35 Vol II 9『Pencurian Benda Suci』

Aku, Lucia, dan Rord sedang berada di tengah perjalanan di hutan.

Lucia berjalan lebih dulu dengan tujuan untuk membimbing kami dari depan.

Sedangkan aku dan Rord hanya berjalan mengikutinya dari belakang, menurut sesuai yang ia perintahkan pada kami berdua.

Aku tidak tahu mengapa ia meminta kami untuk melakukannya, tapi kurasa itu hanya karena dia ingin pamer saja karena sudah memiliki lebih banyak pengalaman daripada kami berdua.

"..."

Hutan yang jaraknya lumayan dekat dengan kota ini terkesan seperti hutan pada umumnya.

Aku dapat berkata begitu karena jika dilihat dari luar, hutan ini memang terkesan biasa-biasa saja.

Berbanding terbalik dengan The Great Demon Forest yang memiliki pohon dengan ukuran serta tinggi yang super besar.

Aku masih bisa mengingatnya ... rasa panik akan takut kehilangan arah dan tersesat ketika masih di dalam sana...

"..."

Suasananya terlalu sunyi...

Sedari awal kami mulai berangkat, kami bahkan belum memulai pembicaraan apapun.

Lebih tepatnya, masih belum ada sebuah topik pembicaraan untuk dibahas.

Aku melihat ke arah Rord yang juga sedang berjalan persis di sebelahku.

Melirik wajah cantiknya yang tertutupi oleh bayang-bayang dari pohon hutan yang kami lalui.

Di saat sedang memasang ekspresi tenang begini, kurasa setiap wanita memang akan terlihat sangat anggun.

Tentu saja, itu juga berlaku pada dirinya.

...!

Aku sedikit menurunkan pandanganku dari wajah Rord dan menyadari jika dirinya masih memakai kalung pemberianku.

Aku mendapatkan inspirasi untuk membuat kalung tersebut dari kalung yang Senya gunakan di kerah bajunya.

Aku tidak tahu alasan mengapa orang-orang yang ada di sini memakai sebuah kalung di kerah bajunya daripada leher, tapi aku rasa itu hanya dikarenakan perbedaan budaya saja.

Itu benar, kalung yang kubuat dengan usaha serta keringatku sendiri itu berhasil kubuat dengan meniru bentuk dari jade milik Senya.

Bentuknya memang sedikit berbeda karena aku membuat sedikit perubahan, tentu saja aku melakukan hal itu dengan sengaja.

Ukurannya bisa dikatakan jauh lebih kecil daripada milik Senya. Jade yang kubuat juga tidak memiliki corak apapun, melainkan polos.

Kalung tersebut bisa dikatakan biasa saja dikarenakan itu adalah hasil dari pekerjaan pertamaku.

Namun, melihat dirinya yang masih menggunakannya membuat diriku merasa sedikit senang.

Aku harap jauh di dalam lubuk hatinya ia mengakui diriku sebagai salah satu orang terdekatnya.

Yah, setidaknya, yang dia tidak ketahui, kalung tersebut sebenarnya adalah bukti rasa--

Memikirkannya, Rord yang sedari tadi sedang diam saja di sebelahku tiba-tiba saja mengeluarkan semburan udara dari mulut dan hidungnya.

Singkatnya, dia bersin.

Imut sekali...

Tidak seperti bersin-bersin yang pernah kudengar dan lihat sebelumnya, entah mengapa yang satu ini terkesan sangat imut.

Bersinnya terkesan sangat ditahan sekali.

Bersin cantik. Hal yang umum untuk dilakukan untuk gadis-gadis seusianya.

Aku penasaran apakah mereka sebenarnya melakukannya dengan sengaja atau memang sudah spontan seperti itu dari awal...

Yah, selama itu terlihat imut, kurasa akan baik-baik saja.

"Bless you."

"Ah, terima kasih."

Lagi pula, ini adalah dunia lain, jadi tidak akan heran jika gadis-gadis yang ada di dunia ini jauh lebih imut daripada yang biasa.

Membahas soal bersin. Ketika seorang gadis mengeluarkan bersin yang ditahan, itu pasti akan terkesan sangat imut.

Namun, fakta yang sangat mudah diketahui adalah hal itu sebenarnya juga bergantung kembali pada rupa sosok yang melakukannya.

Jika gadis tersebut merupakan seseorang yang rupawan, itu mungkin akan terkesan imut dan lucu.

Namun, jika gadis itu memiliki rupa yang buruk, mungkin kau malah akan jadi ingin memaki-makinya.

Juga, umum terbilang jika katanya kita perlu untuk memberkati seseorang yang baru saja bersin.

