1 1

Happy reading:)

Aku, Avyna Jessi. Umur 18 tahun. Aku adalaj seorang artis cilik yatim piatu. Yap kedua orang tua ku baru aja meninggal. Ayah ku meninggal sejak aku kecil dan bunda ku baru aja meninggal bulan lalu. Aku biasa membintangi banyak film di indonesia. Aku juga tinggal bareng adik ku. Aryna Kevana dia baru 10 tahun. Aku punya temen seperjuangan juga sih. Eve Valina dan Xavier Curt.

Eve adalah anak yang centil cantik iseng pinter dan suka tebar pesona. Dia bisa di bilang orang kaya tapi ga suka di bilang gitu karna menurutnya uang yang ia hasilkan belum terlalu banyak. Aku juga tinggal bareng dia di satu apartemen yang cukup gede. Apartemenya 3 pintu dan ada kamar mandi di setiap kamarnya, namun kamarnya tidak kecil.

ia Xavier. Orang yang mentang mentang cool suka ngegombalin cewe. Ga bisa diem dan suka nginep di apartemen ku sama Eve. Dia anak dari kelyarga biasa dan jadi kaya gara gara jadi aktor. Kurang lebih sama seperti diri ku.

Hari ini Xavier ga nginep hari ini tapi dia bilang kalo dia bakal mampir ke lokasi syuting hari ini, jadi aku juga meminta ke dia buat bawain aku buku di rumah pas pulang.

Keseharian ku hampir sama cuma bedanya sore atau siang tu gw syuting. Tapi kadang kalo cuma ada projek film. Nilai ku sempurna dan aku sekolah di sekolah yang sama dengan Xavier dan Eve. Hari ini jadwal syutingnya rada sore sekitar jam 3 jadi aku masih bisa beristirahat di rumah dan ngechill bareng Eve.

"Lu ga kerumah lu gitu?"

"Kaga mager gw dengerin hewan teriak teriak"

"bersyukur lu punya emak bapak, lah gw"

"Lu bersyukur juga dari kecil ampe gede masi di perhatiin lah gw di suru mandi aja ga pernah, oh iya lu ga syuting emang? Kan ada projek?"

"Ada hari ini cuma scene terakhir yang waktu itu kepotong si"

"Pulang malem?"

"Iya, eh btw tumben si Xavier ga kesini?"

"Au dia mungkin lagi sibuk ngelesain level nya, Ary juga tu tidur mulu"

"Dah lah gw mau cek pendaftaran beasiswa dulu"

Buat langkah pertama kita akhirnya daftar buat veasiswa ke korea. Aku Eve sama Xavier milih universitas yang sama karna rekam nilai dan pengalaman kita yang hampir sama. Aku menang olimpiade fisika, Eve menang olimpiade Kimia dan Xavier matematika.

Awalnya kita emang mau daftar buat stanford dan Harvard tapi kita rasa ga akan seru dan milih belahar bahasa lain. Yaps korea. Kita Seoul National University, Kyung Hee university dan Korea University.

Aku membuka laptop ku buat cek email karna pemberitahuannya hari ini. Aku pun ngebuka email dari pihak penyelenggara.

"Eve, hari ini mau beli jas gak?"

"Deal, gw nanya Xavier dulu"

Eve pun menelpon Xavier dengan semangat.

"Vier lu lolos gak?"

"Lolos, terus?"

"Ikut yu biar sekalian"

"Nagapin?"

"Beli jas abis Avy kelar syuting"

"Deal, berarti dia yang terkatir gw"

Aku dan Eve pun mencari cari gaya yang bagus buat interview. Kita kalau udah masuk mall serasa ga bisa nemu pintu keluar. Ngerti kan maksudnya?

📍14.30

Aku bersiap siap buat pergi ke lokasi syuting. Aku memakai baju all black dan sneakers putih. Scene ini cuman pemakaman jadi ga paling cuma bentar terus balik. Alur cerita di sini aku menjadi hati yang tersakiti di dalam cinta segitiga terus bapaknya si cowo meninggal dan wasiatin suruh menikahi diri ku, kurang lebih begitu.

