webnovel

Chapter 1 - Awalnya

"Cinta itu adalah hal yang paling spesial..." Lirihku pelan.

Semilir angin sejuk menerpa wajahku lembut, rambutku yang terombang-ambing menjuntai sepanjang pinggang ini terus mengepak-ngepak kesana-kemari mengikuti gerak arus angin.

"Cinta tak bisa dibeli oleh apapun, oleh uang maupun kekuasaan..."

Aku menengadahkan wajah mungilku ke atas tuk menatap puncak pucuk daun pohon besar yang ada di depanku, warna pucuk daun pohon rindang itu sangat rimbun dan terlihat mencolok. Aku tersenyum kecut sambil mengelus-elus helaian rambut panjangku, miris sekali, warnanya hampir sama dengan warna pucuk daun pohon itu.

"Karena itulah, ketika sekalinya manusia merasakan perasaan cinta... Maka terkadang Mereka menjadi posesif dan terobsesi pada Orang yang memberinya perasaan hangat itu..."

Angin berhembus sekali lagi membuat pucuk-pucuk daun pohon yang berwarna merah kecoklatan itu kini berguguran bersamaan dengan rambutku yang terseok-seok, seperti kelopak bunga sakura yang berguguran di musim semi saja.

"Jadi jangan heran jika ada Orang yang masih belum rela ketika perasaannya tak terbalaskan atau pun diputuskan di tengah jalan, karena rasa cinta itu benar-benar sangat berharga..."

Aku menolehkan kepalaku ke ujung jalan sana begitu merasakan kehadiran Seseorang yang semakin mendekat ke arah tempatku berada, Aku bisa melihat dari kejauhan kalau Seorang Pemuda yang kece tengah berjalan santai ke arah sini.

"Begitu pun denganku, Aku masih belum melupakan perasaan cintaku yang tak terbalaskan selama 8 tahun terakhir ini padanya..."

TAP...

Pemuda tampan berkulit putih susu dan bertubuh tinggi nan tegap itu kini berdiri di hadapanku, netra kelamnya menatapku tajam tanpa emosi sedikit pun yang terpancar dari sorotan matanya. Bibirnya yang terkatup tipis dengan berwarna kemerahan alami itu terbuka sedikit karena menghela napas berat.

"Ngapain di sini?"

Suara baritonnya menyapu gendang telingaku, jantungku berdebar-debar tak menentu ketika bertatapan langsung menatap manik kelamnya yang kelihatan seksi.

"Kau ini ya, haaa... Benar-benar deh. Kenapa selalu pergi ke sini sih?! Segitu sukanya yah sama tangkal jengkol yang ada di belakang sekolah?" Gerutunya dengan nada suara yang terdengar kesal.

Pemuda itu mengulurkan tangannya yang terlihat lebih besar dari tanganku itu untuk mengacak-acak pucuk kepalaku, ah rupanya Dia menyingkirkan beberapa daun pohon jengkol yang memenuhi kepalaku tadi.

"Aku..."

GRAB!

Aku mencengkeram lengan Pemuda itu secara tiba-tiba saat Dia masih mengusap kepalaku, tampaknya Dia merasa tidak nyaman jika dilihat dari usahanya yang ingin melepaskan lengannya dariku. Tapi sebelum itu... Ayo coba katakan padanya! Perasaanku yang sebenarnya!

"Aku mencintaimu!"

"Hng? Apa?" Pemuda itu menautkan alisnya heran, raut wajah datarnya yang tadi menghiasi muka songongnya itu kini berganti menjadi raut wajah gelagapan.

"Aku mencintaimu, Tuan muda Rais. Aku mencintaimu."

"Apa-apaan ini? Kau sedang bercanda denganku?!"

Rhys Haizal, Pemuda yang kusukai dari sejak umur 10 tahun itu  kini tengah kebingungan dengan pernyataan perasaanku yang kesekian kalinya. Tapi Aku yakin kok kalau sebentar lagi Dia akan menolakku secara mentah-mentah seperti biasanya.

PAKK!

"Kau gila?!"

Nah bener kan?

"Orang waras mana yang akan mencintai Orang gila sepertimu? Pasti Dia adalah Orang yang lebih gila darimu."

TAKK!

"Acckkk!"

Aku tersentak lalu segera mengusap-usap dahi jenongku yang terasa sakit karena Rhys menyentil dahiku keras.

"Sudahi mengkhayalnya, Wibu! Ayo balik lagi pada kenyataannya!"