Saat seseorang bersin, orang-orang di sekitarnya akan memberkatinya dengan do'a agar selalu sehat, dan itulah alasan mengapa Rord barusan berterima kasih padaku.

Namun, tunggu.

Ada yang membuatku penasaran...

Bagaimana cara Rord tahu soal budaya memberkati orang bersin ini...?

Maksudku, dia telah membalasnya dengan berterima kasih padaku, itu artinya, dia pasti mengetahuinya.

Hmm...

Setelah kupikir-kupikir lagi, mungkin jawabannya memang benar jika dunia lamaku dan dunia ini memang memiliki sedikit kemiripan dalam aspek budaya dan hal lainnya.

Jadi, kurasa hal itu tidak perlu terlalu dipertanyakan lagi.

"..."

...?

Rasanya aku seperti baru saja melupakan sesuatu...

Aku berusaha untuk mengingatnya berulang-ulang kali, tapi karena memori itu tetap tidak kunjung datang, aku pun menyerah.

...!

Aku menyadari Lucia yang sedang mengintip kami dari depan.

Namun, tepat ketika aku menyadarinya, Lucia pun langsung segera memalingkan wajahnya dari diriku.

Mungkin dia mendengar suara dari bersin Rord dan ingin melakukan hal yang sama seperti yang baru saja kulakukan.

Namun, karena adanya diriku di dekat Rord, mungkin pada akhirnya dia mengurungkan niat untuk melakukannya.

Dia benar-benar baik, ya...

....

Saat sedang berjalan, tiba-tiba saja aku mengingat sesuatu yang sebenarnya dari tadi sudah ingin kulakukan.

"Oh, benar juga. Hey, Rord."

"Em? Ada apa?"

"Aku sudah penasaran akan hal ini sedari tadi ... tapi, ke mana perginya tongkat sihir pemberian Schmied itu? Apa kau membawanya?"

"...! A--Ah, tongkat itu, ya..."

Dia terlihat sedikit gemetaran ketika aku menanyakannya, kurasa ia terkejut karena aku memulai pembicaraan secara tiba-tiba.

Aku melihat ke arah Rord untuk mengecek.

Seperti biasa, dia terlihat sangat canti-- eh, tidak, tidak. Bukan hal itulah yang sedang kucari sekarang.

Aku sampai pada punggungnya dan menyadari jika tongkat sihir pemberian Schmied sedang tidak bersama dengannya.

Ke mana perginya benda mahal itu...?

Oh, aku tahu!

"Keren sekali, Rord. Aku sangat tidak menduganya, kau memang benar-benar luar biasa. Kau pasti membuat tongkat itu menghilang dengan sihir dan akan memunculkannya nanti, kan? Harusnya aku memang tidak pernah meragukanmu."

"Aha--ha--ha..."

Rord sedikit tertawa kecil sembari mengalihkan tatapannya ke tempat lain.

"Se--Sebenarnya..."

"Kau memang heba--"

"--sebenarnya, aku lupa membawanya!"

...?

"Excuse me...? Apa yang baru saja kau katakan?"

"A--Aku lupa untuk membawanya..."

Rord membuat gestur dengan membuat masing-masing jari telunjuknya bersentuhan di depan dadanya.

"Sepulangnya kita dari sini, aku pasti akan menjual tongkat itu."

Aku berjalan lebih cepat daripada Rord dan meninggalkannya sendirian di belakang.

"Tu--Tunggu, tunggu! Ja--Jangan menjualnya! Ku--Kumohon! Aku akan melakukan apapun, asal kau jangan menjual tongkat itu!"

Rord melompat ke arahku, bergelantung pada salah satu kakiku dan membuat diriku terpaksa untuk menyeretnya sembari berjalan.

"Aku minta maaf! Maaf! Aku berjanji akan menjaganya! Maka dari itu--"

"--kalau kau benar-benar sayang terhadap benda itu, maka pergunakanlah dia dengan baik, bodoh."

"Ba--Baik! A--Aku akan melakukannya! Aku berjanji! Kalau tidak aku akan-- eh?"

Aku memperlihatkan sebuah benda yang sebelumnya kuambil lewat kantung celanaku tepat ke hadapan wajah Rord.

Benda tersebut merupakan celana dalam berwarna hitam polos dengan model yang sedikit seksi.

Tanpa disebut pun, aku yakin pasti orang-orang sudah akan mengetahui siapa pemilik dari benda suci ini.

"I--Itu kan--"

"Mungkin kau tidak tahu-menahu tentang hal ini, tapi curi dan pencurian, aku adalah ahlinya dalam bidang itu..."

Aku menggengam benda pusaka milik Rord dengan tangan kananku dan semakin menguatkan genggamanku sedikit demi sedikit.

