1 Kemenangan & Penyesalan

"Victor.... Victor.... !!"

Teriakan itu menggema memenuhi Istora Senayan tempat diselenggarakannya turnamen Indonesian Master, tepat ketika Victor berhasil mengalahkan Cho Yi Tien, atlet badminton asal China Taipe dengan skror 21 - 19. Victor mengepalkan tangannya, dalam hati ia bersyukur. Ia berhasil meraih gelar juara dua kali berturut-turut awal tahun ini, setelah sebelumnya ia berhasil juara di Malaysia Master. Otomatis ia berhasil menggeser posisi Yi Tien di peringkat dua dunia.

Victor menghampiri Yi Tien, mereka saling berjabat tangan.

"Selamat !" ujar Yi Tien. Victor mengangguk.

"Terima kasih." Jawab Victor disertai senyum bahagianya.

Teriakan-terikan yang mengelu-elukan namanya masih terdengar begitu riuh. Victor melambaikan tangannya kearah seluruh penonton di tribun. Teriakan itu semakin riuh terdengar.

"And this is the Indonesian Masters champion Viktor Ericson from Danish !"

Victor berjalan menuju podium kemenangannya, di susul Yi Tien yang meraih juara kedua pada turnamen ini. Mereka berdiri begitu gagah, tak lagi mempedulikan keringat yang membasahi seluruh tubuh usai pertandingan. Rasanya kemenangan ini cukup untuk membayar hasil kerja keras mereka di court tadi.

Viktor dan Yi Tien mengangkat tinggi-tinggi medali yang tergantung dileher mereka. Membiarkan awak media mengambil foto sebanyak mereka mau.

"Selamat atas kemenanganmu !" ujar Kenneth, ia menepuk pundak Victor. "Akhirnya kekalahanmu di Istora tahun lalu bisa terbayarkan hari ini."

"Terima kasih, coach. Sayangnya aku masih harus bekerja lebih keras lagi untuk mengejar poin Miruta." Victor menyerahkan tas raket pada asistennya.

"Yi Tien !" seorang gadis berambut panjang terurai berjalan melewati Victor dan Kenneth. Victor hanya menatapnya sekilas, saat gadis itu menghampiri Yi Tien dan memeluknya dengan erat.

"Hey, aku basah dan bau keringat." Ujar Yi Tien dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata, tangan kanannya yang bebas mengacak-acak rambut gadis itu.

"Peduli apa ? Aku rindu." Jawab gadis itu manja. Kini Yi Tien membalas pelukannya.

"Iya, ternyata kamu memang bau keringat !" Gadis itu menjulurkan lidahnya dengan mimik wajah manja.

"Dasar gadis tengil !" Yi Tien tertawa lepas hingga matanya yang sipit seolah menghilang. Jika dilihat dari gelagat mereka berdua, tampaknya gadis itu adalah kekasih Cho Yi Tien, dan laki-laki bertubuh tinggi itu tampak begitu mencintai kekasihnya.

Victor megalihkan pandangannya, ia teringat pada Nathalia, tunangannya. Kali ini Nath tidak bisa menemaninya ke Indonesia. Gadis yang telah dipacarinya selama hampir empat tahun itu sedang menghadapi turnamen di Swedia. Natalia juga seorang atlet badminton. Mereka sudah saling mengenal sejak masuk federasi Badminton Denmark. Nathalia adalah gadis yang lembut dan penuh semangat. Itulah sebabnya Victor jatuh cinta pada kegigihannya.

"Hei, selamat, bro !" Kim menepuk pundak Victor. Mereka saling berpelukan. "Tadi kau sangat keren !" puji Kim, ya Kim Anderson, si peringkat sebelas ganda putra.

"Thank's !"

"Sudah menghubungi Nath ? Sejak tadi aku berusaha menghubunginya tapi tidak bisa."

"Mungkin nanti, setelah kembali ke hotel."

"Kita harus kembali ke hotel untuk bersiap-siap. Akan ada pesta penutupan di ballroom. Ini sangat menyenangkan."

Victor tertawa melihat Kim begitu bersemangat, atlet berusia dua puluh delapan tahun itu memang gila pesta. Apalagi jika dalam pesta itu ada wanita cantik. Kim tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk tebar pesona di sana.

"Kau lihat, tunangan Yi Tien benar-benar cantik. Tipe wanita kesukaanku. Wajahnya berkarakter dan selalu ceria. Aku suka wanita penuh semangat sepertinya. Bagaimana Yi Tien bisa mendapatkan wanita secantik itu ?" ujar Kim sambil menunjuk Yi Tien yang masih berdiri ditempatnya semula bersama kekasihnya.

