1 1. Si Pemilik Negeri Matador

Manik mata hijau miliknya kini terlihat setelah matanya sempat tertutup selama hampir dua puluh empat jam. Seorang pria yang saat ini tergeletak di atas ranjang rumah sakit sayup-sayup mendengar suara seseorang yang sedang menjelaskan sesuatu sambil menyebut namanya selama beberapa kali.

"Kecelakaan yang dialaminya mengakibatkan pembengkakan pada laring Tuan Sergio sehingga membuat Tuan Sergio akan kesulitan berbicara selama beberapa bulan kedepan." Jelas seorang perawat yang kini sedang berhadapan dengan seorang pria tampan berambut pirang.

Sergio Miguel, si pengusaha kaya raya yang dijuluki sebagai pemilik Spanyol. Darah Spanyol asli mengalir dalam dirinya. Dia adalah keturunan nomor delapan belas dari keluarga Miguel, keluarga yang sangat terpandang dan dijuluki sebagai Raja Spanyol.

Kekayaan yang Miguel miliki seolah tak pernah habis. Bahkan, hingga beberapa keturunan sekalipun, mereka masih menyandang sebagai keluarga terkaya nomor satu di negara yang mendapat julukan Negeri Matador.

Dan sekarang, si pemilik Negeri Matador tersebut sedang terkapar tidak berdaya di atas ranjang rumah sakit setelah mengalami sebuah kecelakaan besar yang tidak terhindarkan.

Manik mata hijau milik Sergio berputar malas sewaktu mendengar penjelasan dari perawat yang menanganinya. Sergio tidak tuli, dia bisa mendengar semuanya dengan jelas.

Saat Sergio berniat mengumpat, tenggorokannya terasa sangat sakit. Alhasil, suaranya menjadi sangat serak membuat pria berambut pirang yang merupakan asisten pribadinya menoleh cepat.

"Kau tidak diperbolehkan berbicara untuk sementara waktu." Kata Merald, asisten pribadi Sergio.

Seolah tidak mempercayai apa yang telah Merald katakan, Sergio kini mencoba untuk berbicara di tengah tenggorokannya yang berdenyut nyeri. Namun, Sergio gagal. Tenggorokannya justru terasa sangat sakit, membuatnya tak kuasa menahan rasa sakit tersebut.

Perawat yang melihat kondisi Sergio segera memeriksanya. Dia kemudian memberi penjelasan pada pasiennya tersebut. "Untuk tiga bulan kedepan, Anda disarankan tidak berbicara terlebih dahulu hingga pembengkakan pada laring Anda bisa mereda. Jika Anda memaksakan untuk berbicara, maka ada kemungkinan pita suara Anda akan mengalami infeksi dan membuat Anda kehilangan suara Anda untuk selamanya." Jelas perawat tersebut.

Merald bisa melihat tatapan mata Sergio yang terlihat malas dan kesal. Dengan keterdiamannya, aura menyeramkan tiba-tiba menyelimuti ruangan tersebut. Dengan tatapan mata dan gerakan tangan, Sergio berusaha mengusir perawat tersebut.

Setelah kepergian perawat tersebut, Sergio langsung menyambar ponsel di tangan Merald, mengetik sesuatu di sana.

'Kecelakaan sialan! Seharusnya aku mati saja daripada seperti ini.' Sergio memperlihatkan ketikannya pada Merald, membuat pria berambut pirang tersebut tertawa kecil membacanya.

Rentan usia mereka yang hanya terpaut satu tahun membuat keduanya tampak seperti berteman alih-alih bos dan asistennya. Dan hal ini membuat Merald merasa nyaman dengan pekerjaannya.

Sergio kini kembali mengetik sesuatu. Dia tampak sibuk dengan ponsel milik asistennya tersebut.

'Ambil alih perusahaan untuk sementara selama tiga bulan kedepan. Kemudian, carikan aku seorang pengasuh yang cantik dan muda.'

Merald mengangguk patuh, diakhiri tawa kecil saat membaca kriteria pengasuh untuk bosnya satu itu. Merald tahu betul mengapa Sergio menginginkan seorang pengasuh yang masih muda. Itu dikarenakan Sergio memiliki sebuah trauma tersendiri terhadap pengasuh yang sudah berusia.

Sergio si yatim piatu sejak usia dua belas tahun pernah dirawat oleh bibinya yang berusia sekitar empat puluh tahunan. Dan Sergio benar-benar diperlakukan tidak baik. Bibinya sangat kasar kepadanya, bahkan sempat melecehkan dirinya.

Sejak saat itu, Sergio takut setiap kali diasuh oleh wanita paruh baya.

"Aku akan segera mencarinya."