"I--Itu kan celana dalamku...! Jadi, pagi tadi aku tidak dapat menemukannya karena kau yang mengambilnya, ya!"

"Ya, itu benar. Lantas, mau apa dirimu meskipun kau tahu pelakunya?"

"Tc--Tch."

Rord menggerutu sembari membuat sedikit suara dengan giginya karena tidak bisa melawan.

Sebenarnya, kemarin saat aku ingin tidur seperti biasanya, Rord yang selalu menjaga jarak denganku sewaktu tidur sampingku tiba-tiba saja seperti melemahkan penjagaannya.

Harus kuakui, peristiwa itu benar-benar menguji kesabaranku ... alhasil, itu pun membuatku hampir tidak tidur semalaman.

Sudah kuduga. Sedang beruntung atau sial, aku tidak bisa memilih kata yang cocok untuk dipergunakan dalam situasi seperti itu.

Ya--Yah, tentu saja aku juga merasa jika keberuntungan sedang berpihak padaku, sih...

Emm ... kurasa aku bisa melanjutkan ceritanya ... ah, benar. Sampai di mana aku tadi...?

Itu benar, Rord yang mengenakan baju tidur terlihat jauh lebih cantik daripada pakaian sehari-harinya.

Alasannya? Tentu saja karena baju tidurnya jauh lebih tertutup...!

Aku sudah memikirkannya dengan baik ... aku rasa memang benar ... jika diriku lebih menyukai gadis yang lebih tertutup soal pakaian.

Aku tidak bisa menyangkalnya, jika hal itulah yang paling kutunggu untuk dilihat tiap kali matahari hendak terbenam.

Dikarenakan ia melemahkan penjagaannya, hal itu pun berhasil membuat hasratku terhadap dirinya menjadi tidak tertahankan.

Dan karena itu jugalah, aku pada akhirnya melucuti dirinya dan merampas celana dalamnya saat dia sedang tidur dengan nyenyak.

Ah, ngomong-ngomong soal 'Penjagaannya yang lemah', yang kumaksud dengan itu adalah dirinya yang tidur dalam posisi di pelukanku.

Yah, tentu saja diriku awalnya tidak ingin memeluknya, tapi entah mengapa dirinya seperti memaksa diriku untuk melakukannya dengan menarik salah satu tanganku.

Aku memanglah seorang sampah karena melakukan hal seperti ini pada seorang gadis yang penuh dengan celah, tapi kurasa ini juga bisa jadi sebuah pelajaran untuk dirinya agar tidak melemahkan penjagaannya ketika sedang tidur dengan seorang lelaki.

"Aku tebak pasti sejak tadi pagi bagian bawahmu selalu terasa dingin, kan? Tenang saja, aku akan segera mengembalikannya sesaat setelah aku menjual tongkat sihirmu yang berharga itu."

Aku mengancam Rord agar ia menjual tongkat sihirnya.

"Ti--Tidak! Baiklah, baiklah! Kau menang, kau menang! Aku akan lakukan apapun yang kau mau, jadi--"

"--kalau begitu, pilihlah. Antara celana dalammu dan tongkat sihirmu itu. Yang mana yang harus dijual...?"

Mendengar kata-kataku, Rord pun memasang ekspresi seperti sedang ingin menangis.

Air mata pun perlahan-lahan mulai mengalir di wajahnya.

"Huh! Menangis pun takkan membuatku berubah pikiran! Aku tahu! Aku tahu! Akan kujual saja keduanya!"

Aliran air mata pada wajahnya pun semakin deras dan mulai membanjiri wajahnya yang polos.

Rord pun kembali memeluk diriku sembari membuat bajuku basah dengan air matanya.

"Ma--Maaf, Lort! Maaf, ya! Maaf! Aku berjanji akan jadi anak yang baik! Aku berjanji akan selalu membantumu--!"

"Berisik...! Sekalinya sudah kuputuskan, aku tidak akan menggugatnya! Aku ini adalah pria yang tidak akan menarik kata-katanya kembali, karena itu adalah jalan petualang-ku!"

Aku meneriakkan hal tersebut padanya, mengenai filosofi hidup-ku. Tentang bagaimana cara diriku tetap berpegang teguh pada hal yang telah kuputuskan.

Mendengar kata-kataku itu, Rord yang sedang berusaha menahan tangisnya pun tidak bisa membendung air matanya dan kembali menangis dengan hebat.

Beberapa detik kemudian, ia pun semakin menguatkan pelukannya padaku.

"Oi, oi, lepaskan! Pakaianku jadi basah, tahu!"