Eve ngeliat ku yang sedang bersiap siap seperti anak anjing yang menunggu makananya. Aku menatapnya seperti seorang kucing yang kesal dengan majikanya. "Ngapain lu begitu?" tanya ku dan melanjutkan merapikan pakaian. "Xavier udah di depan katanya hari ini dia yang anter, kita mau ikut" dengan muka yang kyut dia menjelaskan ke pada ku. "Yaudah lah oke, dari pada gw muak liat si Bagas".

Bagas Harry, lawan main ku di projek kali ini. Dia cowo yang Dingin banget. Bapaknya juga berperan dalam projek ini, lebih tepatnya, bapaknya berperan sebagai bapaknya di film. Aku dan Papihnya emang deket tapi gak sama dia, orangnya pura pura gak kenal padahal mah selalu nyolongin makanan milik ku.

5 Hari lalu

Aku ninggalin tempat break buat panjutin syuting dan naro makanan gw yang belum ke buka di atas meja kecil. Waktu itu ga ada Eve jadi ya pasti ga ada yang makan.

Aku kembali ke tempat break setelah syuting dan mencari cari makanan ringan yang sebelumnya gw taro. Di situ diriku cuma mikir 'pasti Eve sama Xavier lagi ngerjain gw'. Jadi gw berjalan dan ingin keluar dari lokasi syuting. Saat aku melewati mejanya si bagas ternyata makanan ku diambil dia dan dia dengan santainya makan di depan ku.

Balik ke cerita.

Aku pun berangkat ke lokasi bareng Eve dan Xavier. Eve tertidur di dalam mobil kala perjalanan, karna dia emang rada ngantuk dan biasanya sekarang dia lagi tidur siang. Di tengah perjalanan gw mendapat telpon dari crew yang bertugas.

"Iya bang napa?"

"Cepet ke rumah sakit"

"Hah? Rumah sakit? Lokasi kan?"

"Bukan, ayahnya Bagas lagi keritis di tumah sakit sejahtera"

"Hah? Om Bobby? Oke aku ke sana"

Mendengarnya aku sangat terkejut. Om Bobby adalah salah satu orang yang dekat dengan ku di lokasi syuting. "Vier ke rumah sakit sejahtera". Tanpa menjawab Xavier langsung menyetir ke arah rumah sakit.

📍Rumah sakit

Dengan rasa khawatir aku membangunkan Eve dengan cepat namun ia tak kunjung terbangun. "Udah dia biar gw yang urus kayanya emang dia lagi ngantuk" sahut Xavier yang melihat diri ku sangat panik saat itu. "Oke, kalo uda bangun telpon gw ya entar gw kasih tau di mana" jawab ku.

Perasaan ku mulai ga enak dan akhirnya aku berlari keruangan yang telah di beritahukan ke pada ku. Aku berhenti di depan pintu melihat dokter sedang menangani Om Bobby. Aku melihat bagas dan seorang pengacara Om Bobby. Bagas terlihat panik dan ia tak bisa duduk diam walau hanya 1 menit. "Duduk, gw tau Om Bobby pasti kuat kok, jangan berlebihan gitu deh" ujar gw. Iya menoleh ke gw dengan tatapan sinis. "Lu gatau apa apa anak kecil" jawabnya ketus.

Aku hanya duduk dengan tatapan kosong. Eve dan Xavier berlari menghampiri gw. "Bisa ga si lebih kalem?" sahut ku ketus. "Gimana jess?" tanya Xavier. "Dokter belum selesai meriksa" jawab ku. "Maaf banget tadi gw tidurnya kepulesan".

Mereka berdua duduk di samping ku hingga dokter keluar. "Dok jadi gimana kondisi Papi saya?" sahut Bagas dengan cepat. "Kondisinya masih di pantau dan kritis, dari tadi ayah saudara hanya memanggil nama Bagas dan Avyna" dokter menjelaskan bahwa kondisi Om Bobby sangat kritis dan persentase hidupnya hanya sedikit, namun iya masih bisa berkomunikasi.

