1 1

Pagi itu langit begitu pekat; kilat dan suara gemuruh saling berkejaran; hujan deras disertai angin kencang menerjang semua yang ada di bawahnya. Perempuan anggun berbaju putih bersimpuh di samping laki-laki yang tergeletak tak berdaya. Lengkung matanya turun serupa bahunya kala memandang pria tersebut dengan nanar. Sementara itu, laki-laki lain yang juga tergeletak dan terluka, memandang keduanya dari jauh.

"Qin ai de (sebutan sayang untuk kekasih) ...," panggil laki-laki bernama Huanran Xi dengan suara lemah, nyaris tak terdengar.

Hujan mengguyur makin deras. Guntur dan kilat menggelegar seolah menumpahkan kemarahan sebab kejadian nahas yang menimpa kedua laki-laki berbudi agung. Dua pendekar Jianghu (dunia persilatan) yang dikenal berjiwa kesatria.

"Yueliang Gongzhu (Putri Rembulan) ... tolonglah ... adikku ...," mohon laki-laki bernama Hongxi Li, berupaya sekuat tenaga agar suaranya terdengar dari jauh.

Gemuruh petir menenggelamkan suara Hongxi Li. Yueliang Gongzhu menatap Huanran Xi dengan pilu. Huanran Xi berusaha menentramkan Yueliang dengan pandangannya yang teduh.

Huanran Xi kembali berkata, "Aku senang kamu datang ...."

Yueliang Gongzhu mengusap wajah Huanran Xi dengan lembut. Ia pun menitikkan air mata kala hatinya terluka akibat kondisi yang dialami Huanran Xi. Sebagai salah satu pendekar terhebat di Jianghu, ia tahu kalau Huanran Xi tak mungkin bertahan lama.

"Aku ada dua permintaan terakhir," ucap Huanran Xi, lirih.

Yueling Gongzhu mengangguk. "Sebutkan ...," tukasnya dengan suara tercekat.

"Bawalah putra kita ... Jianyi ... dan putri Changyi, lalu rawatlah mereka. Permintaanku yang kedua ...." Suara Huanran Xi berangsur-angsur melemah, seiring napasnya yang kian sesak. Meskipun begitu, Yueliang masih dapat mendengarnya.

Sesungguhnya sulit bagi Yueliang mengabulkan keinginan kekasihnya tersebut. Meskipun berat, itulah yang terbaik untuk mengakhiri penderitaan Huanran Xi. "Baiklah ...." Yueliang menarik pedang dari sarung kemudian mengangkatnya ke udara.

Sementara itu Hongxi Li yang tak bisa mendengar percakapan mereka, terkejut melihatnya. "Yueliang ... apa yang kamu lakukan? Jangan ... JANGAAAAAN!"

Terlambat. Pedang Yueliang Gongzhu menghunjam dada Huanran Xi dan menewaskannya seketika. Darah Hongxi Li bergolak, tetapi ia tak berdaya.

"YUEEELIAAANG! KAMU ...." Luka yang dialami dan hati yang terguncang, membuat Hongxi Li hilang kesadaran.

Yueliang Gongzhu memeluk tubuh kekasihnya yang sudah tak bernyawa. Air matanya tumpah. Kegetiran yang dirasakan jauh lebih sakit ketimbang luka yang dialaminya akibat bertarung. Selama beberapa saat ia mendekap jasad Huanran Xi. Namun, masih ada satu permintaan yang harus dipenuhi agar Huanran Xi meninggal dengan tenang. Yueliang Gongzhu mengedarkan pandangan sampai berhenti pada dua bayi yang tergeletak di dekat jasad seorang perempuan. Dihampirinya kedua bayi tersebut lantas menggendong mereka.

"Jianxi Yi, anakku ...." Yueliang Gongzhu mengusap pipi lembut bayi laki-laki yang menangis kencang. Kemudian pandangannya berpindah pada seorang bayi perempuan. "Diakah bayi yang dimaksud Huanran Xi?" Ia menyelisik nama yang tertulis pada selimut sang bayi. "Xiu Juan ... nama yang cantik seperti dirimu ...," gumamnya, lantas melesat meninggalkan tempat itu sambil melantunkan sebuah puisi perpisahan untuk sang kekasih. "Senyummu terpatri dalam benak suci. Rapat dalam mahligai hati. Bayangmu hadir di setiap mimpi, untuk selalu kuratapi. Berharap engkau terlahir kembali, tetapi itu hanya ilusi. Sampai jumpa kekasih hati, sampai ajalku nanti." Yueliang Gongzhu menerobos hutan bak angin, sebelum hilang dari pandangan.

***

Setelah menempuh perjalanan ribuan tombak, Yueliang Gongzhu merasa letih. Ia beristirahat di sebuah kedai yang cukup ramai. Kehadirannya menjadi pusat perhatian orang-orang di kedai itu. Para pendekar pun paham siapa perempuan cantik yang sedang duduk di dekat pintu kedai. Sebagian besar di antara mereka tak ada yang berani mengganggu, kecuali dua orang: Shuang Shi Renzu (Kanibal Kembar). Mereka duduk tak jauh dari tempat Yueliang Gongzhu.