"Minta maaf-- aku minta maaf! Aku tidak akan bergadang lagi! Aku tidak akan membeli barang-barang aneh lagi! Dan aku juga akan membersihkan tempat tidurku sendiri! Jika itu masih belum cukup juga, akan kulakukan apapun yang kau mau, ja--jadi jangan jual keduanyaaaaaa...!"

"Tch, baiklah, baiklah! Aku akan mengembalikannya jika kau berhenti menangis sekarang."

Eh? Tunggu. Aku rasa aku baru saja melewatkan sebuah kesempatan yang sangat langka...

Secara paksa, Rord pun berusaha menahan air mata-nya.

Namun, meskipun sudah berusaha dengan keras, air mata-nya tetap saja bocor karena sepertinya ia telah mengalami trauma yang mendalam.

Melihat Rord dalam kondisi seperti ini ... membuat dirinya benar-benar terlihat seperti anak kecil.

"Kegilaan si sampah itu ... memang tidak ada lawannya."

***

"Ini. Kukembalikan."

Aku mengulurkan celana dalam berwarna hitam yang sedang kugenggam di tangan kananku tepat di hadapan Rord.

Dia ini ... padahal masih kecil, tapi malah sudah pakai celana dalam yang seksi begini...

Yah, itu adalah gayanya, aku tidak bisa memaksakan kehendaknya.

Dia juga selalu membiarkan diriku untuk berfantasi soal dirinya juga, sih ... jadi kurasa kami impas.

Yah, meskipun aku tidak tahu letak 'impas'-nya di mana, sih...

Sesaat ketika Rord hendak mengambil celana dalam miliknya di telapak tanganku, aku dengan segera menghindari hal itu untuk terjadi dengan cara mengangkat tanganku ke atas, tempat di luar jangkauan tangannya yang mungil itu.

"E--Eh...?"

Rord yang merasa panik karena aku telah menipunya pun berusaha untuk menjangkau tanganku yang sudah jelas-jelas tidak berada dalam jangkauannya dengan cara melompat-melompat.

Perbedaan tinggi di antara kami sudah cukup sebagai alasan dari keuntungan yang kumiliki. Dengan perbedaan yang sangat menguntungkan ini, dia tidak akan bisa meraih tanganku.

"Namun, sebelum itu...!"

Aku segera mengangkat tanganku yang lain dan memegang ujung celana dalam berwarna hitam polos tersebut dari masing-masing sisi kanan serta kiri.

"--e--e--eh...?!"

Rord terlihat kebingungan akan tindakanku.

Sembari mencerna soal situasi yang sedang terjadi, Rord memasang ekspresi sedih dan cemas pada wajahnya.

Setelahnya, aku pun segera mendekatkan benda sakral tersebut ke hadapan wajahku.

Beberapa detik kemudian setelah melihat wajah Rord dengan puas, aku pun melanjutkan aksiku yang sempat terhentikan selama beberapa detik.

Aku mendekatkan wajahku pada benda pusaka tersebut dan membuat hidungku bersentuhan dengannya.

"Ti--Tidak...!"

Aku sudah lama sekali ingin melakukan ini...!

Menikmati momen dan sensasi dari benda suci tersebut, aku mulai menghirup dan mengendus-ngendus aroma yang ada.

He--Hebat.

Aroma keringat dari seorang gadis cantik memang wangi.

Ini terasa sangat tidak tertahankan dan mulai membuatku kehilangan kontrol atas diriku sendiri.

Wangi-nya Rord ... aku tidak menyangka jika bahkan aroma dari celana dalam seorang gadis akan bisa jadi sewangi ini.

"--ti--tidak! Tidak, tidak, tidak! Tidak-------!"

Menanggapi hal tersebut, Rord mendesah dengan hebat hebat sembari memegangi selakangkangan-nya saat aku sedang mengendus-mengendus aroma celana dalamnya.

"I--Ini benar-benar sudah di luar batas ... sudah tidak ada harapan lagi untuk orang ini ... bisa-bisanya aku malah masuk ke dalam kelompok orang aneh sepertinya..."

Seseorang yang berada di dekat kami menaruh tangannya ke dahinya sembari mengatakan hal itu.

Aku rasa ... kali ini aku benar-benar baru saja membangkitkan sebuah fetish baru.

***

Singkat cerita, aku pun akhirnya mengembalikan celana dalam tersebut pada Rord karena merasa kasihan padanya.

Rord yang baru saja menerima kembali celana dalamnya terlihat menggumamkan hal yang masih akan jauh di masa.

"A--Aku sudah tidak bisa menikah lagi..."

Dia jatuh ke tanah, berlutut di atas lingkungan kasar itu sembari memegangi celana dalam miliknya pada tangan kanannya dengan erat.

