1 Prolog

793 AD, Desa Lodbrok, Hvinir

"Ibu, bertahanlah." Gadis itu memohon dengan bisikan lirih, menenangkan sang ibu yang merintih kesakitan. Kara Larkyavic, usianya baru menginjak delapan belas tahun. Tapi di usia itu, dia sudah harus merasakan kejamnya kehidupan. Kara dan sang ibu terpaksa menjadi pesakitan, terikat pada tiang penyangga dengan kedua tangan ke belakang.

Kata-kata dari bibirnya telah habis untuk menyabarkan Thyrin-sang ibu. "Hanya satu hari lagi, Bu," ucap Kara, lirih dalam bisikan disertai senyum ragu di bibirnya. Entah dari mana datangnya estimasi waktu yang diucapkan Kara, yang ia tahu mereka harus bertahan dari pagi hingga pagi lagi dengan kondisi yang bisa dikatakan mengenaskan.

Kara menengadahkan kepalanya. Sendi lehernya terasa begitu sakit, namun dia tetap memaksa. Matanya menatap langit dengan tajam, Kara belum mau mengaku kalah pada kehidupan. Dia ingin menunjukkan wajahnya pada langit, pada tempat yang konon katanya adalah tempat Aeris dan Veris bersemayam, para dewa dan dewi yang mengatur kehidupan. Kara ingin mempertanyakan apakah dia dan ibunya memang pantas menjalani takdir kehidupan yang terasa terlalu dingin dan kejam.

"Kara, sudahlah," rintih sang ibu pelan dan terbata-bata di antara tetesan darah yang tak henti mengalir di bibirnya. Tak jauh dari tiang pancang tempat Kara terikat, berjarak tiga meter saja, Thyrin diikat dengan cara yang sama, dengan kedua tangan ke belakang tanpa menyisakan ruang gerak sedikitpun. Dengan dua tonggak kayu besar yang tertanam dari dasar Danau Myora, ibu dan anak itu sudah dua hari dua malam berdiri dengan tangan dan kaki terjerat tambang hampir seukuran pergelangan tangan mereka.

"Apa memang ini yang pantas untuk kita, Ibu?" Suara Kara sekarang berubah tegar. Air matanya telah kering, seiring tak ada jawaban dari para dewa dewi Aeris dan Veris. Padahal hanya para dewa dan dewi agung itulah yang pernah menjadi satu-satunya tempat sang ibu mengadu dan meminta ketika orang-orang di desa mereka dulu menghujani ayahnya dengan batu hingga menemui ajal hanya karena sebuah fitnah.

Kala itu, salah satu dewi Veris menjawab. Freyja, dewi yang memberikan kekuatan sihir kepada sang ibu. Memberikan Thyrin kemampuan untuk membalaskan rasa sakit yang ada di dalam hatinya. Dengan kekuatan itu, Thyrin membuat seluruh lelaki beristri di desa mereka terkena penyakit yang mematikan sehingga semua wanita bisa merasakan perihnya kehilangan belahan jiwa sebagaimana takdir yang juga tengah dijalani Thyrin.

Setahun berlalu, namun tak ada yang sanggup menangkap dan mengadili Thyrin. Kemampuan sihirnya terlalu kuat. Siapapun yang mencoba menangkapnya tidak akan bisa lolos dari maut yang datang dengan cara yang sangat mengerikan.

Tapi sekarang, Thyrin hanya bisa menggeleng pelan pada Kara, seluruh tubuhnya terasa membeku oleh hawa dingin yang tak bisa lagi ditahan. Ada rasa bersalah di dalam diri Thyrin karena anak perempuannya terpaksa menjalani ini semua akibat dendam tak berkesudahan di dalam hatinya.

Drap! Drap! Drap!

Suara langkah kaki terdengar di landasan kayu menuju ke tempat mereka terikat. "Randel," desah Kara saat melihat salah satu dari para lelaki yang datang di balik kabut dingin yang menyelimuti tempat itu. Suara yang dikeluarkannya masih sangat lembut, tak pernah berubah sejak mereka menikah beberapa bulan lalu. Sayangnya, Kara harus menerima kenyataan pahit kalau pernikahan mereka hanyalah suatu jebakan untuk menjerat ibunya.

Mendengar suara lembut Kara, Randel hanya bisa tertunduk di belakang Sigurd, sang pemimpin yang memerintahkannya untuk menikahi Kara demi mencari kelemahan sang ibu mertua agar bisa dilumpuhkan. Tak ada kata maaf sama sekali yang bisa dikatakan Randel pada Kara kendati rasa bersalah sebenarnya tak pernah pergi menyingkir dari dalam hatinya. Randel sudah lebih dulu berjanji pada Sigurd untuk setia menjalankan misi mereka. Janji sehidup semati pada Kara tak lagi termasuk dalam perhitungan.

"Besok Raja Aldric dari Hvinir akan datang, biar dia sendiri yang memutuskan nasib kalian," ujar Sigurd. Tak ada ketegangan dan kemarahan dalam suaranya. Laki-laki itu memang sering dikatakan berperilaku bagaikan malaikat, membela kaum yang benar, menghukum siapapun yang salah. Tapi, apa caranya dengan menjebak Kara dan Thyrin bisa dikatakan benar?