***

***

"Fu*k!" sebuah umpatan meluncur bebas dari bibir seorang gadis cantik yang kini sedang berdiri di depan mansion mewah milik seseorang yang cukup terpandang di Spanyol.

Gadis cantik yang merupakan mahasiswi semester tiga tersebut kini mendongakkan kepalanya, melihat setinggi apa mansion tersebut. Jika dilihat dari luar, kira-kira ada sekitar empat sampai lima lantai.

Mansion mewah yang akan menjadi tempat kerjanya selama beberapa bulan tersebut adalah mansion yang selama ini hanya dirinya lihat melalui layar televisi atau sebuah majalah. Tetapi hari ini, mansion milik keluarga Miguel ada di depannya. Berdiri kokoh bagaikan istanah kerajaan.

"Nona Cambrey?" suara seseorang terdengar di telinga gadis bermarga Cambrey tersebut.

Gadis muda dengan rambut coklatnya kini menoleh, mendapati seorang perempuan yang seusia dengannya berdiri di depan dia dengan senyuman yang hangat.

"Hai, aku Lluvy… pelayan di mansion utama yang bertugas untuk memastikan kebersihan kamar Tuan Sergio." Pelayan bernama Lluvy tersebut mengulurkan tangannya yang tanpa menunggu lama segera dibalas oleh gadis bermarga Cambrey tersebut.

"Aku Isla Cambrey. Kau tidak perlu memanggilku Nona. Lagipula sepertinya kita seumuran. Cukup panggil aku Isla saja…" kata Isla.

Keduanya kini mulai berjalan memasuki mansion. Tak henti-hentinya Isla menoleh kesana-kemari, mengagumi seisi mansion yang benar-benar mewah.

"Baiklah kalau begitu, Isla… ehm, ada dua peraturan yang tidak boleh kau langgar di mansion ini." Lluvy menghentikan langkahnya, diikuti oleh Isla yang melakukan hal serupa.

"Kau tidak boleh membawa wanita paruh baya dan berhubungan sexual di sini." Kata Lluvy, membuat kening Isla berkerut heran.

Sesungguhnya, dia ingin menanyakan alasan dari peraturan tersebut. Namun, fokus Isla sudah berpindah ke beberapa pelayan yang ada di sana. Semuanya masih sangat muda, usianya kira-kira sepantaran dengan Isla. Hal itu tentunya menimbulkan sebuah kecurigaan tersendiri dalam benak gadis itu, membuatnya mulai menebak-nebak.

'Apa jangan-jangan Tuan Sergio semesum itu?' batinnya.

Ngomong-ngomong soal Sergio, Isla kini mulai menyadari sesuatu yang terasa sangat janggal untuknya. "Tunggu… Lluy, bukankah Tuan Sergio sudah tidak memiliki kedua orang tua?"

Lluvy menganggukkan kepalanya.

Kambali, Isla menanyakan hal yang lain. "Dan juga, bukankah Tuan Sergio belum menikah?"

Lluvy kembali menganggukkan kepalanya. Dari dua pertanyaan yang ada, sepertinya Lluvy mulai paham kemana arah pembicaraan Isla saat ini. Lluvy kini tertawa kecil.

"Lalu, Tuan Sergio bermusuhan dengan keluarga yang lain. Bukankah rumornya begitu?" tanya Isla lagi dengan wajahnya yang terlihat polos, seolah sedang memikirkan sesuatu.

Dengan tawa kecil, Luuvy mengiyakan. "Rumor itu benar adanya." Jawab Lluvy.

"Lalu siapa yang akan aku asuh?" Lluvy tertawa terbahak-bahak mendengar hal itu.

Dari informasi yang diberikan oleh Merald, Isla belum tahu jika yang akan gadis itu asuh adalah Sergio. Merald hanya menawarkan pekerjaan sebagai pengasuh tanpa memberikan detailnya.

Dan normalnya, siapapun yang ditawari pekerjaan sebagai pengasuh maka akan langsung memikirkan sosok bayi mungil yang menjadi korban dari kesibukan dari orang tuanya. Sama seperti yang ada di pikiran Isla sewaktu menerima pekerjaan ini tanpa pikir panjang.

"Yang akan kau asuh adalah Tuan Sergio… orangnya ada di belakangmu." Kata Lluvy sembari menunduk hormat pada sosok Sergio yang berdiri, menjulang tinggi di belakang Isla.

Mendengar ucapan Lluvy, Isla secara otomatis langsung membalik tubuhnya. Dia mendongak, menatap seorang pria yang auranya dipenuhi oleh kegelapan. "A-aku… akan mengasuhnya?"

avataravatar
Next chapter