webnovel

First Appetizer 2 ❤

•-----•

Seharusnya, dia yang menyakitimu tidak perlu kau tangisi. Syukuri, karena kau telah disadarkan sebelum terlalu dalam dengan perasaan yang kau miliki -karena itu akan lebih sakit.

- LOVE CHEF -

(Seollongtang l'oignon)

Di Lemon Café, seorang gadis berparas cantik terlihat sedang menunggu seseorang. Sesekali ia mengaduk - ngaduk minumannya dengan malas sambil menatap ke arah samping -jendela.

"Di mana dia? Kenapa lama sekali?" gumamnya sambil melirik jam di pergelangan tangannya.

Helaan napas begitu terdengar seraya ponsel yang ada di atas meja berdering. Segera ia melihat siapa yang meneleponnya.

"Yuri?" gumamnya sambil mengernyit.

Ia pun menekan tombol hijau dan mengarahkan ponselnya ke dekat telinga sebelah kiri.

[Annyeonghaseyo Aya.]

Terdengar suara kikikan dari seberang telepon sana, sudah pasti itu Yuri.

Apalagi yang dia mau! Ck. Batin Aya.

[Tidak perlu basa - basi!]

[Wow. Sabar sayang. Aku tahu, saat ini kau sedang menunggu seseorang bukan?]

What?

Bagaimana seseorang yang bernama Yuri itu bisa tahu? Apa jangan - jangan... tidak - tidak! Itu tidak mungkin! Batin Aya.

[Bukan urusanmu!]

Lagi, terdengar kekehan yang begitu menjengkelkan menurut Aya. Gadis itu mencebik dan bersiap untuk menutup teleponnya.

Namun, detik berikutnya Yuri mengatakan hal yang membuatnya mengurungkan niatnya itu.

[Kau sedang menunggu Mingyu 'kan? Lebih baik kau pulang, karena dia sedang kencan denganku.]

Yuri mengirim sebuah foto di aplikasi ktalk. Benar, laki - laki yang sedang Aya tunggu -Mingyu, sedang bersama perempuan licik itu.

Deg!

Apa maksudnya?

Kenapa laki - laki pengecut itu meminta bertemu dengan Aya?

Sedang, ia malah berkencan dengan perempuan yang sudah jelas adalah perusak dalam hubungan mereka.

Ya, semalam Mingyu menghubungi Aya dan mengungkapkan rasa rindunya. Dari yang gadis itu dengar, mantan kekasihnya itu begitu tulus mengatakan itu.

Hubungan yang sudah terjalin dua tahun dengan Mingyu harus selesai karena orang ketiga, yang bukan lain adalah sahabat -tidak, mantan sahabat Aya -Hwang Yuri.

[Tidak, aku tidak sedang menunggu laki - laki pengecut seperti dirinya.]

Dengan cepat, Aya memutuskan sambungan teleponnya sepihak. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas dengan kasar.

Dalam hati, begitu terasa sesak hingga ia ingin berteriak sekencang - kencangnya. Namun, ia masih sadar kalau saat ini sedang berada di tempat yang cukup ramai -Lemon Café.

Aya mengepalkan tangannya kuat, lalu meneguk coffee carramello yang sudah dingin sampai habis. Setelah itu, ia beranjak dari duduknya dan keluar dari Café dengan perasaan yang susah dijelaskan dengan kata - kata.

"Aku membencimu Kim Mingyu!" pekiknya pelan sambil melangkah tergesa - gesa.

Aya sampai di sebuah halte. Lima menit berikutnya bus datang -ia akan mengunjungi restoran favoritnya -La Bosseade.

Biasanya ia selalu bersama dengan sopir, tapi saat ini karena ia mengira kalau Mingyu yang akan mengantarnya jadi ia memutuskan naik kendaraan umum. Tapi, takdir belum berpihak padanya.

Kini Aya duduk di dekat jendela yang sengaja terbuka, lalu memasang handsfree warna putih ke telinga kanannya. Saat ini ia ingin mendengarkan lagu yang mewakili perasaannya.

Boss - NCT U, lagu itu yang saat ini Aya dengarkan. Lantunan musik, maupun suara main vocal terdengar begitu asik bagi gadis itu. Hingga ia memejamkan matanya seraya merasakan terpaan angin musim dingin yang begitu menusuk hingga tulang.

