1 Roleplayer

[•Audrey Piers.

>Hari senin yang membosankan, ku harap hujan datang. Dan jam pelajaran akan kosong.]

Seorang gadis berambut coklat panjang memasukan ponselnya di tas setelah sebelumnya mengetik beberapa baris kalimat pada kolom status. Tipikal anak millenial yang diperbudak oleh sosial media pada umumnya. Gadis itu buru-buru meraih gagang pintu rumah tak mempedulikan raungan ibunya didalam rumah.

"Cassandra!! Kenapa kau tak habiskan sarapan mu?!!" Teriakan ibunya sangat menggelegar, bahkan sampai terdengar sampai teras depan.

"Aku sudah kenyang Maa!!"

Buah memang tak jatuh dari pohonnya. Bisa di bilang gadis remaja itu menuruni sifat ibunya. Dua wanita itu memang suka sekali berteriak.

Cassandra Stephenson seorang gadis berusia 16 tahun yang baru saja mengetik status dengan nama akun Audrey Piers yang adalah seorang model ternama. Dirinya memang sudah kecanduan bermain peran.

Roleplay, sebuah dunia konyol dimana kita berpura-pura menjadi orang lain. Bahkan tak jarang juga jatuh cinta dengan manusia virtual yang tak jelas wajah aslinya. Dan Cassandra salah satu diantaranya.

[•Audrey Piers

> Morniiiing Babe..]

Ia tengah di mabuk cinta pada seseorang yang tidak jelas.

[•Space1

> Morning too Bae.]

Cassandra berseri-seri . Bayangkan pesanmu dengan cepat di balas oleh orang yang kau suka di pagi yang cerah ini. Anggaplah ia gila karena berpacaran pada pria tak di kenal yang berperan menjadi Aktor tampan Spencer Callahan.

Ia tak peduli, atau sebenarnya sudah terbutakan oleh cinta. Bisa saja orang yang sedang berkirim pesan dengannya adalah pria tua pedhopil, atau pria yang sudah bersuami? Berkali-kali ia sudah di peringatkan oleh temannya. Namun percuma saja, Cassandra tipe orang yang tak percaya jika tak melihatnya dengan mata kepala sendiri. Gadis remaja yang sangat keras kepala.

Seperti harinya yang biasa, Cassandra langsung memilih tempat duduk di pinggir jendela di Bus yang akan mengantarnya ke sekolah. Sungguh langit seperti bersahabat dengan suasana hatinya yang gembira. Dia menatapi jalanan dari balik jendela, sedikit bergumam mengikuti alunan lagu dari earphone di telinganya.

Tepat saat Bus berhenti di lampu merah, Sebuah layar iklan menayangkan seorang pria tampan dengan setelan jasnya tengah menggenggam kopi dengan merek ternama. "Ah, tampannya pacarku~" Cassandra memuji pria didalam iklan yang ternyata adalah Spencer Callahan.

[To : Space1

> Tadi aku melihat wajahmu di layar iklan, duh tampannya~ ]

Tak ada balasan lain. Seseorang diseberang sana tampaknya tengah sibuk. Jelas saja, siapa yang tak sibuk dengan aktivitasnya di pagi hari. Hanya remaja tak punya kerjaan seperti dirinya yang hobi bermain ponsel saja.

"Yo!! Wassup~" Gadis berambut sebahu merangkul bahunya dengan akrab tepat setelah Cassandra turun dari bus. "Ceria sekali kau, seperti habis menang lotre"

"Tumben sekali kau tak terlambat" Cassandra jelas tahu sahabatnya ini suka sekali terlihat tengah menjalani hukuman di pagi hari. Carla McKenzie, menurut Cassandra nama temannya terlalu anggun untuk orang petakilan seperti nya.

"Hey lihaat~" Carla tampak tak menggubris ejekan Cassandra terhadapnya, Ia malahan dengan semangat menunjuk beberapa anak lelaki yang tengah bermain bola. "Dennis tampan sekali"

Cassandra hanya melirik sekilas dengan tatapan datarnya "Lebih tampan Spencer ku"

"Sudah ku bilang berkali-kali jangan terlalu percaya dengan orang asing—" Carla tanpa putus memberi nasihat yang tak berguna bagi Cassandra. Gadis itu hanya berlalu dengan earphone yang kembali terpasang di telinganya, menghalau makian Carla atas tindakan pengabaian.

"Astaga gadis itu sudah gila..."

.

.

.

.

