webnovel

Penyelamat Galak

Hiii!

Happy Reading!

***

Ckiit!

Mobil lamborghini hitam Alan terparkir sempurna di parkiran Club Antariksa. Keduanya kini memerhatikan kondisi di sekitar Club sebelum akhirnya berunding terlebih dahulu—tidak, lebih terasa seperti seorang ayah yang menasehati anaknya. "Nai, dengerin gue. Kalo mereka tanya soal umur, bilang aja udah 20 tahun. Oke?" tegas Alan berusaha keras.

Mendengar penegasan itu lagi, Naia berdecak. Ada yang mengganggu kepalanya. Kenapa Alan keras kepala soal Naia yang harus mengaku berusia 20 tahun sih? Umurnya kan baru 17 tahun, mana bisa berbohong seperti itu.

"Tapi, Al.. Emang, gapapa yah, kalo boong?" tanya Naia polos.

Plak!

Lelah menjelaskan, Alan tepuk jidat. Lihat? Hal semudah itu saja Naia tidak paham. Apa saat ditanya mengenai usia oleh security Club, Naia akan menjawab '17 tahun, kenapa?'

"Hadeeeh, cape gue.." gumam Alan menggeleng capai.

Setelah diam untuk memikirkan cara agar Naia paham dengan mudah, Alan kembali buka mulut. "Nai, serius. Lu harus bilang umur elu udah 20 tahun. Soalnya, Club yang kita datangi punya aturan buat  berbohong sama securitynya. Kalau jawab jujur nanti dimusuhi orang, Paham gak?" tanya Alan membujuk.

Naia tidak menjawab, gadis itu memasang wajah berpikir keras. Keningnya sampai berkerut saking seriusnya, tidak ingin muncul kerutan pada kening Naia. Tangan Alan bergerak untuk memijit kening sahabatnya pelan. "Manut aja napa, gak susah kan?" tanya Alan pelan.

Anggukan dari Naia berhasil melegakan perasaan risau Alan, dia tersenyum tipis dan bergerak mengacak rambut Naia sejenak. "Masuk?" tanya Naia menerjab beberapa kali.

Kali ini Alan tidak bersuara, pria itu keluar dan membukakan pintu untuk Naia. Uluran tangan yang sahabatnya itu berikan semakin membuat Naia kebingungan. Meski begitu, Naia berusaha normal dan menyambut uluran tangan Alan.

"Tenang aja," bisik Alan ketika menyadari tubuh Naia tegang karena tidak terbiasa menggandeng tangan besar Alan. "Tangan gue, kaya bocil.." gumam Naia kosong.

Gumaman yang Naia keluarkan berhasil mencairkan suasana, Alan terbahak lepas usai mendengar Naia bergumam. Dia tersenyum lega. Syukurlah gadis yang di sebelahnya sekarang adalah Naia. 'Club pertama, bareng Naia..' gumam Alan dalam benak malu-malu sendiri.

Setelah sampai di depan pintu masuk Club,  seperti dugaan mereka di cegat. Dua pria bertubuh kekar itu menatap Alan dan Naia curiga. "Berapa umur kalian? Jangan kira bisa menipu meski mengenakan pakaian orang dewasa, dasar bocah!"

Doeng!

Meski mendapat ejekan secara langsung, Alan masih tenang. Dia menunjukkan sebuah kartu nama pada salah satu security penjaga Club. 'Angkasa Gustav' tertera di sana. "Oh, putra sulung pengusaha Gustav yang itu?" tanya satu security pada temannya yang lain.

"Bukannya putra sulung Gustav baru 17 tahun? Atalanta Maydenio, benar gak sih?"

Degh!

Alan dan Naia saling lirik, mereka mengeratkan pegangan tangannya dan menghadapi dua security itu dengan wajah percaya diri. "Oooh, itu adik sepupuku. Aku putra Fabio Gustav. Adik Ferion Gustav." terang Alan dengan santai meski di dalam hati tengah meminta maaf pada Om dan kakak sepupunya.

Beruntung dia punya kartu pengenal Angkasa, kakak sepupu Alan yang kini berada di Aussie tidak akan senang jika tahu Alan menggunakan namanya di sebuah Club. Ditambah, ayah dan anak itu terkebal sebagai orang baik-baik. Akan buruk jika image mereka buruk karena Alan.

"Oh, begitu. Yasudah masuk!" ucap kedua security akhirnya mengizinkan keduanya masuk.

Sambil bersorak keras di dalam hati, keduanya melangkah masuk. Suara kencang langsung terdengar begitu Naia dan Alan memasuki area Club, setelah susah payah mereka menipu penjaga Club, akhirnya mereka lolos juga. Namun, ekspetasi keduanya mengenai masalah yang usai di patahkan dengan banyaknya pria mesum yang menggerumbungi mereka—tidak, lebih tepatnya perhatian mereka tertuju pada Naia.

"Tolong menjauh! Dia datang bersama saya!" tegas Alan berusaha melindungi Naia dari colekan-colekan mesum pria di sana.

Bagi seorang remaja yang baru hendak beranjak dewasa, kekuatan Alan dan pria di sana jelas berbeda. Sekuat apapun dia, faktanya adalah, Alan hanya anak kecil. Usaha Alan melindungi Naia tentu saja tidak mudah. Terlebih beberapa pria yang mulai marah karena Alan menghalagi.