Aku duduk di samping Rord dan memegang salah satu pundaknya.

"Kau terlalu jauh memikirkannya, tahu ... jangan khawatir, tentu saja kau bisa."

"Ta--Tapi..."

"Menikah sajalah denganku."

"...?"

"Dengan begitu, kau tidak akan perlu merasa khawatir lagi karena telah dicabuli, lagi pula, yang akan dan pernah melakukannya hanyalah kekasih-mu nantinya, kan? Maka dari itu, bukankah diriku cocok untuk posisi yang kosong itu? Jika akulah yang nantinya menjadi kekasih-mu, kau sudah tidak akan perlu mengkhawatirkan apapun lagi. Aku pasti akan membahagiakanmu."

Aku menunjuk diriku sendiri dengan bangganya meskipun terlihat sedikit keringat menetes dari wajahku.

Membuat pernyataan secara tidak langsung, meskipun aku tahu jika dirinya tidak akan meresponnya dengan serius.

Kemungkinan terburuknya, mungkin dia akan marah padaku karena telah mengatakan hal yang tidak-tidak.

Namun ... setelah semua hal yang telah kulakukan, mungkin akan ada yang bertanya-tanya bagaimana caranya diriku masih bisa memiliki rasa percaya diri seperti ini.

Jawabannya sangat simpel. Jadilah dirimu sendiri.

Selama ini, aku selalu berusaha untuk melakukannya. Namun, belum pernah berhasil sekalipun dan malah berakhir dengan meniru orang lain yang kukagumi.

Namun, kali ini aku berhasil melakukannya!

Yah, perbedaannya hanyalah ini bukanlah prestasi yang bisa dibanggakan, sih...

Kemungkinan terburuknya, aku mungkin malah akan dipenjara karena telah melakukan hal-hal yang termasuk pelecehan seksual seperti ini...

Senyuman yang terkesan sedikit terpaksa terpampang pada wajahku, menunjukkan jika diriku sebenarnya menyesali perbuatan yang baru saja kulakukan.

Aku mengalihkan pandanganku pada Lucia yang sedang menunggu kami dalam jarak yang cukup dekat.

Sepertinya dia dengan sengaja tidak menghampiri kami untuk bertanya secara langsung mengenai apakah ada sesuatu yang terjadi atau tidak.

Aku tidak tahu mengapa dia memutuskan untuk melakukannya, tapi kurasa dia hanya tidak ingin ikut campur saja.

Setidaknya, itulah yang kupikirkan...

...!

Lucia membuat sebuah kontak mata denganku.

Itu tidak seperti dia baru saja menyadari keberadaanku, mungkin dia hanya ingin mengabaikanku saja karena suatu alasan yang telah membuatnya tersinggung.

Tepat ketika kami baru saja membuat sebuah kontak mata, Lucia segera mengalihkan pandangannya.

Apa yang sedang dia lakukan...?

Lucia yang sepertinya sedang mengecek suatu tanaman yang ada di dekatnya terlihat sedikit gemetaran.

Aku tidak terlalu bisa melihat wajahnya dengan jelas dikarenakan jarak yang ada di antara kami, jadi aku pun tidak tahu alasan yang sebenarnya, mengapa ia melakukan hal seperti itu.

"Hm-Hm, hm, hm."

...?

Pandanganku segera teralih pada Rord yang masih sedang berlutut di atas tanah.

Berada dalam posisi sedang menundukkan kepalanya, Rord mulai mengeluarkan sedikit tawa kecil serta senyuman yang terkesan licik.

"He-He, He-He. Ha! Kau pikir kau telah menang, tapi sayang sekali, kau salah!"

Setelah mengatakan itu, Rord pun langsung menurunkan roknya ke bawah dan membuatku bisa melihat sesuatu yang ada di antara paha mulusnya itu.

Sesuatu yang 'tidak ada' tidak dapat terlihat di selangkangannya, hal itu bisa terjadi dikarenakan benda sakral miliknya itu sedang ditutupi oleh sesuatu.

Itu benar, itu adalah celana dalam yang lainnya.

Aku tahu jika dia tidak punya pengganti untuk celana dalamnya yang seksi itu, tapi mengapa ia memutuskan untuk memamerkan yang satu ini...?

"Ha Ha! Lihat!"

"Ah, itu kan celana dalamku."

"Akh--?!"

Setelah mendengar jawabanku yang spontan, Rord perlahan demi perlahan mulai menurunkan kepalanya untuk melihat benda suci milikku yang sedang ia gunakan di tempat privat-nya.

"Ja--Jadi, benda ini adalah milikmu...?"

