webnovel

Love at The End of Spring

Bagi Ryuichi Kenzo kau adalah hangat. Padamu aku temukan dunia yang ramai dan selalu bahagia. Kau adalah rumah. Tempat aku menitipkan tawa kanak-kanakku, juga menyimpan mimpi tentang sebuah masa depan. Suatu hari, mungkin rumah ku tidak lagi kau. Tidak bisa dan tidak mungkin. Kau hanya lah rumah tempat aku menyimpan berpuluh-puluh frame yang tidak akan lapuk karena waktu. Tempat aku selalu kembali meski mungkin kau tidak lagi berada di sana. Hari itu Kenzo mengingat hari kelulusannya. Penampilan fisik Kenzo saat itu tidak jauh berbeda dari berandalan pinggir jalan, dan tidak banyak orang yang mau bergaul dengannya. Namun pada hari kelulusannya itu, seorang adik kelas perempuan mendekatinya dengan takut-takut, matanya berair, mukanya setengah tertutup rambut, merah karena malu, suaranya bergetar tidak terkontrol ketika ia meminta kancing kedua Kenzo. “Kancing yang terdekat dengan hatimu,” kata gadis itu terbata-bata. “Karena sudah lama aku menyukaimu.” Rasanya, Kenzo setengah sadar ketika ia memberikan kancingnya pada gadis yang ia bahkan tidak tahu namanya itu. Gadis itu berlari pergi segera setelah mendapatkan kancing Kenzo. Seolah ia akan meledak jika berdiri di depan Kenzo lebih lama lagi. Kenzo berdecak tidak peduli setelahnya, dalam hati menertawakan dirinya sendiri untuk ikut dalam tradisi bodoh itu. Ia tidak peduli dengan kelulusan, apa lagi dengan pernyataan cinta yang tidak jelas seorang gadis. Ia hanya ingin cepat pulang dan menemui Kazura lagi. Namun Kazura yang menunggu di rumah tampaknya tidak secuek itu tentang kancing Kenzo. Ia tidak langsung menangis saat melihat kancing kedua Kenzo telah di berikan pada orang lain. Ia mencengkeram lengan seragam Kenzo begitu erat, ujung hidungnya memerah dan matanya berair, ia masih terlalu kecil, tetapi Kenzo melihat kilatan di mata Kazura saat itu. Kilatan Cinta. Kilatan yang sama seperti yang di pancarkan oleh gadis malu-malu yang mendapatkan kancing keduanya. Kilatan Kazura lebih polos dan kekanakan, tetapi itu adalah kilatan yang sama. Kazura segera menangis meraung setelahnya, memaksa Kenzo mengambilnya kembali dari gadis tadi. Namun nama gadis itu pun ia tidak tahu. Wajahnya pun ia tidak ingat. Kenzo tidak pernah mendapatkan kancing keduanya kembali untuk di berikan kepada Kazura. Bersamaan dari itu, kilatan itu perlahan-lahan hilang dari mata Kazura. Kenzo tidak tahu ke mana, atau sejak kapan. Tetapi, terkadang ia mengakui ingin melihatnya lagi. Ia hampir pada tahap saat ia merindukan kilatan itu. Namun, ia tak kan pernah mengakuinya, bahkan tidak kepada dirinya sendiri. Kazura adalah adiknya.

Ahra_August · Urban
Not enough ratings
47 Chs

Enam belas

"Kau tidak tahu apa dia mau atau tidak---," Kazura berkata, mencoba menghentikan langkah itu. "Kau tidak tahu sebelum kau benar-benar bertanya kepadanya."

"Oh, aku tahu." Silver hanya setengah menoleh. Sebuah rokok tipis entah kapan di selipkan di antara bibirnya. Ia menyalahkannya dengan pematik metal, mengisap, lalu menghembuskannya. Seakan itu bisa menenangkannya. Mata yang di bingkai alis dengan bekas luka itu menatap ke arah Kazura. "Aku adalah dirinya."