"Kakak, lihatlah apa yang dibawa Yueliang. Sudah tiga hari aku belum memakan daging yang dibawanya," tukas Bushi Zhe (Pemangsa) pada Shi Zhe (Pemakan).

"Bodoh! Kamu ingin mati! Siapa yang berani pada Yueliang Gongzhu selain lima pendekar terkuat yang setara dengannya?!"

"Ah, Kakak ... kalau kita tidak sanggup menghadapinya dengan kungfu, kita bisa gunakan ini ...." Bushe Zhi mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan telunjuk.

"Bagaimana caranya?"

"Sini, aku beritahu ...." Bushe Zhi berbisik di telinga Shi Zhe.

Shi Zhe manggut-manggut. "Baiklah. Kamu memang banyak akal, Adik." Shi Zhe terkekeh. "Aku akan ke sana sekarang." Ia menghampiri meja Yueliang Gongzhu.

Yueliang Gongzhu yang mengetahui kehadirannya tetap bersikap tenang. "Pergilah Shi Zhe. Aku sedang enggan membunuh pecundang." Setelah menyeruput minumannya, ia menjentikkan gelas yang melesat ke arah Shi Zhe.

Shi Zhe memang bukan pendekar papan atas, tetapi kemampuannya cukup baik di antara para pendekar Jianghu. Gelas itu pun dapat dihindari dengan sempurna.

"Hahaha! Yueliang Gongzhu! Aku baru berdiri di sampingmu dan tidak mengganggumu, tapi kamu sudah naik pitam!"

Yueliang tersungging. "Selalu saja ada yang tidak beres jika pendekar busuk sepertimu muncul. Apalagi aku membawa ...." Yueliang melirik pada dua bayi yang bersamanya. "Ini yang kamu mau, kan?!"

Shi Zhe tergelak. "Kamu memang paham seleraku!"

"Seluruh Jianghu tahu kesesatanmu." Yueliang tersenyum. "Tapi apakah kamu sanggup mengambil kedua bayi ini dariku?" Diangkat pedangnya sedikit dari dalam sarung. "Mana kembaranmu? Biar kuhabisi sekaligus."

"Hahaha! Kamu meremehkanku Yueliang! Kalau kemampuanku masih di bawahmu, tidak mungkin aku nekad menghampiri. Ketahuilah, kami sudah mempelajari 'Xue Gui (Bahtera Darah)'. Aku seorang diri pun sanggup mengalahkanmu!" Tentu saja itu hanya bualan Shi Zhe sebagai bagian dari siasatnya.

Mendengar jurus legendaris yang sudah hilang tersebut, Yueliang pun tersentak. "Omong kosong!"

"Kalau tidak percaya, ayo buktikan!" Shi Zhe menerjang Yueliang dengan cakarnya.

"Aku pastikan ajalmu tiba hari ini!" Yueliang berkelit dari serangan sembari mencabut pedang. Kemudian pedangnya bergerak gemulai ke berbagai arah dan mengurung Shi Zhe dalam waktu singkat. "Berani berbohong! Mati!" Baru saja pedangnya bergerak ke arah leher Shi Zhe, tiba-tiba terdengar suara orang-orang berteriak bersamaan dengan kepulan asap.

"KEBAKARAAN! KEBAKARAAN!!"

Kepanikan pun terjadi. Orang-orang lari berhamburan menuju pintu keluar di belakang Yueliang. Akibatnya Yueliang menarik serangan agar tak mengenai orang-orang tersebut. Apalagi kepulan asap mengganggu pandangannya. Tatkala Yueliang dalam kebingungan, Bushe Zhi muncul di antara orang-orang yang berlari ke pintu keluar. Disambarnya salah seorang bayi sambil berlari cepat.

"Kakak, ayo!" teriak Bushe Zhi pada Shi Zhe yang mengekor dari belakang.

"Kurang ajar!" bentak Yueliang. Namun, asap dan orang-orang menghalangi Yueliang untuk mengejar mereka.

Kedua penjahat itu berhasil lari dan masuk ke dalam hutan. Keberhasilan mereka mengelabui Yueliang terasa seperti memenangkan pertarungan. Keduanya pun tertawa senang.

"Hahaha! Siasat kita berhasil!" seru Bushe Zhi.

"Sebentar lagi bayi ini akan mengukuhkan kemenangan kita!"

Usai melewati hutan sejauh puluhan tombak, tiba-tiba ada bayangan yang melesat. "Dosa setinggi langit! Kalian pantas mati hari ini!" Seiring dengan berakhirnya kalimat tersebut, sesosok pendekar pria berambut putih mendarat di hadapan kedua penjahat.

"Tiankong Huajia (Pelukis Langit)! Tidak mung—" Belum sempat mengakhiri kalimat, kuas di tangan Tiankong Huajia telah menembus kerongkongan kedua penjahat.

"Hidup hanya sekali, berbuat jahat ribuan kali ...." Tiankong Huajia menggeleng-geleng, kemudian mengambil bayi dari tangan Bushe Zhi. "Bayi laki-laki ... baiklah, akan kuberi nama 'Fengying'." Ia melanting ke atas kemudian melesat ke dalam hutan dengan kecepatan tinggi.

***

avataravatar
Next chapter