"Oh ayolah, jangan mulai lagi. Semua gadis selalu kau bilang tipe idamanmu. Aku rasa kau tak benar-benar memiliki tipe gadis idaman." Sahut Victor, ia tahu betul bagaimana sifat teman setimnya itu. Kim tertawa keras.

"Kali ini aku serius. Kau lihat, wajahnya begitu menggemaskan. Aku membayangkan, andai aku bisa menghabiskan malam dengannya berdua. Pasti akan menjadi malam yang panjang dan menyenangkan."

Victor menggelengkan kepalanya, sudah cukup. Omongan Kim semakin ngawur. Ia memilih pergi keruang ganti sebelum wawancara dengan beberapa media sport partner. Jika meladeni obrolan Kim tak akan ada habisnya. Pria itu sedikit narsis, meski memang dia cukup tampan dan bodinya paling atletis diantara beberapa atlet badminton asal Denmark yang lain.

....

"Aku sudah lihat rekaman pertandingan yang dikirim Anderson. Selamat, sayang." Suara Nathalia begitu Victor rindukan. Victor berjalan menuju kamar mandi.

"Bagaimana rasanya jadi juara dua kali berturut-turut. Kau bahkan bisa menggeser peringkat Cho Yi Tien."

Victor duduk di kloset. Menatap pantulan dirinya dari kaca besar yang ada dihadapannya.

"Rasanya ambisiku semakin mendekati titik tujuannya. Aku harus usaha extra keras untuk mengejar poin Miruta. Andai dia tidak cedera karena kecelakaan mungkin bukan aku yang berada diatas podium saat ini." Jawab Victor, ia menghela napasnya berat.

"Jangan berkecil hati. Tuhan sudah mengatur segalanya. Tugasmu sekarang adalah bekerja keras dan menempa kemampuanmu lagi."

"Bagaimana pertandinganmu hari ini ?" Victor melepas kaos putihnya. Ia berdiri masih menatap bayangan dalam pantulan kaca. Sesekali ia menyentuh dagunya, merasakan jenggot tipisnya yang mulai tumbuh.

"Buruk, aku gagal di rubber set. Kali ini lawanku benar-benar tangguh. Sepertinya aku selalu bermasalah tiap berhadapan dengan lawan dari Cina."

Victor tertawa kecil mendengar keluhan dari kekasihnya. Nath selalu seperti itu. Dia hanya ingin didengar, bukan dihakimi.

"Aku rasa bukan itu permasalahan sesungguhnya. Kau hanya kurang fokus. Jangan terpaku pada arah shuttlecock. Perhatikan juga gerakan lawanmu. Sejauh pengamatanku, kau selalu terkecoh pada titik itu. Tidak hanya ketika menghadapi lawan dari Cina, bahkan dari Thailand pun kau masih bisa terkecoh."

Nath terdengar menggumam sambil menghela napas saat mendengar asumsi Victor. Lagi-lagi, ini salah satu kebiasaan gadis berambut pirang sebahu itu.

"Nath, andai kau ada di sini. Kau tahu, mereka akan mengadakan pesta penutupan malam ini. Semua berpasangan. Kecuali aku."

"Oh, sayang. Jangan berasedih. Mungkin kau bisa berpasangan dengan Kim atau Anders." Canda Nat.

"Oh, ayolah. Itu terdengar menjijikkan." Keluh Victor. Tawa Nat pecah seketika.

"Cepatlah bersiap-siap. Aku mengantuk. Besok ku telpon lagi, okay."

"Ya, jangan lupa obat asmamu. Aku mencintaimu." Pesan Victor sebelum memutuskan sambungan telponnya.

.....

Kim dan Robbins menjemput Viktor tepat pukul sembilan malam. Mereka tampak rapi dengan setelan jas berwarna biru senada, dipadu dasi kupu-kupu berwarna putih.

"Siap berburu wanita cantik ?!" Seru Kim penuh semangat.

"Dasar gila !" celetuk Robbins.

Mereka turun ke lantai lima, ke Ballroom utama tempat diadakannya pesta penutupan. Kim segera membaur dengan sesama atlet badminton yang ia kenal, sementara Robbins dan Victor menghampiri Anders yang sedang menikmati camilan di sudut ruangan, mengobrol bersama Fajri.

Victor berdiri bersandar pada dinding, menatap riuhnya pesta malam ini. Luar biasa berbeda, beberapa atlet datang bersama pasangannya. Ia bisa melihat Marco Gregory menggandeng mesra isterinya,  Lin Tan pun begitu. Tampaknya hanya atlet asal Denmark yang datang tanpa pasangan. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat seorang gadis cantik yang belum lama ia temui tengah berjalan dengan anggunnya. Ia mengenakan dress berwarna hitam, dengan rambut hitam tergerai. Gadis yang beberapa jam lalu membuat seorang Kim Anderson heboh sendiri.