Pria berambut sehitam arang melepaskan kaosnya yang basah. Berlari pagi beberapa kilometer menjadi rutinitasnya di pagi hari. Di tambah pagi ini tak mendung, bahkan awan pun tak berani menutupi langit.

Ruangan bernuansa coklat maple mendominasi apartemen yang terbilang cukup mewah. Beberapa penghargaan terpajang pada lemari kaca dengan beberapa ukiran emas.

Dengan tergesa pemuda itu berlari kecil masuk ke dalam toiletnya. "AAAAA Jangan keluar dulu"

Tampan dan gila.

Tubuh atletisnya setengah telanjang dengan rambutnya yang agak basah, berjalan ke arah meja mengambil ponselnya yang tertinggal. Kebiasaannya yang selalu meninggalkan ponsel saat berpergian. Cukup menyusahkan bagi orang yang menghubungi dirinya kala situasi genting.

[ From: Audrey Piers.

> Tadi aku melihat wajahmu di layar iklan, duh tampannya~ ]

Pemuda tinggi itu tersenyum setelah menbaca pesan singkat pada ponselnya. "Apa aku harus membawa ponselku kemanapun yah?" monolognya pada ruang kosong.

Benar sekali, Pemuda itu adalah Spencer Callahan. Aktor ternama dan juga model tampan yang terkenal. Hanya saja satu yang tak orang lain tahu adalah ia sangat aktif bermain peran di dunia Roleplay.

Memerankan dirinya sendiri.

"HEY! CEPAT PAKAI PAKAIAN MU!!" Teriakan dari seorang pemuda bersuara tenor tak lantas membuat Spencer malu. Ia masih asik duduk di sofa dan bermain ponsel. melupakan dirinya yang masih memakai handuk.

PLAAAK!

"Cepat pakai.." Alan Travis —pemuda bersuara tenor tadi— melempar satu set pakaian tepat ke wajah Spencer. Sangat tak berperikebajuan.

Perempatan imajiner muncul di pelipisnya. Menjadi teman sekaligus manager dari orang seperti Spencer cukup menguras tenaga, dan emosi tentu saja. Rasanya tak ada hari tanpa mengumpat.

"kau masih saja bermain rumah-rumah?!"

Yang di maksud Alan adalah dunia Roleplay yang membuat Spencer menjadi acuh dalam seketika. Alan menyumpah serapahi siapapun penemu dari permainan bodoh penuh khayalan itu.

"Ayo cepat! Kau ada syuting!!"

"Iya iya cerewet~"

"Dan jangan tinggalkan ponselmu lagi! seluruh orang menghubungi ponselku tahu!"

"Kan memang itu tugasmu Pak Manager~"

Alan rasa, ia akan bertambah tua dengan cepat.

.

.

.

[ •Spance1

>Lebih tampan Spencer asli atau diriku?

•Audrey Piers

>Aku tak peduli siapa yang lebih tampan, kan kau kekasihku~

•Space1

>Benarkah?

•Audrey Piers

>Tentu saja. Kau meragukan ku?

•Space1

>Aku percaya padamu kok.

•Audrey Piers

>I love you.

•Space1

>Love you more. ]

"Spencer ayo makan siang— Astaga kau belum meninggalkannya ?" celetuk Alan begitu mendapati temannya masih sibuk berbalas pesan dengan orang tak di kenal. Sedikit iri sebenarnya, tak ada seorang bahkan dirinya dapat membuat sosok cuek seperti Spencer bahkan rela membawa ponselnya.

Bahkan pemuda tinggi itu rela meminjam charger pada staff lain. Hal yang sangat langka di lihat, dan itu membuat Alan kesal.

"Bagaimana jika orang yang membalas chat mu adalah nenek-nenek kesepian?" ujar Alan begitu memberikan sebuah nampan berisi makan siang di hadapan Spencer. Dan pemuda itu masih tak menggubris nya.

"Bagaimana jika sebenarnya dia adalah pria tua berkumis dan berperut buncit ?"

Tak hilang akal, Alan terus menerus menggoda Spencer. Dan tampaknya itu berhasil. Pemuda tinggi didepannya menghentikan aktifitas menatap ponsel tanpa berkedip.

"Kalau begitu, ku ajak bertemu saja.." sahut Spencer tanpa pikir panjang.

"Kau benar-benar gila!"

Setelah ini Alan harus mengingatkan dirinya untuk membuat janji dengan psikiater.

avataravatar
Next chapter