa nemuin datanya secepat itu." Ujarnya yang masih fokus menatap lantai.

"Yah...kan memang seharusnya data itu ada disitu kak."

Kak Sinta hanya mengangguk paham. Setelah kejadian singkat hari ini, perasaan kami masih sama sama berkecamuk tidak karuan. Ish, bayangkan saja, aku harus berhadapan dengan seorang pembunuh, dan bahkan menyaksikan korbannya yang sudah seperti mainan baginya.

Semoga kedepannya, aku tidak dihubungkan dengan kasus kasus seperti ini. Lagipula, ini seperti sebuah kebetulan yang disengaja, aku naik mobil grab itu, dan aku menemukan mayat korban, lalu aku ikut andil dalam kasusnya.

Seolah sudah direncanakan oleh penulis sekenarionya, sehingga membuatku terus menerus menghadapi hal hal yang tidak wajar. Dalam hidup itu, alur ceritanya tidak hanya satu, bahkan, dalam waktu yang sama, ada banyak kejadian yang tak serupa. Entah itu senang, sedih, atau bahkan masalah percintaan dan persahabatan.

Yang pasti, setiap langkah yang seseorang ambil, itu sudah menjadi tanggunggannya, dia tidak bisa mundur, ataupun berhenti. Dia harus terus berjalan, menyusuri jalanan yang kadang gelap, dan kadangkala terang.

~~~~~~~

avataravatar
Next chapter