Gadis itu berjalan sambil membawa segelas wine, matanya sibuk menatap segala penjuru ruangan, seperti mencari sesuatu, hingga seseorang memeluknya dari belakang, dan menggandengnya pergi, membaur bersama para undangan yang lain. Ya, orang yang memeluknya itu Cho Yi Tien.

"Gadis itu cantik ya. Ia punya sepasang mata hitam yang indah." Ucap Anders.

"Kim mengatakan hal yang sama beberapa waktu lalu." Jawab Victor.

"Benarkah ?" seru Anders dengan mimik wajah terkejutnya yang justru terlihat lucu.

"Ah... sial. Aku selalu kalah cepat mengenai gadis cantik bila dibandingkan dengan cecunguk itu." Timpal Anders.

Tanpa mereka duga, Yi Tien dan gadis itu berjalan kearah mereka. Yi Tien dengan senyum sumringahnya menyapa para pemain Denmark yang sedang berkumpul di sudut ruangan itu.

"Hei, sekali lagi ku ucapkan selamat." Yi Tien mengulurkan tangannya kearah Victor. Senyum hangat dan bersahabat itu tak pernah lekang dari wajahnya.

"Terima kasih, permainanmu tadi juga sangat bagus. Aku hampir kuwalahan. Andai kau tak memukul shuttlecock terlalu kuat, mungkin kaulah yang berada pada podium utama." Sahut Victor, ia mengakui bahwa permainan Yi Tien begitu penuh semangat. Mungkin karena ia baru sembuh dari cedera ototnya di turnamen tahun lalu, ia ingin mengejar ketertinggalannya.

"Oh, iya. Perkenalkan, ini tunangaku, Shanaya." Yi Tien memperkenalkan gadis yang berdiri disebelahnya.

Gadis itu menjabat tangan Victor, Anders, Robbins dan Fajri satu persatu, senyumnya begitu manis. Ia memiliki alis yang tebal dan rapi yang membingkai mata indahnya. Bibir tipisnya dipoles lipstik berwarna merah, yang membuat volume bibirnya tampak penuh. Yi Tien benar-benar pintar memilih gadisnya.

"Kalau dia tunangamu, itu artinya..." Robbins tak melanjutkan perkataannya.

"Ya, kami akan segera menikah. Usai Olimpiade Tokyo." Jawab Yi Tirn, dengan bangganya ia menunjukkan cincin pertunangan yang melingkar dijari manis tangan kirinya.

"Wah, selamat untuk kalian berdua." Sahut Fajri.

"Terima kasih."

Lalu obrolan mereka berlanjut, membahas tentang match-match mereka beberapa waktu lalu.

"Hei, ngomong-ngomong aku penasaran. Bagaimana kalian bisa saling berkenalan ?" tanya Anders kepada Yi Tien dan Shanaya.

"Kalau ku perhatikan kalian berasal dari negara yang berbeda. Benar kan?"

Anders berhasil menyuarakan rasa penasaran yang juga Victor rasakan. Hanya saja Victor enggan untuk menanyakan hal itu.

Yi Tien tertawa mendengar pertanya Anders. Sebenarnya banyak yang bertanya demikian. Bahkan teman-teman satu negaranya pun melakukan hal yang sama saat pertama kali Yi Tien mengenalkan Shanaya pada mereka.

"Aku mengenal Shanaya saat Asian Games dua tahun lalu, Jeremy Christian yang mengenalkan kami. Dia bilang, Shanaya sepupu Calvin. Lalu aku yang mulai mengirim pesan melalui instagramnya."

"Oh, aku ingat. Bukankah, kau juga penyanyi dengan suara mengagumkan itu ? Yang menyanyi di Asian Games tempo hari lalu ?" tanya Anders.

"Isyana? " tanya Shanaya. Anders mengangguk, sementara Shanaya menggeleng sebagai jawaban.

"Banyak yang bilang aku mirip dengannya. Tapi, kami adalah dua orang yang berbeda." Sahut Shanaya.

"Tapi, kau juga punya suara yang merdu, sayang. Aku suka saat kau tampak serius dengan gitarmu." Ujar Yi Tien, membuat kekasihnya tersipu malu.

Malam semakin larut, dan pesta masih terus berlanjut. Victor memutuskan kembali ke kamarnya lebih dulu. Ia sudah lelah dan sedikit mengantuk. Mereka akan kembali ke Denmark besok siang. Setidaknya ia masih punya cukup waktu untuk tidur. Ini kesempatan langka, mengingat waktu tidur normalnya tempo hari bukan lagi delapan jam.