Rhys menarik kerah tengkuk seragamku lalu menyeretku kembali menuju ke dalam sekolah. Saat sampai di lorong sekolah, murid-murid yang sedang beristirahat dan berkeliaran di luar kelas itu tiba-tiba terpaku dan memandangi Kami dengan tak percaya.

Ah... Aku lelah dengan semua ini. Benar-benar menyebalkan, sepertinya memang sudah saatnya untuk membuang semua perasaanku padanya.

"Lilis..."

Aku mendengar lirihan pelan dari mulut sahabat karibku di antara kerumunan Orang-orang ini, senyum lebarku yang tadinya menghiasi wajah ayu ini dari sejak berada di dekat pohon jengkol hingga sekarang sampai di lorong ini dalam sekejap menjadi lenyap.

Apa mood-ku mendadak jadi hilang begini karena di omongin oleh murid-murid lain? Atau apa karena Aku kecewa pada Rhys yang tak memperlakukanku sedikit lebih baik?

Tidak! Itu semua tak ada hubungannya. Bagaimanapun, perasaan ini sudah muncul dari setahun yang lalu.

Rhys, keluargaku, dan murid sekolahan ini tak ada yang menyadari perubahan sikapku yang berubah drastis semenjak ulang tahunku yang ke-17. Hanya satu-satunya sahabat karibku lah yang tahu seperti apa perasaan kacaunya diriku yang sekarang.

"Rais, lepaskan Aku."

"Diam, Aku akan membawamu sampai ke bangku di kelasmu."

"Lepaskan saja, Aku bisa pergi sendiri."

Please deh, lepasin saja. Apa Kau tuli sehingga tak menyadari nada bicara dan suaraku sudah berubah banyak dari biasanya?!

"Ah bawel banget sih, Aku bilang kan tinggal diam—"

"AKU BILANG LEPASKAN AKU!"

PAKK!

Aku menepis kasar tangan Rhys itu sekuat tenaga sehingga tangannya terhempas dari tengkukku dan membentur sisi badannya yang sebelah kiri, reaksinya benar-benar sangat menarik untuk dilihat karena Aku pertama kali membentak dan memperlakukannya seperti ini.

Tapi tak apa, toh Dia kan tak ada hubungannya denganku. Anak-anak murid yang lain terdiam membisu melihat Kami yang sedang terlihat memulai pertengkaran di depan kelasku, dalam sepersekian detik kerumunan murid-murid kian semakin bertambah. Aku harus mengakhirinya dengan cepat, ini sangat membuatku jengkel.

"Kenapa Kau?"

Rhys tercekat, Dia berdiri mematung dengan wajahnya yang kelihatan kaku. Mata kelamnya itu terbelalak lebar dan menatapku lamat-lamat, netra merah hati milikku yang kian menatapnya tajam ini segera kupejamkan perlahan.

"Jangan rusak mood-ku, Aku sedang gak baik-baik saja. Kau pikir melakukan hal semacam ini tuh gampang apa?!"

Aku melepas pita yang menjadi bandu di kepalaku itu lalu segera menyisir rambut panjangku dengan jari-jemari, segera saja kulilitkan pitanya dan mengikat rambutku dengan style ekor kuda. Mataku dan matanya kembali saling bertabrakan, Aku melipat kedua tanganku di depan dada untuk membuat ekspresi yang terlihat seangkuh mungkin.

"Apa maksudmu?!" Tanyanya dengan gigi yang bergemeletukkan.

"Singkat saja, seharusnya Kau sudah tahu kenapa Aku tiba-tiba bersikap seperti ini." Aku mendengus kasar, kutarik sedikit sudut bibirku untuk menampilkan sebuah seringaian tipis ketika melihat wajahnya yang terlihat konyol.

"Aku itu sudah lelah berpura-pura suka padamu dari sejak kecil!"

Reaksi di sekitarku menjadi sangat gempar, apalagi si tokoh utama kegemparan ini, Rhys Haizal yang diam membeku.

"Benar-benar menyebalkan tahu, udah ah! Minggir sana! Kau menghalangi jalanku!"

BHAKK!

Aku menabrak bahunya dengan sengaja ketika melangkah memasuki ruangan kelasku, namun saat ingin memasuki kelas lebih jauh lagi, Aku merasakan kalau pergelangan tanganku yang kecil mungil nan lemah ini tertahan oleh sesuatu yang sepertinya tulang kokoh berbalutkan kulit dan urat.