"Aku mohon, Sigurd. Aku sudah meminta pengampunan padamu. Aku sudah menyerahkan semua kekuatanku. Lepaskan aku dan anakku. Kami akan pergi dari sini. Atau, tolong putriku saja, biarkan dia pergi, dia sudah banyak menderita." Thyrin memohon di dalam air matanya.

"Tidak bisa, Thyrin. Maafkan aku, semua keputusan itu tak lagi ada di tanganku. Kau dan anak keturunanmu sudah terlalu kotor untuk bisa disucikan kembali. Kekuatan sihir yang gelap sudah mengalir di dalam darah kalian berdua. Kalian berbahaya," jawab Sigurd pelan. Matanya memang memancarkan empati dan simpati yang dalam pada penderitaan Thyrin dan putrinya. Namun, tak ada rasa bersalah sama sekali karena telah mempergunakan cinta Kara sebagai senjata untuk membunuh dia dan ibunya.

Kara menggelengkan kepalanya, entah sudah keberapa kalinya dia mendengar permohonan Thyrin kepada Sigurd. Sedangkan Randel? Tentu saja tak bisa berbuat apa-apa selain tertunduk. Atas nama kebaikan, Randel sudah tega menipu Kara. Membuat perempuan muda itu begitu jatuh cinta kepadanya.

Sigurd dan Randel berbalik, diikuti oleh para lelaki-lelaki yang mengawal mereka. Bibir Kara terbuka perlahan, sinar matanya mencerminkan kepedihan yang dalam. Bagaimana seorang lelaki yang pernah berjanji akan melindunginya dari apapun, ternyata hanya mengucapkan semua janji itu tanpa makna?

"Randel, Randel, apa kau lupa janjimu padaku?" rintih Kara. Langkah kaki Randel terhenti. Dia menoleh pada Kara. Kara bisa melihat kepedihan yang sama ada di dalam sinar matanya.

Kara terkesima, berharap sang kekasih bersedia mengajukan pengampunan, memohon, atau apapun agar mereka bisa kembali bersama. Air mata kembali menetes di pipi Kara. Dia yakin Randel tidak sejahat itu, Kara tahu kalau Randel sebenarnya juga mencintainya.

"Randel! Kau tak boleh lemah, ingatlah kata-kataku, ingat kalau ini semua hanya misi yang harus kita jalani menuju jalan kesucian. Kita hanya berjalan berdasarkan aturan dari Aeris. Kita bukanlah orang yang dipilih untuk menyelamatkan mereka, melainkan untuk menghukum." Sigurd menepuk pelan bahu Randel. Tepukan itu seolah menjadi isyarat agar Randel terus berjalan bersama kebenaran.

***

"Bakar mereka!"

Akhirnya keputusan itu keluar dari mulut Raja Aldric keesokan harinya, diiringi sorak sorai dari semua warga yang menyaksikan di dermaga Danau Myora. Randel tertunduk, matanya tak akan sanggup menyaksikan itu semua. Hatinya terasa perih tak terkira. Enam bulan menjalani pernikahan palsu dengan Kara sebenarnya telah membuatnya benar-benar jatuh cinta pada perempuan itu. Tapi, Randel tak mungkin bisa membelanya. Randel sudah membuat perjanjian dengan Sigurd mengenai pembagian tugas mereka. 'Aku mencintaimu, Kara. Biarlah kehidupan ini sendiri yang menghukumku karena aku memang bersalah karena mengkhianatimu,' batin Randel.

Seorang pemanah telah siap meregang busur dengan anak panah berapi. Kara mengangkat kepalanya. Ini kali pertama dan terakhir dirinya akan memohon pada Freyja. Kara memicingkan matanya. 'Aku mohon, Freyja yang agung, kembalikan aku ke tempat yang sama kapanpun kau bersedia. Kembalikan juga mereka semua ke dunia ini untuk mengetahui rasanya dikhianati. Aku mohon, Freyja yang Agung, berikan aku satu kali saja kesempatan dalam seluruh masa kehidupan untuk menuntut pembalasan atas apa yang terjadi hari ini.'

Kara memicingkan matanya lebih rapat seiring anak panah berapi menyulut tonggak tempatnya dan juga tempat ibunya berdiri terikat tak mampu bergerak. Asap hitam seketika mengepul dari kayu tonggak dan tubuh kedua wanita yang mulai tersulut api di bawah langit pucat pada pagi yang begitu dingin.

Kara tersenyum memandang Randel kala tubuhnya perlahan habis dilalap api hingga seluruhnya menjadi butiran-butiran debu yang mengapung di Danau Myora. Kecuali jantungnya, jantung yang tak pernah terbakar dan tak berhenti berdetak sampai tenggelam ke dasar danau Myora. Freyja telah menjawab permintaan pertama dan terakhir Kara dengan caranya sendiri.

avataravatar
Next chapter