webnovel

Pria Menakutkan Bersepatu Boot

Natasya mengintipnya dari balik selimut, dia sungguh terkejut mendengar kalimat pria itu, tatapannya terus mengarah pada perapian, mata hitamnya terlihat merah karena pantulan dari nyala api di hadapannya.

Pria itu berdiri dan berjalan mendekati tempat tidur Natasya, tangannya terulur mencoba memegang rambut indah Natasya yang keemasan.

"Berapa usiamu?" tanyanya.

"Kenapa? U-usiaku 21 tahun, Sir," ucap Natasya dengan suara yang gugup.

Natasya tidak mau menatapnya, dia tidak mau saling bertatapan mata dengan pria itu, dia hanya tergelak saat melihat ketakutan gadis itu, layaknya kelinci yang ketakutan di hadapan seekor singa.

Pria itu menarik tangannya kasar hingga tubuh Natasya menabrak dada bidangnya, tangan kekarnya memegang dagu gadis itu dan mengangkatnya ke atas.

"Tatap aku. Aku ingin melihat dengan jelas wajahmu," ucap pria itu dengan suara kasar.

"L-lepaskan aku, biarkan aku kembali ke teman-temanku, mereka pasti mencariku di hutan," ucap Natasya yakin. Dia menatap pria itu dengan sisa-sisa keberaniannya.

"Hehe, kau yakin kalau mereka temanmu? Biasanya orang-orang yang datang ke tempat ini tidak saling mengenal, mereka hanya bertemu ketika berada di penginapan, tujuan mereka sama, berkemah dan menikmati alam liar hutan Brigeway. Sama halnya denganmu, kau datang seorang diri, mereka hanyalah orang asing yang baru kau kenal, dengan kata lain kau sendirian. Bukan begitu Nona Natasya?"

Natasya terkejut, bola matanya terlihat indah membelalak. Dia ingin melawan, namun melihat postur pria itu, tubuhnya tinggi dengan bahu lebar, dan otot-ototnya yang keras, membuat Natasya menciut, nyalinya tenggelam sampai ke dasar danau.

"Me-meskipun mereka bukan teman akrabku tetapi mereka tahu bahwa aku menghilang, pasti mereka berusaha mencariku."

Pria itu lebih mengeratkan dekapannya kepada Natasya membuat dadanya sesak, tubuh mereka menempel sempurna.

"Apa kau tahu kisah seorang penyintas sepertimu yang sangat suka dengan keindahan alam? Apa kau tahu di saat cuaca seperti ini, badai salju selalu datang tanpa peduli kapan pun itu? Apa kau pikir ada orang bodoh yang rela mati hanya demi mencarimu?" Mata itu tidak pernah beralih dari mata Natasya.

"Mereka selalu seperti itu, menunggu badai reda dan akhirnya barulah mereka pergi mencari, dan apa yang mereka harapkan? Orang yang menunggunya akan duduk santai atau bermain salju? Mereka hanya mendapatkan jasad membeku. Tidak ada yang berani keluar di tengah badai salju seperti ini."

Pria itu kini bertumpu pada lututnya, dia tidak melepaskan gadis itu dari genggaman tangannya, dia menyatukan wajahnya, menikmati wangi gadis itu yang begitu memabukkan, membuat tubuhnya terbangun.

"A-apa yang kau lakukan?" ucap Natasya dengan bibir bergetar, tangannya pun bergetar saat selimut itu terlepas dari jemarinya.

"Kau takut. Lihat dirimu, semakin kau takut, semakin aku ingin menerkammu dan membuatmu tidak berdaya," bisik pria itu. Natasya memohon dan berdoa dalam hatinya, agar pria pemburu itu tidak melakukan hal keji padanya.

Betapa kagetnya Natasya saat pria itu menyatukan bibirnya kepada Natasya. Kekuatan tangan Natasya tidak bisa mendorong tubuh kokoh pria itu, dia ingin menendangnya, tetapi tubuhnya tidak bisa berbuat banyak, dia hanya bisa menerima pria itu yang kini menciumnya lebih dalam.

Natasya menutup matanya, tiba-tiba pria itu berhenti, suara napas yang mengalun darinya, membuat Natasya mendorongnya.

"Dia tidur? Pria ini tidur?" Matanya mengarah pada botol Wine yang hampir habis di atas meja.

