1 Belum Siap Jadi Appa

"Baby please... dia akan mati jika kita biarkan di sini. Hari ini badai cukup dasyat." Cara menemukan seorang anak kecil yang sedang jongkok di depan mobil mereka. Ia hampir saja tertimbun salju yang tumpukannya melebihi tinggi badannya.

"Caraaaa, kamu gak tahu apa yang kamu lakukan.."

"Lihat wajahnya imut sekaliii... aku langsung jatuh cinta. Please baby..." Caramel merengek pada Moca kekasihnya yang sangat mencintainya. Ia tahu bagai mana menjinakkan seorang Moca yang tampak sangar dan menakutkan dari luar. Sementara di dalam hatinya sangat baik dan lembut.

"Kita tak tahu cerita tentang anak ini Cara, bisa saja ia menunggu orang tuanya di sini."

"Baby, kita sudah 1 jam ada di sini dan tak seorangpun lewat jalan ini. Bagaimana bisa orang tua yang peduli dengan anaknya meninggalkan anaknya seperti ini?"

"Tapi kita bisa mendapatkan kesulitan jika ada yang melaporkan pada polisi. Bagaimana kalau kita dituduh menculik?"

"Kita akan melaporkannya nanti setelah anak ini sehat dan bisa diajak komunikasi."

"Ini bukan negara kita Cara, kita gak tau bagaimana hukum di sini."

"Ouuh.. lihat ia bahkan memakai sepatu yang usang dan bolong. Pasti kakinya membeku. Dan sarung tangan mungil ini lusuh dan kotor. Tipis sekali. Mana bisa memberi kehangatan."

Cara terus saja membuat Moca merasa bersalah dengan menyebutkan kondisi yang memprihatinkan dari anak ini. Pasti Moca tak tega.

"Oh.. Cara, aku tak tahu apa yang aku lakukan. Baiklah kau boleh membantu anak itu."

"Yess.. makasih sayang... aku yakin kita tak akan mendapatkan masalah. Menolong sesama manusia itu kan baik."

Cepat bawa ke dalam mobil sebelum ia membeku."

"Siyap boss.." Cara langsung menggendong anak itu yang sudah terdiam kedinginan. Dan dalam pelukan Cara anak itu tertidur mungkin karena dekapan hangat dari Cara dan penghangat mobil juga sudah dihidupkan.

"Tubuhnya kurus sekali dan mungil, pasti ia lebih kecil dari anak seumurannya. Ia kurang gizi." Sekarang Moca yang sangat khawatir akan anak itu. Cara membersihkan wajah imut itu dengan tisu basah.

"Sayang, apa makanan bayi seumur ini? Apa masih menyusu dalam botol? Apa sudah makan nasi?"

"Mana aku tahu. Kita beli saja makanan di minimarket biasa, nanti akan aku tanyakan susu yang cocok buat anak ini." Moca melajukan mobilnya menuju rumah yang sudah mereka tinggali bersama dalam waktu 1 tahun ini.

Moca dan Cara bertemu ketika mereka sama-sama datang dari Indonesia. Pertemuan mereka tak disengaja, Moca yang mendengar Cara menyumpah serapah dalam bahasa Indonesia tertawa terbahak-bahak, hingga Cara tahu jika Moca juga berasal dari Indonesia. Semenjak itu mereka selalu bersama.

Mobil berhenti di depan minimarket langganan mereka.

"Tunggu sini aku akan masuk dan membeli kebutuhan anak ini."

Moka langsung melesat masuk ke dalam minimarket. Di luar hujan salju makin pekat, hingga pandangan dari dalam mobil sedikit terganggu.

Tak sampai 30 menit Moca membawa 5 kantong tas belanja yang dipenuhi berbagai macam barang.

"Mengapa banyak sekali baby? Apa kamu mengerti tentang bayi?" Cara sendiri bingung dan ia juga buta soal merawat bayi.

"Enggak sama sekali, tapi tadi aku dibantu pegawai minimarket, dan aku membeli semua yang ia katakan. Karena aku takut badai salju akan menggila dan menyulitkan kita untuk membeli jika ada yang kurang."

"Aaah... appa Moca benar juga..hehhe.."

"Apa kau bilang? Appa? Oh...no..no..Cara! Setelah badai salju ini selesai kita aku urus ke kantor polisi dan mencari siapa orang tua anak ini dan kita akan mengembalikannya. Jangan panggil aku Appa! Aku belum mau jadi Appa!"

"Uuugh, baby... kamu jahaaat." Cara mulai ngambek dan menangis.

"Caraaa... kita bicarakan nanti yaaa. Sekarang sampai dulu ke rumah dan kita merawat anak ini sementara dulu yaa. Ini bukan anak kucing yang kita pungut dari jalan, lalu jika bosan bisa kita lepaskan begitu saja."

"Aku tahu. Sepertinya aku sudah jatuh cinta pada bayi ini."

"ia terlalu besar untuk dibilang bayi sayang."

"Tapi wajahnya tetap seperti bayi. Dan ia bayiku."

"Cara.. jangan terlalu emosional, nanti akan sakit jika kita harus berpisah."