Dengan cepat Bagas menerobos masuk ke dalam ruangan. Aku yang panik pun mengikutinya. Ia menggenggam erat tangan Om Bobby.

"Bagas, kalo papih pergi, kamu harus, jalanin wasiat papih, semuanya, ada di pengacara papih" jelas Om Bobby.

"Apaan si pih, gak! Papih pasti kuat!" ujar Bagas.

Tiba tiba napas dan detak Om Bobby mulai melemah. Perawat yang memperhatikan dengan tanggap memanggil dokter untuk menangani.

Aku dan Bagas di persilakan keluar agar dokter bisa fokus menangani om bobby.

Aku sangat cemas waktu itu. Begitupun Bagas, Xavier, dan Eve. Mengingat Om Bobby adalah bos besar perusahaan dari Key Entertaiment, agensi yang menaungi kita dari awal karir menjadi aktor layar lebar.

Selang beberapa lama dokter keluar. Sang dokter menarik napas panjang. "Maaf, pak Bobby sudah tidak ada lagi di dunia ini" jelas sang Dokter.

Bagas terjatuh kala berdiri. Ia duduk di lantai dan menangis sejadi jadinya. Bukan hanya aku saat itu. Eve juga ikut menangis karna Om Bobby sudah menjadi sosok ayah baginya.

Gw menghampiri Bagas. "padahal arti nama lu bagus, malah nangis gini doang" ujar ku yang mencoba menahan air mata.

"Lo tau apa bocah!" sahutnya dengan kencang sehingga seluruh koridor dapat mendengarnya.

"Gw tau, karna gw lebih dulu jadi anak yatim piatu dari pada elo! Bunda gw pernah bilang pas ayah gw ga ada, Ayah kita ngajarin kita buat kuat, sedangkan pas kuta di tinggal pergi kita nangis? Jangan buat ayah lo merasa gagal karna ngeliat lo nangis!" sahut ku.

Dia hanya terdiam setelah itu berdiri dan mengusap air matanya. "Kita bawa kerumah duka" ucapnya.

Ambulans membawa jenazah Om Bobby ke rumah duka. Yang ikut di ambulans cuma Bagas dan dia ga berhenti nangis dari awal jenazah di bawa ke ambulans. Sedangkan aku, Xavier dan Eve kembali ke apartemen gw sebentar buat ganti baju dan pergi ke rumah duka.

Aku memperhatikan Bagas yang terus menangis. Aku ingin banget buat nguatin dia, tapi aku tau itu ga bakal berhasil. Pemakaman berjalan dengan sempurna. Semua pelayat telah pergi. Tinggal pengacara dan notaris serta Bagas yang ada di sana.

Melihat semua yang sudah terjadi. Mata Eve yang sembab dan Xavier yang terlihat lelah. Aku memutuskan untuk kembali.

Aku berjalan keluar bersama Xavier dan Eve sembari menahan Eve agar tidak pingsan. Aku memasukan Eve ke mobil. Namun saat aku ingin masuk, pengacara Om Bobby keluar dan memanggil ku untuk kembali.

"Ah nyonya Avyna, bisa minta waktu sebentar?" tanyanya yang terngah engah setelah berlari.

"Ada apa ya pak?" tanya ku balik.

"Untuk pembacaan wasiat, pak Bobby mempercayai saya untuk membacakanya di depan Nyonya dan Tuan bagas" jelas sang pengacara.

"Saya pak? Lho emang ada apa kok saya pak?" tanya ku dengan penuh tanda tanya.

"Itu akan saya beri tahu di dalam, mari"

Aku berbicara dahulu sebelum Xavier pulang. Dia bilang dia akan menjemput ku dan mengurus Ary dan Eve. Aku sebenarnya khawatir tapi karna ini menyangkut Om Bobby setidaknya aku menjelankan tugas terakhirku.

avataravatar