"Ya, itu benar. Aku dengan sengaja meninggalkannya agar pertukarannya bisa impas. Dengan begitu, tidak akan ada pihak yang diuntungkan secara sepihak, kan?"

Namun, ini di luar dugaanku ... aku tak menyangka jika dia akan benar-benar memakai celana dalam yang bahkan ia tidak ketahui asal-usulnya.

Yah, dia sedang berada dalam situasi yang genting, sih. Jadi, kurasa wajar-wajar saja jika dia melakukannya.

Memulai perang lebih dulu adalah sebuah strategi dan itu baru saja kuterapkan pada hari ini.

"Oi, oi, ke mana perginya rasa percaya dirimu yang tadi itu?"

Melihat Rord yang kembali berlutut di atas tanah, aku pun menari-menari di hadapannya.

Mencoba untuk menyembunyikan wajah malu dengan kedua lututnya, Rord juga memeluk lututnya dengan kedua tangan mungilnya.

Dalam situasi yang aneh itu, tiba-tiba saja terdengar semacam auman yang kedengarannya tidak cukup jauh dari tempat kami.

...!

Suara tersebut membuat diriku terkejut, dan aku yakin jika dua anggota kelompok-ku ini juga merasakan perasaan yang sama.

Menanggapi hal ini, aku pun melihat ke arah Lucia dan menganggukkan kepalaku.

Lucia memasang wajah serius, ia langsung menyadari sinyal yang kuberikan dan membalasnya dengan juga menganggukan kepala.

Setelahnya, aku pun mengalihkan pandanganku pada Rord.

Melakukan hal yang sama seperti yang baru saja kulakukan pada Lucia.

Namun, ia tidak meresponnya seperti yang kuharapkan. Mungkin karena dirinya itu lambat memahami situasi, pada akhirnya ia hanya menanggapinya dengan sedikit memiringkan kepalanya.

Itu benar, wajahnya menunjukkan jika dirinya seperti sedang penuh dengan tanda tanya sekarang.

Kelihatannya ia tidak memahami apa yang kumaksud...

Rord, dia ini ... terkadang aku merasa bingung akan apa yang ada di dalam pikirannya...

***

Aku yang sedang mengerjai Rord, tidak, aku rasa bukan hanya diriku saja.

Aku yakin mereka berdua pasti juga mendengarnya.

Yah, maksudku siapa sih orang yang tidak mendengar suara yang sangat keras seperti itu...

"..."

Aku rasa diriku baru saja melakukan sebuah ejekan terhadap orang-orang yang hidupnya kurang beruntung...

Yah, biarlah. Suara yang kumaksudkan sepertinya berasal dari tempat yang sekiranya cukup jauh dengan kami.

Aku tidak tahu dari siapa sumber suara itu berasal, tapi satu hal yang pasti ... itu adalah suara dari monster yang ada di sini.

Jika didengar dari suaranya, aku rasa sumber dari suara tersebut adalah suatu makhluk yang memiliki tubuh yang cukup besar.

Yah, ini hanya spekulasiku saja, sih. Namun, yang pasti makhluk itu sangat berbahaya.

Ada baiknya jika kami menghindarinya saja, tapi tidak menutup kemungkinan juga jika seseorang sedang bertarung dengannya.

Insting petualang-ku berkata padaku jika aku harus mendatangi sumber suara tersebut.

Akan buruk juga jadinya jika seseorang ternyata benar-benar sedang bertarung dengan makhluk itu.

Sementara dia sedang kesulitan bertarung, meninggalkan tanpa memberi sedikit bantuan begitu saja pasti akan membuat sebuah luka bekas di hatiku.

Kami harus membantunya!

Aku menganggukkan kepalaku yang memasang ekspresi serius ke arah Lucia.

Lucia pun menyadari sinyal yang kuberikan dan membalasnya dengan sebuah anggukan kepala.

Langsung bergerak cepat, Lucia segera pergi lebih dulu ke arah sumber suara dan pergi meninggalkan kami di belakang.

Meninggalkan pemula seperti kami berdua seperti ini ... kurasa dia memang memiliki rasa kepercayaan yang tinggi pada kami...

Setelah itu, aku pun mengalihkan pandanganku pada Rord dan melakukan hal yang serupa seperti yang baru saja kulakukan pada Lucia.

Namun, anehnya ia tidak membalasku dengan ikut mengangguk seperti yang Lucia lakukan, melainkan ia hanya sedikit memiringkan kepalanya disertai dengan wajah yang penuh dengan tanda tanya.

"...? Sedang apa kau, Lort? Mengapa kau mengangguk-ngangukkan kepalamu seperti itu...?"