***

Nama Uzuki Misaki membuat Izumi Rei atau lebih di kenal dengan nama Silver oleh banyak orang teringat pada banyak hal. Hampir lebih banyak dari sekedar melihat ke dalam wajah Kazura yang persis dengan milik ibunya. Baik yang pahit maupun yang manis, tiba-tiba semuanya menyembur ke luar begitu saja tanpa bisa Rei kendalikan.

Kedatangan Uzuki Misaki di dalam kehidupan dia dan ayahnya adalah yang membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Wanita itu datang tiba-tiba, membuat seluruh dunia jatuh cinta kepadanya, lalu pergi begitu saja meninggalkan segalanya, kecuali janin di dalam perutnya.

Ia dan ayahnya tidak pernah berencana untuk melepaskan Misaki. Misaki lah yang melepaskan mereka. Hati Misaki telah pergi dari mereka bahkan sebelum ayahnya membentak dan menyodorkan koper itu kepada Misaki.

Keputusan Misaki itu lah yang membuat ayah Rei berubah jungkir balik. Ia tidak pernah ingat ada ayah yang membawanya ke taman untuk bermain setiap minggu siang, atau ayah yang telat pulang membelikan dango. Lama kelamaan, Rei terbiasa untuk menjadi sendiri. Seperti sekarang.

Kadang-kadang ia takut lupa bagaimana caranya berbicara. Emosi di dalam dirinya tidak setenang penampilannya. Mereka sering meledak-ledak membuat kembang api kecil di dalam tubuhnya. Terkadang percikannya hanya menggelitik, tetapi terkadang dapat membakar.

Seperti sekarang, ia begitu terbakar sehingga ia tidak tahu ia harus berbuat apa. Ia begitu marah... akan gadis yang masih memandangi punggungnya sehingga sekarang. Ia marah akan dirinya sendiri yang tidak bisa menggerakkan kakinya dari tempat itu. Ia marah karena gadis itu bahkan muncul di hadapannya.

Mengapa dunia tidak membiarkan dirinya tenang dan menjadi Silver sepanjang hidupnya? Memberikan orang segeral campuran berbagai racun, tanpa ada yang menanyakan nama aslinya. Ia hanya Silver sang bartender, lalu mengapa sekarang segala samarannya harus hancur lagi dan ia harus kembali menjadi Rei kecil yang kesepian.

Rei menggertakkan giginya. Ia tidak akan membiarkannya. Seberapa pun ia akan berusaha. Rei akan menghentikannya. Mana mungkin ia membiarkan dua perempuan yang wajahnya hampir sama menghancurkan hidupnya dua kali?

****

Hari itu minggu pagi Kenzo sedang menyiapkan sarapan, lagi-lagi melakukannya sembari menyiapkan kata-kata di otaknya. Tidak ada yang beres antara dirinya dan Kazura sejak segala masalah tentang Izumi Rei muncul, dan Kenzo tidak bisa menahannya lebih lama lagi.

Izumi Rei? Omong kosong... Kenzo berkata dalam hati, agak kesal dan cemburu. Satu masalah remeh yang membuat segalanya canggung. Ia tidak bisa berkata kepada ayahnya bahwa Kazura tahu Izumi Rei berada di Kabukicho karena menguping pembicaraan teleponnya. Lagi pula itu tidak akan mengubah apa pun. Kazura tidak akan menyusulnya ke Kabukicho kan?

Ya, kan?

Kenzo menyiapkan selai bluberi dan sirup mapel untuk tumpukan wafel panas. Sarapan yang ia buat kali ini amat manis, seperti favorit Kazura. Tiba-tiba saja mulut Kenzo terasa pahit dan ia sadar memerlukan sebatang rokok. Kenzo menelan ludahnya mengutuk dirinya sendiri. Ia mulai merokok lagi karena masalah ini dan kini ia akan kembali pada kebiasaan lamanya itu. Kenzo menahan dirinya untuk berlari ke toserba dan meraih sebungkus rokok sebagai gantinya, ia meneguk segelas air dan mulai mengunyah permen.