"Lu, minggir kalau gamau habis." kecam salah satu pria bertato menakuti Alan.

Bukannya takut, Alan justru mengacungkan jari tengah. Enak saja ingin mengambil Naia, dia yang sudah tiga tahun berusaha saja belum bisa mendapatkan Naia. Tapi apa? Mereka ingin merebutnya dengan mudah? Gila.

Sambil memukul beberapa tangan yang masih berusaha menyentuh Naia, Alan berteriak. "MENJAUH BAJINGAN! DASAR ANJ*NG KALIAN!" umpat Alan kerepotan. Mendengar umpatan Alan, Naia di belakangnya hanya bisa melongo.

Jarang sekali melihat Alan mengamuk sampai mengumpat seperti itu. Pasti dia kesusahan' pikir Naia mengangguk beberapa kali.

"Tolong menjauh! Kalian bikin jijik tau! Bau! Kalian gak mandi yah?" oceh Naia tanpa sadar membuat pria mesum itu tersinggung.

Sebuah tangan yang tak bisa Alan tangkis menarik Naia hingga gadis itu tersungkur kedepan. Dia meringis dan mengelus lututnya yang memerah hampir berdarah. Alan panik, dia tidak bisa menolong Naia karena di seret menjauh oleh beberapa pria bertubuh besar. "NAIAAA!" teriak Alan panik.

"ALAN? ALAAAN? MAU KEMANAA?" teriak Naia balik saat menyadari Alan diseret menjauh darinya. Saat ingin menyusul, lengan Naia di tahan oleh seorang pria yang tersenyum licik.

"Di sini aja bareng Om, mau uang kan?" tanyanya tersenyum mesum.

Sebal dengan itu, kening Naia berkerut. Ia menyentak tangan yang memeganginya dan berkacak pinggang, "Om! Denger yah, tanpa om kasih uang pun, Papa udah ngasih banyak uang! Aku lebih kaya dari om! Jadi jangan sok kaya!"

Jilt!

Pria bertubuh besar itu tampak tidak senang dengan kalimat yang barusan Naia keluarkan, dia mendekat sambil mengintimidasi Naia. Saat tangannya hampir menyentuh wajah Naia, sebuah pisau terbang dan menancap di pergelangan tangan pria besar itu. "ARGHHHH! BANGS*T! SIAPA YANG LEMP–ar.."

Teriakannya langsung hilang saat mengetahui siapa yang melempar pisau buah itu, dia menunduk dan memberi hormat pada seorang wanita yang jalan mendekat. "Gue, kenapa? Lu mau ngapain gue? HAH?" tanyanya sarkas.

Beberapa pria itu sontak mundur menjauh, mereka menutup wajah ganpa berniat menjawab. Sebal di abaikan wanita itu menendang pria yang berdiri paling depan. "Gue nanya, kalian punya mulut gak sih? Dari tadi gue perhatiin, lu pada sok jago banget. Merasa berkuasa? Merasa kuat? Atau gimana? Hah? Jawab gue." desaknya membuat seorang pria menjawab.

"Ti–tidak Ri–"

Prang!

Lemparan gelas wine membuat suara pria itu tercekat, matanya melirik guna mencari tahu asal masalah. Kenapa dirinya dilempari gelas. Setelah mengetahui masalahnya, baru lah dia meminta maaf. "Mohon maafkan saya nyonya, mulut saya terlalu kotor untuk menyebut nama anda.." lirihnya ingin menghilang saat itu juga.

Dia telah salah mencari lawan, wanita yang harusnya dijauhi kini berada di hadapannya. Bahkan teman-temannya yanh lain tidak berani membuka mulut!

"Kakak?"

Doeng!

Tidak percaya dengan apa yang mereka dengar, semua mata segera menatap gadis yang hampir mereka lupakan. Gadis penyebab mereka jadi bermasalah dengan wanita berbahaya satu ini. "Lho? Kakak lagi main di Club? Kok aku gatau?" tanyanya sambil berdiri.

"Suka hati gue lah, elu yang kenapa ada di sini? Bocah kaya elu udah bisa main di club? Kena omel Papa tau rasa," ketus wanita itu membuat semua mata melotot.

Wanita itu, dengan gadis yang mereka ganggu bersaudara? Aah, tampaknya mereka memang akan berakhir hari ini. "Riii! Kami bawa bocah satunya.." seolah kurang dengan kedatangan wanita berbahaya, dua pria yang dikecam untuk dijauhi ikut muncul dengan menggotong seorang pria yang lemas habis dipukuli.

Tanpa babibu, wanita itu menghampiri temannya. Ia menarik kerah blazer Alan hingga terangkat sediki. "Jangan kira, kalau gue gabisa marah yah." desisnya memicing.

Tangannya bergerak menyentak Alan agar lebih dekat padanya, "Alan, gue udah percayain adek gue sama elu. Ngapain malah diajak ke club?! Ngajak dia mabok-mabokan? Hah?!" tanya Ririnoia Margaret, kakak pertama Naia yang sudah berusia 25 tahun.

Hari ini sepertinya adalah hari sial bagi Alan, tidak cukup berbohong menggunakan nama kakak sepupu, dipukuli orang asing. Sekarang dirinya berurusan dengan kakak Naia! 'Ah, lindungi aku jika kau memang ada, Tuhan..' lirih Alan pasrah.

***

Makasih udah baca, luv yuuuu!