"Apaan sih?! Lepasin dong! Aku mau masuk!"

"Jelasin dulu apa maksudmu barusan!"

Rhys mencengkeram pergelangan tanganku dengan kuat sehingga mulai terasa sakit, Aku mencoba menahan rasa sakitku dan menatapnya dengan tatapan datar.

Aku kembali menepis tangannya dalam sekejap lalu terkekeh pelan. Rhys mengatupkan mulutnya dan mengepalkan tangannya erat, entah apa yang merasuki Anak yang biasanya bodo amat dengan hal sekitarnya itu sehingga membuatnya menjadi bertingkah seperti ini.

"Ckk... Bukankah ini membuatmu bahagia? Toh Aku jadi tak akan mengganggumu lagi dan kehidupanmu yang damai itu."

Aku menepuk-nepuk baju seragam Rhys lalu membenarkan letak dasinya yang kelihatan berantakan.

"Percuma juga jika Aku menjelaskannya secara mendetail karena otakmu yang kek otak udang itu gak akan paham, hm... Intinya Tuan muda Rais, padahal Aku mau mengatakan kata-kata ini dari tahun lalu tapi..."

PUKK... PUKK...

Aku tersenyum sumringah sambil menepuk-nepuk kedua bahunya yang lebar.

"Semoga hubunganmu dengan tunanganmu langgeng ya."

Aku mencoba menutup pintu kelasku namun segera ditahan oleh Rhys, tak pernah kubayangkan sebelumnya kalau Aku sekarang melihat sorot mata Rhys untuk pertama kalinya menampilkan emosi kemarahan yang menumpuk.

"Apa? Ha... Konyol sekali, jadi Kau bertingkah kekanak-kanakan begini itu hanya karena kejadian dari setahun yang lalu?"

Konyol? Kekanakan? Hah! Dasar bedebah gila! Siapa yang gak akan sakit hati coba ketika melihat Seseorang yang terang-terangan kusukai, membawa tunangannya tepat di hari ulang tahunku?!

"Woi Rais."

Sudahlah, Aku sudah malas buat meladeninya. Aku tersenyum simpul dengan mataku yang kelihatan menyipit, diangkatnya kedua kepalan tanganku ke depan wajahnya. Dengan ekspresi muka yang tanpa dosa, Aku mengacungkan masing-masing kedua jari tengahku padanya dan membuatnya tertohok.

"Shut the f*ck up!"

BRAKKK!

Aku membanting pintu kelasku dengan keras, Orang tuaku bilang kalau menutup pintu dengan keras saat ada Seseorang di sekitar maka itu sangat tidak sopan. Tapi Aku tak peduli, toh Dia juga jarang-jarang berkelakuan sopan padaku! Contohnya saja seperti tadi, menyeretku kayak kucing aja.

"Ah Aku lupa."

Aku kembali membuka pintu kelasku yang tertutup rapat barusan, kulihat Rhys masih ada di ambang pintu dengan raut wajah yang mengeras. Aku menabrak bahunya lagi tanpa sepatah kata pun, kutarik lengan sahabat karibku yang berada di keramaian untuk kembali ke dalam kelas.

BHAKKK!

"Oh maaf, sengaja."

Sambil menggenggam tangan sahabatku, Aku kembali ke dalam kelas setelah menabrak bahu Rhys yang ketiga kalinya dan membanting pintunya juga.

Aku dan sahabatku segera duduk di bangku tempat Kami, Kami sebangku sejak dari kelas 1 SMA. Sekarang Aku, Dia, dan Rhys sudah menginjak bangku kelas 3 SMA.

"Fuh, capek banget."

Aku menelungkupkan wajahku pada lipatan lenganku yang tertekuk di meja, akhirnya beban dalam hatiku sudah separuhnya terangkat.

"Kamu ngapain sih, kok tiba-tiba jadi begitu pada Rhys?"

Tiara Anggita, Gadis cantik berusia 18 tahun dengan tinggi 167 cm itu ikut membaringkan kepalanya di meja untuk menatapku secara sejajar. Rambut hitam yang halus sepanjang paha itu terlihat bergerai dengan indahnya bak Putri Rapuzel.

"Ah gak tahu deh, Nee-chan kan pasti udah paham situasinya. Imotou sudah gak ada perasaan lagi padanya dari setahun yang lalu."

Aku menyingkirkan lenganku dan memalingkan kepalaku sambil membaringkannya di meja, Kutatap sendu paras cantik Tiara, persis seperti yang Tiara lakukan padaku.