Kazura masih di dalam kamarnya. Malam telah larut ketika Kazura pulang kemarin. Kenzo mendengar suara pintu terbuka dari kamarnya. Namun ia tidak melongok keluar dan menegur Kazura seperti biasa. Akhir-akhir ini, Kenzo belajar bahwa Kazura memang bukan gadis kecil yang dulu lagi. Ia kini telah berpacaran, ingin pulang malam, mengikuti kencan grup. Kenzo agak rindu pada Kazura kecil. Kazura yang memegang tangannya ke mana-mana dan menolak melepaskannya.

Segalanya terasa seperti sudah sangat lama, tetapi masih segar dalam ingatan Kenzo, Kazura mungkin tidak mengingat apa-apa karena masih terlalu kecil. Namun Kenzo yang sepuluh tahun lebih tua bisa mengingatnya. Kenzo pertama kali melihat Kazura di rumah sakit, terpisahkan sebuah kaca. Bayi itu sedang tidur dengan tenang. Bayi yang adalah adiknya. Sejak dari pertama kali Kazura di lahirkan. Kenzo lah yang di tugaskan untuk menjaganya. Kenzo ingat ayahnya berkata padanya, "Dia adikmu. Jaga dia."

Atmosfer saat itu jauh dari kegembiraan walau seorang bayi baru saja di lahirkan. Mungkin bukan karena kedatangan bayi itu ke dunia... tetapi karena perginya Misaki segera setelah wanita itu melahirkan Kazura.

Tahun-tahun awal Kazura tidak ia habiskan berdua saja dengan Kenzo seperti sekarang. Dulu ketika Kenzo masih bersekolah. Kazura di jaga di rumah bersama pelayan dan suster. Walau pada dasarnya mereka hidup berdua. Hanya sejak Kazura telah cukup besar. Mereka pindah ke rumah yang lebih kecil ini. Pelayan-pelayan yang dulu menjaga mereka di bawa kembali oleh ayahnya. Pergi ke tempat yang jauh tempat ayahnya sekarang tinggal. Ia lebih membutuhkannya dari pada Kenzo.

Terlalu banyak yang terjadi. Kenzo tidak tahu apakah Kazura masih mengingatnya. Membesarkan Kazura bukanlah perkara yang mudah dan kini Kenzo merasa seperti seorang ayah di paksa menerima anak gadisnya yang beranjak dewasa.

Kenzo selalu berharap-harap cemas ketika mengingat suatu kejadian pada hari kelulusannya di SMU. Ia bergerak-gerak di kursi meja makannya dengan tidak nyaman. Walau ingin menyangkalnya, itu kali pertama Kenzo melihat kilatan itu di mata Kazuran. Kilatan itu.

Hari itu Kenzo mengingat hari kelulusannya. Penampilan fisik Kenzo saat itu tidak jauh berbeda dari berandalan pinggir jalan, dan tidak banyak orang yang mau bergaul dengannya. Namun pada hari kelulusannya itu, seorang adik kelas perempuan mendekatinya dengan takut-takut, matanya berair, mukanya setengah tertutup rambut, merah karena malu, suaranya bergetar tidak terkontrol ketika ia meminta kancing kedua Kenzo.

"Kancing yang terdekat dengan hatimu," kata gadis itu terbata-bata. "Karena sudah lama aku menyukaimu."

Rasanya, Kenzo setengah sadar ketika ia memberikan kancingnya pada gadis yang ia bahkan tidak tahu namanya itu. Gadis itu berlari pergi segera setelah mendapatkan kancing Kenzo. Seolah ia akan meledak jika berdiri di depan Kenzo lebih lama lagi. Kenzo berdecak tidak peduli setelahnya, dalam hati menertawakan dirinya sendiri untuk ikut dalam tradisi bodoh itu. Ia tidak peduli dengan kelulusan, apa lagi dengan pernyataan cinta yang tidak jelas seorang gadis. Ia hanya ingin cepat pulang dan menemui Kazura lagi.

***