Namun, tanpa gadis itu sadari, buliran bening lolos begitu saja dari ujung kedua matanya -mengatakan bahwa ia tidak bisa lagi memendam rasa sakit yang ingin meluap.

Ternyata lagu yang ia dengarkan hanya untuk pengalihan rasa sakit yang ia rasakan.

Selain mendengarkan lagu yang membuatnya bersemangat, makan banyak juga salah satu pengalihan rasa sedih atau sakit -bagi Aya.

Gadis itu sampai -kurang lebih lima belas menit ke restoran La Bosseade. Ia melihat jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan waktu jam makan siang.

Aya berhenti melangkah di dekat meja 127 -tempat favoritnya. Ia menitikkan air matanya karena tiba - tiba list song yang terdengar adalah lagu kesukaan laki - laki yang selama ini bersamanya selama kurang lebih dua tahun.

"Aku akan makan banyak hari ini. Lupakan masalah itu!" gumamnya sambil mengusap sisa air mata dan melanjutkan langkahnya.

Baru saja Aya duduk di kursi dengan meja nomor 127, ponselnya bedering tanda pesan singkat masuk.

Doneus_Lee

| Kau ada di mana?

| Apa kau sudah di La Bosseade?

Ya |

Aku baru sampai |

Baru saja Aya ingin mamasukkan kembali ponselnya ke dalam tas, tiba - tiba dari arah belakang ada seseorang yang menyerukan namanya.

"Aya!" seru seseorang itu.

Gadis itu menoleh dan mendapati sosok yang selama ini menjadi sahabat setianya, tersenyum lebar hingga matanya menyipit.

Ia membalas senyumnya. "Hai chef," sahutnya sambil terkekeh.

Laki - laki yang disapa chef itu menghampiri sahabatnya -Aya. Ia duduk di kursi seberang.

"Sudah seminggu ini kau selalu makan banyak, pasti tentang Mingyu lagi?" tebak laki - laki itu dan tepat!

Aya Park; gadis itu mengangguk sambil tersenyum miris. "Semalam dia meminta bertemu denganku. Aku sudah menunggunya di Café biasa, tapi Yuri meneleponku dan mengirim foto kalau dia sedang bersama Mingyu," jelasnya.

"Sakit Jen rasanya," lanjutnya, lagi.

Ya, sahabat Aya dari kecil adalah Lee Jeno; sous chef termuda di restoran tersebut.

Jeno menghela napas pelan. Ia sudah biasa mendengarkan keluh kesah sahabatnya itu. Tapi, ia kesal karena selalu laki - laki itu yang Aya bahas setiap mereka bertemu -dua bulan ini.

Chef tampan itu bersidekap dada seraya menyenderkan punggungnya pada kursi. "Sudah pernah kubilang, untuk lebih teliti saat memilih teman yang akan kau jadikan sahabat. Juga, kekasih-"

"-Sudah, lebih baik kau makan siang saja. Restoran kami ada menu appetizer baru, kau harus mencicipinya Ay," sahutnya.

Aya mengangguk pelan. "Kau yang membuatnya? Ah, apa kau tidak sibuk Jen?"

"Bukan. Masih ada lima menit lagi dari waktu istirahatku. Apa yang tidak kulakukan untukmu," sahut Jeno sambil tersenyum simpul.

Gadis itu ikut tersenyum. "Gomawo my doneus," ucapnya.

"Ya! Jangan memanggilku seperti itu lagi. Aku sudah tidak menyukai donut, semenjak waktu itu," pekik Jeno sambil berpura - pura akan memukul kepala gadis itu.

Aya tak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa, melihat sahabatnya itu yang berubah jadi membenci donut karena suatu hal. Padahal saat masih kecil hingga remaja, Jeno sangat menggemari snack yang terbuat dari tepung roti tersebut.

Tanpa mereka sadari, seseorang melihat kedekatan keduanya dari ambang pintu dapur yang terhubung dengan ruang VIP.

Ternyata dia mengenal Jeno. Batin seseorang itu.

Seorang sahabat akan merasakan bagaimana rasa sedih atau pun senang yang dirasakan oleh sahabat lainnya.

Next chapter