"Monster, tahu! Monster! Dari kejauhan, terdengar suara auman, kan! Apa kau tidak mendengarnya, bodoh?"

"Mengapa kau malah memanggilku 'Bodoh'? Itu tidak sopan, tahu. Dan juga, tentu saja aku mendengarnya. Kuberitahu padamu satu hal, segala hal yang ada pada diriku itu berkali-kali lipat jauh lebih baik dari semua makhluk yang pernah ada, tahu. Tanpa terkecuali. Tentu saja, itu juga berlaku padamu."

Apa itu juga berlaku untuk payudara kecil-mu itu...?

Sembari aku menanyakannya pada diriku sendiri karena tidak memiliki keberanian untuk menanyakannya secara langsung pada dirinya, Rord pun kembali beranjak bangun setelah duduk berlutut di atas tanah untuk waktu yang tidak terlalu lama.

"..."

Melihati dirinya yang sedang membersihkan debu yang menempel pada pakaiannya, aku menurunkan pandanganku dengan perlahan dan sampai pada pusar Rord.

Melihat-lihati bagian bawah tubuhnya yang terlihat mulus itu selama beberapa detik dengan wajah datar.

"A--Apa? Apa yang sedang kau lakukan?"

Tidak, tidak, bukan yang ini.

Merasa jika telah salah sasaran, aku pun segera menaikkan pandanganku untuk naik ke atas dan sampai pada bagian tubuh dirinya yang kutuju.

"Oi, mengapa kau hanya diam saja? Setidaknya, jawablah pertanyaanku."

Hmm ... aku rasa hal yang baru saja dia katakan tidak berlaku pada tempat itu...

Yah, begitu saja kurasa sudah tidak masalah.

Lagi pula, aku lebih menyukai dirinya yang seperti ini.

Dalam hal itu, yang kumaksudkan tentu saja adalah kedua buah payudara-nya yang hanya tumbuh sedikit saja.

Namun, jangan khawatir Rord. Meskipun ukuran yang kau miliki tidak sebanding dengan yang lainnya, kau masih memiliki sebuah keunggulan daripada yang lainnya.

Singkatnya, ukuran payudara tidaklah begitu penting, tetapi, bentuk yang mereka miliki-lah yang sangat penting bagi pria.

Hal yang paling penting terkait soal payudara bukanlah seberapa besar yang mereka miliki, tapi kepada siapa-lah dua buah itu terikat.

"..."

Aku menyadari Rord yang terlihat sedikit kesal karena dari tadi diabaikan oleh diriku.

Hal tersebut dapat terlihat jelas hanya dengan melihat ekspresi cemberut yang ia pasang pada wajahnya yang cantik.

Memasang ekspresi cemberut pada wajahnya, sepertinya dia hanya spontan saja melakukannya karena ia memang memiliki sifat yang seperti itu.

Dia pun menyilangkan kedua tangannya ke dada-nya untuk menunggu diriku menyadari dirinya.

Hal yang baru saja ia lakukan ini pun membuatku tidak bisa melihat hal yang sedari tadi sedang kulihati.

Merasa jika ini sudah cukup, aku pun segera mengarahkan kembali pandanganku pada wajahnya.

"Akhirnya kau melihatku. Sungguh, apa yang sebenarnya sedang kau lakukan dari tadi...?"

Menepuk-nepuk tanah dengan salah satu kaki-nya, Rord menunggu jawabanku.

Bahkan dalam jarak sedakat ini ... dia masih belum menyadarinya, ya...

Penjagaannya memang lemah sekali...

Aku tidak membalas perkatannya dengan benar dan malah balik bertanya pada dirinya.

"Berdasarkan perkataanmu yang barusan ... apa itu artinya dirimu memiliki 'mana' yang lebih banyak daripada orang lain?"

Memegangi masing-masing sisi pinggangnya yang langsing dengan kedua tangannya, Rord pun menjawab pertanyaanku.

"Jangankan 'Banyak', bahkan mungkin diriku-lah sosok yang memiliki mana terbanyak di dunia ini."

Mengatakannya sembari memainkan rambut panjangnya, Rord menutup kedua matanya dan mengintip dengan salah satu matanya untuk melihat reaksiku.

Mulutku sedikit terbuka lebar karena merasa kagum akan hal yang ia katakan.

"Ooh, apa kau tertarik...?"

Dikarenakan melihat wajahku yang seakan-akan sedang penuh dengan rasa penasaran, Rord memasang wajah yang menggoda.

Seakan-akan terlihat seperti kakak-kakak yang suka menggoda, Rord mungkin sedang memasang wajah seperti itu sekarang.

Yah, lagi pula, dia adalah putri dari Raja Iblis, sih. Jadi rasanya wajar-wajar saja jika ia memang memiliki mana yang melimpah.