"Jangan biarkan kami berpisah sayang berjanjilah untukku."

"Sudah sampai ayo cepat masuk sebelum salju turun lagi lebih tebal."

Cara dan Moca tinggal di deretan rumah yang cukup mewah di Seoul. Untuk seumur mereka, memiliki rumah di kawasan ini menandakan mereka menjadi pekerja yang berhasil. Penghasilan Moca sudah lebih dari cukup. Begitu juga Cara. Semua teman menyarankan mereka untuk segera menikah.

Tapi baik Moca atau Cara mereka menyembunyikan sesuatu dari masa lalu mereka. Sesuatu yang belum mau mereka ungkapkan dalam waktu dekat.

Cara menggendong anak itu perlahan masuk ke dalam kamar tamu dan mengganti bajunya dengan baju yang dibeli oleh Moca.

"Ah... ia begitu mungil, walau wajahnya chubby tapi badannya kurus. Pasti ia jarang makan baby.. uhuuuk... uhuuk.. hiks.." Cara mulai menitikan air mata.

"Cara baby, jangan menangis dong nanti anaknya bingung ditangisin gitu. Stop crying baby..."

"Iya aku cuma sedih."

"Enng..huks..mm.." anak itu menggeliat terusik dari tidurnya yang nyenyak. Tapi ia tak membuka matanya ia sangat nyaman di dalam balutan piyama kaos yang halus dan kehangatan selimut tebal berisi bulu angsa yang dialiri hangat dari pemanas dalam selimut tersebut. Belum lagi ruangan yang nyaman dengan pewangi ruangan yang memancarkan harum buah apel.

"Baby, lihat babyku bangun tapi tidur lagi baby..."

"Hahahha... Cara, kamu bilang apa sih...baby baby baby... siapa yang baby di sini, aku apa anak ini kau harus pilih salah satu mulai sekarang."

"Hihihi.. iya.. sekarang anak ini adalah my baby. Jangan cemburuya sayang."

"Hmmm, sainganku pria dengan tinggi kurang dari semeter. Okelah aku bisa menghadapinya walau berat. Hahahha."

"Sayaang, terima kasih mengizinkan aku membawa anak ini. Aku suka sekali anak kecil, karena dulu aku pernah punya adik tapi ia meninggal karena sakit keras yang aku gak tau sakit apa. Aku terlalu sedih hingga mengurung diri berhari-hari di kamar. Butuh waktu lama mama membawaku ke psikolog untuk melepas bayang-bayang adikku."

"Cara sayang, berjanjilah padaku apapun yang terjadi dengan status anak ini atau situasinya kamu tak boleh masukan ini terlalu dalam pada hatimu ya? Aku gak mau kamu tersakiti dengan perpisahan. Kali ini aku izinkan tapi jangan membuat hatimu terpuruk nantinya."

"Iya aku janji.."

Keduanya hening dalam diam sambil menatap anak itu yang tertidur pulas. Bahkan namanya saja mereka belum tahu. Di benak masing-masing mereka berpikir, kapan mereka memiliki anak mereka sendiri. Tampak perjalanan itu begitu jauh dan berliku, hingga mereka sulit bahkan hanya untuk membayangkannya.

"Maafkan aku Cara, kalau di dalam pikiranmu kau menginginkan anak dari hasil cinta kita, aku belum bisa mewujudkannya dalam waktu dekat. Masih banyak yang harus aku lakukan. Tapi jangan pernah meragukan cinta aku sayang."

Moca seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Cara sebagai wanita tentu ia ingin anak dari dalam rahimnya bersama orang yang ia cintai. Tapi Moca salah..

"No... tidak Moca. Kamu tenang saja, aku tak akan menuntutmu untuk memberikan aku anak. Justru aku yang meminta maaf karena aku tak ingin memikirkan pernikahan cepat-cepat. Aku juga masih ada hal yang ingin aku capai dalam hidup."

"Yess sayang, kamu miliki aku yang akan selalu ada di sisimu. Kita bisa bicarakan itu nanti jika kamu sudah siap. Tapi sekarang kalo latihan membuat anak boleh dong.. hmmm.." Moca memberi kode pada Cara untuk melakukan kegiatan yang selalu disukai Moca.

"Sayaaaang, jangan bicara ngeres di depan anak bayi... ssssttt.. Aku gak bisa meninggalkkannya sendiri malam ini. Aku takut ia bangun dan kebingungan dengan tempat ini..." bisik Cara sambil menutup telinga anak itu

"Hmmm... belum satu malam anak ini berada di rumah ia sudah bisa mengagalkan acara rutinku.. huuuff.." Moca ngambek dibuat-buat sambil melipat tangan dan memonyongkan bibirnya.

"Hihihih... masa cemburu dengan anak bayi.. hihihi.. Syaball ya sayang akuuh.. Latihan juga kalo nanti punya baby."

Moca harus puas dengan memeluk Cara dari belakang dan mengecup kupu-kupu di punggug dan leher Cara. Berharap yang dicium berhasrat untuk bercinta. Walau itu cuma rencana, Cara tak puas puasnya memandang anak itu dan mengelus punggungnya.

avataravatar
Next chapter