"Ehey, Imo~ dah pandai cinta-cintaan ya?"

Tiara mencolek pipiku gemas, Dia terkekeh pelan sambil sesekali mencubit lenganku kecil. Mau tak mau, Aku juga ikut tertawa karena kelakuannya itu.

Oh iya benar, dipikir-pikir... Aku belum berkenalan dengan Kalian kan? Oke deh! Aku akan mulai memperkenalkan dunia di mana Aku hidup dan Orang-orang yang ada di sekitarku.

Namaku Lilistia Atyati, Aku beberapa bulan lebih muda dari Tiara makanya Aku selalu memanggilnya Kakak dalam bahasa Jepang. Usiaku 18 tahun, tinggiku hanya 159 cm dengan rambut yang berwarna merah hati alami bawaan sejak lahir.

Ayahku Seorang Direktur bengkel otomotif, Ibuku Seorang Chef restoran. Aku adalah Anak tengah-tengah dari 3 bersaudara, Kakakku yang terpaut usia 5 tahun lebih tua dariku itu merupakan Seorang Mahasiswa yang terkenal akan kecerdasan dan ketampanannya.

Dan Adik bungsuku yang 3 tahun lebih muda dariku terkenal akan kepandaiannya dalam bermain game, Aku adalah satu-satunya Anak Perempuan dari keluargaku. Makanya Ayah, Kakak, dan Adikku terkadang selalu overprotektif jika ada sesuatu yang berkaitan denganku.

Orang yang kusukai itu adalah Putra pertama dari keluarga terpandang di provinsi tempat tinggalku yakni garut. Ayahnya adalah Seorang profesor yang mengajar di universitas ternama, Ibunya adalah Seorang pemilik toko emas terbesar di kota ini.

Dia memiliki Adik Laki-laki pendiam yang sebaya dengan Adik kecilku. Selain mewarisi gen yang good looking, Dia juga mewarisi kepintaran dari Ayahnya dan tampilan yang berkharisma dari Ibunya. Jadi jangan heran kalau Dia sudah sangat populer dari sejak masih menjadi jabang bayi.

SMA Haurkuning 03, itu adalah Nama sekolah terkenal yang dikhususkan untuk murid-murid yang berada. Rata-rata semua murid yang sekolah di sini itu memiliki keuangan yang stabil dalam keluarganya, tapi itu sudah jelas kalau Aku dan Rhys cukup terbilang lebih jauh derajatnya dari murid yang lain.

Tiara juga berasal dari keluarga kaya. Ayahnya adalah Seorang Direktur kepolisian, dan Ibunya adalah Seorang dokter berbakat. Walaupun sering dimanja oleh kedua Orang tuanya karena Dia Anak tunggal, Tiara tak pernah berlagak sombong atau merendahkan Orang lain yang levelnya berada di bawahnya. Itulah yang kusuka darinya.

"Lis, Kamu lagi berantem sama Rhys ya?"

Suara cempreng dari Seorang Pemuda yang mengetuk-ngetuk mejaku membuatku tersadar dari lamunan. Aku menengok sebentar Orang itu lalu segera membetulkan posisi dudukku.

Mata coklat cerah dengan rambut pirang gelap yang acak-acakan itu memenuhi penglihatanku, kulit putih langsatnya tertutupi oleh hoodie berwarna biru tua. Ravi Revansyah, teman satu-satunya Rhys yang wataknya menurut cewek-cewek dibilang soft boy itu duduk di mejaku sambil menopangkan salah satu kakinya ke kaki yang lain.

Kadang-kadang Dia sering dipanggil dengan julukan Raven karena Dia suka warna biru tua dan juga karena nama aslinya cocok dengan julukan itu.

"Tumben nih, Anak yang bucinnya tingkat akut untuk pertama kalinya berantem dan bicara kasar pada Orang yang di suka. Memang ada masalah apa?"

Aku menolehkan wajahku menatap ke luar jendela, kebetulan sekali kalau bangkuku berada di samping tembok jadi Aku bisa lihat pemandangan luar dari sini. Jendela yang terbuka itu memasukkan angin sepoi-sepoi membuat rambutku ini terombang-ambing udara, sesekali helaiannya mengenai mulutku.

Aku menatap kosong para murid Laki-laki di luar sana yang sedang asyik bermain sepak bola di lapangan sekolah, pikiranku hampa. Ingatanku kembali berputar membuat kejadian satu tahun yang lalu kembali muncul di dalam benakku.

Next chapter