"Berbicara tentang mana yang melimpah, itu artinya kau bisa menggunakan sihir, kan?"

"Hmph! Tentu saja aku bisa!"

Jika kau memang bisa menggunakannya, lantas mengapa kau belum pernah memperlihatkannya selama ini...?

Bukankah itu akan mempermudah kehidupan petualang kita...?

"Lupakan soal itu, Lucia sudah pergi lebih dulu daripada kita, kita harus segera menyusulnya!"

"A--Ah, baiklah. O--Ooi--"

Aku menarik salah satu tangan Rord dan mengajaknya berjalan bersama agar kami tidak terpisah seperti yang sebelumnya pernah kami alami.

Yah, meskipun sebenarnya aku memiliki maksud tersembunyi, sih...

"Oh, ya, Lort. Karena celana dalam milikmu sedang bersamaku, itu artinya kau sedang tidak menggunakan apapun sejak pagi tadi, bukan?"

"Itu tidaklah penting. Jadi, tolong jangan menanyakannya lagi."

"O--Oh, baiklah. Namun, apa kau baik-baik saja...? Tidak kedinginan? Aku tidak keberatan untuk meminjamkan milikku jika kau tidak masalah."

Bahkan setelah semua itu dia masih saja mengkhawatirkan diriku...

***

Aku menggandeng tangan Rord yang mungil dan membawanya untuk berlari bersama denganku.

Namun, untuk beberapa saat kami sempat berhenti untuk bertukar daleman yang kami pakai.

Sesaat setelah aku selesai memakainya kembali, aku dengan segera menarik tangan Rord tanpa melihat sosok dirinya secara langsung.

Hal itupun tentu saja membuat dirinya terkejut.

"O--Ooi, tunggu. Aku masih belum memakainya secara penuh, tahu!"

Aku mengarahkan pandanganku pada Rord dan melihat sisi bagian bawah tubuhnya.

Dia ini ... kenapa memakai celana dalam setengah-setengah begitu...?

Tepat di antara kedua kaki yang diselimuti oleh stocking hitam-nya, terdapat celana dalam hitam miliknya yang bergelantungan di bawah sana.

Aku merasa sedikit heran akan dirinya dikarenakan dirinya yang terlalu lama memakai benda pusaka itu.

Padahal, aku hanya memerlukan beberapa detik untuk menggunakannya dengan benar...

Yah, kurasa tiap hal yang seorang gadis perlukan itu dua kali lipat lebih sulit daripada seorang pria.

Rord segera melepaskan genggaman tanganku pada dirinya.

Setelahnya, ia pun langsung menaikkan benda pusaka tersebut ke atas untuk menggunakannya.

Tanpa perlu melepaskan rok mini hitamnya, Rord melakukannya dari posisi jongkok hingga berdiri secara perlahan.

Itu benar-benar praktis sekali...

"..."

Tingkahnya yang di luar dugaanku ini pun berhasil membuatku tersipu malu.

Ini memang adalah hal yang bagus karena dirinya mampu untuk membuatku tersipu, tapi ... masalahnya bukanlah itu...

"Ooh ... kau tersipu malu, ya..."

Aku sangat malu untuk mengakuinya ... tapi dia benar...

Yah, mau bagaimanapun juga, itu sudah terlihat dengan jelas dari wajahku yang memerah.

Padahal aku sudah berusaha untuk menghindari kontak mata dengannya secara langsung, tapi tetap saja ia masih bisa menyadarinya dengan mudah.

Maksudku, laki-laki mana coba yang tidak akan tersipu malu ketika melihat seorang gadis cantik sedang memakai celana dalam di hadapannya...?

Apalagi, gadis tersebut adalah sosok yang ia anggap sangat istimewa.

Memikirkan hal itu sembari melihat ke langit-langit yang dihalangi oleh dedaunan pohon, tangan kananku tiba-tiba saja terasa seperti sedang ditarik.

Ditarik oleh sesuatu yang terasa lembut. Sensasinya serasa nyaman bagiku, mungkin itu dikarenakan aku sudah menyukainya dari awal.

Rord menggenggam tanganku dan menarik diriku seperti yang sebelumnya pernah kulakukan pada dirinya.

Membawaku untuk mengikutinya dari belakang, Rord menunjukkan sebuah senyuman yang manis pada wajahnya saat ia sekali-sekali melihat ke belakang.

Padahal sebelumnya aku sudah tahu bagaimana rasanya...

Namun, entah mengapa perasaan ini benar-benar terasa sangat berbeda ketika ia yang lebih dulu mengambil inisiatif untuk melakukannya.

avataravatar
Next chapter