"Dia mabuk dan menyerangku, pria gila ini akan ku ...." Baru saja Natasya mengambil bantal hendak memukulnya, namun tangannya di pegang erat olehnya.

"Berani memukulku, maka kau terima resikonya, aku hanya bermain-main sedikit Natasya. Tapi kau sangat ketakutan. Aku benci wanita yang mengeluarkan air matanya." Pria itu berdiri dan memandang Natasya cukup lama tanpa mengucapkan apa-apa.

'Kenapa dia melihatku seperti itu?'

"Sebaiknya besok pagi kau pergi, kau mengerti, jika kau belum pergi juga, maka jangan salahkan aku." Pria itu berjalan dengan suara sepatunya yang menghentak lantai, bootnya yang coklat berbulu terlihat mengerikan, rambutnya panjang hingga Natasya tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana wajahnya.

Pintu menutup keras, napas Natasya terdengar memacu, dia pikir kesuciannya akan terenggut malam ini dari pria itu.

"Dia tidak mabuk. Saat aku ingin memukulnya, dia malah memegang tanganku, jadi dia sengaja melepaskanku, dia bilang aku harus pergi, tapi bagaimana caraku kembali? tempat ini berada di tengah hutan."

***

Pria itu berjalan dengan langkah lebar dan masuk ke dalam ruangannya yang luas, dia melepaskan kemeja dari tubuhnya, dia berjalan pelan ke meja bartender dan membuat minumannya sendiri.

"Sialan," umpatnya.

"Seharusnya gadis itu menggila dengan ciuman mematikanku, bukan malah aku yang terlihat memohon dan mendamba bibir lembutnya yang mematikan, aku seperti terseret agar masuk lebih dalam." Pria itu bersandar pada kursi dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Aku menginginkannya. Aku ingin mendekapnya, menyatu dengan tubuhku dan membuatnya teriak. Seharusnya aku tidak pernah membawa gadis itu ke dalam mansion, sekarang aku yang tersiksa."

***

Billy bersama teman-temannya kembali ke tenda, mereka terlihat muram berwajah masam dan sedih, tatapannya masih tajam menatap Penelope yang masih terlihat tidak peduli, mereka malah menghangatkan diri di dalam tenda dan berkumpul di sana.

"Aku akan keluar dari hutan Brigeway dan menghubungi kantor Rescue, aku akan melaporkan satu dari tim kita telah hilang, kau tetap di sini Nick. Aku akan segera kembali."

"Hari sudah malam Billy, meskipun kau tiba di sana, mereka semua sudah pulang, tidak akan ada yang mau bergerak di tengah badai salju seperti ini, dan kau tidak bisa pergi, badai ini tidak akan berhenti dalam semalam, lebih baik kita semua masuk ke dalam tenda dan nyalakan penghangat. Besok pagi sebagian dari kita mencari dan sebagian menghubungi mereka."

Tiga wanita itu keluar dari tenda mereka, bukannya merasa prihatin, atau setidaknya memperlihatkan rasa sedih karena salah satu dari mereka telah menghilang di dalam hutan, Penelope malah mendekati Billy dan mengganggunya.

"Kau bisa ke tendaku malam ini, Billy."

Revan dan Carol hanya menatap wanita itu.

"Ternyata masih ada orang seperti dia, kejam dan tidak memiliki sisi manusiawi di dalam jiwanya, apa dia lahir dari seorang iblis?" ucap Revan. Carol menutup mulutnya dan menariknya hingga masuk ke dalam tenda.

"Menjauh dariku. Seharusnya aku tidak menerima kalian di timku," tunjuk Billy dengan tatapan menghina, dia berbalik dan masuk ke dalam tendanya sendiri.

"Nea, ikut denganku," ucap Nick menarik kekasihnya masuk ke dalam tenda.

"Si-sialan itu menunjukku? Brengsek, semua karena gadis kecil itu. Seharusnya dia dibawa oleh serigala dan membawa tulangnya saja. Kenapa aku harus mengkhawatirkannya? Aku bahkan tidak mengenalnya, kenapa mereka malah salahkan aku?"

Andine bersedekap dan menunjuk-nunjuk bahu Penelope.

"Sepertinya kau sama sekali tidak memiliki rasa kasihan, empati, sedih dan rasa bersalah, Penelope. Apa kau bisa membedakan semua itu? rasa empatimu sudah membusuk masuk ke dalam lubang neraka."