webnovel

Chapter IV

Aku mencoba memutarkan badanku agar aku bisa melihat si pencuri. Aku terkejut amat sangat terkejut,tidak pernah kusangka kalau pencurinya adalah orang yang mencoba membunuh marie sahabatku, lebih tepatnya dia telah berhasil membunuh marie.

"yahooo....sudah lama kita gak ketemu,terakhir kali kita bertemu aku sangat berantakan dengan noda berwarna merah yang memnempel di bajuku,sungguh pertemuan yang sangat kacau" sapa si pembunuh marie.

"mana mona?!" bentakku.

"tenang,adik manismu sedang mimpi indah didalam jadi,tolong jangan membuat suara yang sangat keras...ya" katanya.

Dia mencoba mendekatiku dan aku berusaha menjauh

Selangkah demi selangkah aku berusaha menjauhinya.

Aku bisa merasakan aura jahat yang telah disimpan olehnya berpuluh puluh tahun keluar dari tubuhnya.

Kenapa dia bisa mengenal aku?

"kamu kenapa gak kelihatan takut sama sekali,apa kamu sudah melupakan aku" katanya sambil menyeringai.

"bagaimana aku bisa melupakan orang yang telah membunuh teman baikku dengan sangat keji dihadapanku,tidak akan!" balasku.

"bagus deh,jadi aku gak usah mencoba orang kesayanganmu mati lagi,karena aku sudah bertemu langsung denganmu" katanya.

Membuat orang yang kusayangi mati? Apa maksudnya? Jangan-jangan orang yang telah membunuh brahma adalah…dia.

"jangan-jangan kamu yang membuat brahma mati!" kataku.

" iya…aku yang membunuh orang yang bernama brahma" katanya sambil tersenyum tanpa dosa.

Pikiranku melayang-layang ke langit yang sedang menatap kita dari kejauhan. Orang yang telah membuat lisa sengsara,orangtua brahma menderita dan orang yang menyayanginya bersedih karena ditinggal pergi sangat jauh oleh brahma dan tidak akan pernah kembali untuk tersenyum bersama kita semua.

Kenapa aku memikirkan kalau kecelakaan itu terjadi karena ulah ara? Ah, menjengkelkan sangat menjengkelkan kenapa aku tidak terpikirkan dia, kenapa aku tidak terpikirkan kalau suatu saat nanti orang ini akan membalaskan dendamnya pada kamu,rima!.

"oh ya, aku mau nanya. Kamu tidak membawa orang lagi kan?" tanyanya.

"tenanglah,aku pergi kesini sendirian" jawabku dengan nada pasrah.

"baguslah" katanya.

Ufff…aku membuang napas panjang. Memikirkan tentang ara yang ingin sekali aku pergi jauh dari dunia ini,karena kemiripanku dengan ibu angkatnya.

Kenapa banyak sekali orang yang menginginkan aku mati,yang pertama si pembunuh marie dan kedua ara.

"aku harus ngapain?" tanyaku dalam keaadaan pasrah.

Dia tertawa "kamu bertanya?" tanyanya sambil mengayunkan pisau kehadapanku.

Aku tetap menatapnya dan menatap sekitar dengan hanya menggerakan bola mata kekiri dan kekanan. Dengan penuh harapan kalau lisa datang dengan membawa beberapa polisi.

"kamu sedang ngapain?" tanyanya lanjut. Aku hanya menjawab dengan menggelengkan kepala.

"lebih baik kamu bertemu dulu sama adik kesayanganmu itu" katanya sambil mendekatiku dan meraih tanganku.

Dia menyeretku seperti binatang menjijikan yang siap untuk dijadikan makanan singa. Sungguh menyakitkan, dia menyeretku tanpa ampun.

Aku melihat mona sedang tergeletak dilantai,sepertinya dia pingsan. Si penguntit langsung mengunci kami berdua diruangan yang gelap dan pengap dengan beberapa tikus yang berkeliaran kesana kemari. Aku mendekati mona dan berusaha membangunkannya,setelah beberapa saat aku menepuk pelan wajahnya akhirnya dia tersadar. Ketika sadar dari pingsannya, mona hanya menangis sambil memelukku. Aku mencoba menenangkannya, mengusap pelan rambutnya.

"mona takut" seru ara.

"tenang, bibi akan selalu menjaga mona" kataku sambil mengecup keningnya.

Beberapa jam kemudian, aku terus menunggu kehadiran seseorang. Aku tersentak ketika ada seseorang yang melempariku dengan batu, ketika aku ingin mencoba berteriak dia pun langsung menyuruhku diam dan dengan menggunakan isyarat "aku bawa beberapa polisi". orang itu akhirnya masuk dari ventilasi,dan mendekatiku, aku berusaha menjauh darinya.

"tenang, aku tidak akan menyakitimu,kok" katanya.

Aku tetap diam dan dia berusaha melepaskan ikatan di tanganku. Sebenarnya aku tidak tahu siapa dia, yang pasti setelah itu aku akan berterima kasih karena dia sudah menyelamatkan diriku dan mona. Ketika dia berusaha melepaskan ikatanku, kami mendengar suara langkah dari luar. Suara itu semakin mendekat dan dia pun langsung berusaha bersembunyi di balik lemari yang sudah usang. Si penguntit itu masuk sambil memegang sebuah pisau sambil mengayunkan benda itu. Aku merasa takut dia akan melakukan hal yang sama terhadap marie.

"kamu mau ngapain?" tanyaku sambil berusaha melindungi mona sebisa mungkin.

Si penguntit tidak menghampiriku melainkan dia mendekati lemari tua yang isinya ada orang yang ingin menyelamatkanku. Aku berusaha memancing dia tapi dia mengabaikanku, ketika si penguntit hendak membuka lemari itu tiba-tiba orang itu mendorong lemari itu hingga membuat si penguntit tersungkur, orang itu langsung mendekatiku dan berusaha menyelamatkanku, ketika si penguntit masih dalam keadaan pingsan,orang itu berusaha melepaskan ikatan yang masih melilit di tanganku dan mona. Aku tersentak melihat si penguntit kembali tersadar, untung saja ikatan di tanganku dan mona telah terlepas.

"DASAR KEPARAT KALIAN!" maki si penguntit yang membuat aku dan mona tersentak.

Si penguntit beranjak bangun sambil memegang pisau yg masih ada di genggamannya. Langkah demi selangkah si penguntit menghampiri orang yg ingin menyelamatkanku sambil menaikan tangannya yang digenggamnya erat adalah pisau, tapi dengan secepat kilat orang itu langsung mengapai tangan si penguntit dan memutar tangannya kebelakang punggung, hingga membuat pisau itu terlepas dari genggamannya. Beberapa menit kemudian polisi datang untuk menyelamatkan kami, aku melihat sepasang muka yang tidak asing bagiku sambil memasang muka penuh khawatirnya dengan air mata yang telah membuat pipinya basah. Lisa menghampiriku dan mona dan langsung memeluk mona dengan erat, dan air mata itu tidak bisa membendung lagi dan akhirnya pecah.

Polisi telah menangkap si penguntit itu, dan aku melihat orang yang telah menyelamatkanku tadi dengan segenap keberaniannya.

"kamu enggak apa-apa?" tanyaku sambil menyodorkan segelas air putih.

"enggak apa-apa, kok" ujarnya sambil mengambil gelas dari genggamanku.

"terima kasih kamu sudah menyelamatkan aku dan mona" kataku.

"sama-sama, itu kan udah tugas sesama teman" balasnya.

Aku heran ketika dia bilang teman, apa kita pernah bertemu?.

to ne continue...