....

Victor menutup pintu kamar, ia melepas jasnya, menggantung dalam lemari. Baru saja ia melepas kemejanya, seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan cepat. Knopnya bergerak, seperti dibuka paksa dari luar. Victor berjalan kearah pintu, ia segera membuka pintunya. Seorang gadis tiba-tiba terjerembab kearahnya. Beruntung Victor dengan sigap menahan tubuh gadis itu agar tidak jatuh kelantai.

"Shanaya?!"

Victor begitu terkejut saat melihat gadis yang saat ini berada dalam dekapannya. Shanaya, tunangan Yi Tien. Bagaimana gadis itu bisa berada di sini.

"Shanya ! Dimana Yi Tien?" tanya Victor, menepuk-nepuk wajah gadis itu.

Shanaya tak menjawab, wajahnya memerah seperti orang demam. Keringat dingin mengucur dari keningnya.

Victor segera menutup pintu kamarnya. Ia tidak ingin memancing pemikiran yang tidak-tidak saat tanpa sengaja ada orang yang melihat mereka saling berpelukan. Ia menggendong Shanaya masuk ke kamar. Membaringkannya di atas ranjang, menyelimuti tubuh gadis itu sementara ia akan kembali ke ballroom untuk mencari Yi Tien.

Baru saja Victor hendak menuju lemari pakaian untuk mengambil kemeja baru, tangan Shanaya menggenggam tangannya, sedikit menarik untuk mendekat.

"Yi Tien, jangan pergi. Kepalaku pusing. Tubuhku rasanya panas, aku kepanasan." Shanaya menghentakan kakinya hingga selimut tebal itu jatuh. Gadis itu meringkuk, wajahnya makin memerah. Victor bingung, apa yang harus ia lakukan. Tangan kanannya yang bebas menyentuh kening Shanaya. Sedikit hangat, meski tak tampak tanda-tanda demam.

Ia harus benar-benar pergi mencari Yi Tien. Victor takut sesuatu yang buruk terjadi pada tunangan Yi Tien. Perlahan ia melepas tangan Shanaya. Bibir gadis itu masih merintih.

"Panas... panas... !!"

Viktor berlari kearah kamar mandi, membasahi handuk kecil yang tergantung di sana dengan air untuk mengompres Shanaya.

Victor terkejut saat kembali ke kamar, ia mendapati Shanaya setengah telanjang. Gadis itu melepas seluruh pakaiannya, hingga menyisakan pakaian dalamnya saja.

"Oh my God !" Pekik Victor. "Sebenarnya kau kenapa?" Victor kembali menyelimuti tubuh Shanaya. Gadis itu masih merintih, mengeluh kepanasan. Victor meletakkan handuk tadi di kening Shanaya. Otaknya tidak bisa berpikir jernih. Ia berjalan mondar-mandir di samping ranjangnya.

Tiba-tiba Shanaya menarik tangan Victor, hingga pria itu jatuh terjerembab kearahnya. Victor bisa merasakan napas Shanaya berhembus hangat di tengkuknya. Gadis itu memeluknya erat dengan mata tertutup. Ia tidur dengan gelisah.

"Aku... aku... aku... nggak tahan." Rancau Shanaya dengan bahasa yang tidak Victor mengerti.

Sepertinya ada seseorang yang berniat buruk pada Shanaya. Victor pernah baca di beberapa novel, ini mirip seperti orang yang baru saja meminum atau memakan obat perangsang. Tapi siapa? Siapa yang tega melakukan hal ini pada Shanaya. Victor ingat bagaimana cara memulihkan kesadaran orang yang terkena obat perangsang. Beberapa artikel yang ia baca, bahwa korban harus dibiarkan berada di bawah air mengalir.

Tapi, bagaimana cara Victor berdiri sementara Shanaya memeluknya semakin erat, penuh tuntutan. Victor bisa khilaf, ia juga laki-laki normal. Ia bisa saja hilang kendali jika terus-terusan seperti ini.

"Shanaya, aku harus pergi." Bisik Victor, mencoba melepaskan pelukan Shanaya. Entah dari mana asalnya, tenaga gadis itu lebih besar darinya. Bahkan kini Shanaya terang-terangan mencium lehernya, tangan kirinya yang lain mengusap dada bidang Victor yang telanjang.

"Oh, shit !" maki Victor saat ia merasakan getaran asing merambat naik ketubuhnya. Kepala Victor mendadak pening saat tanpa sengaja paha Shanaya bergesekan dengan orang vitalnya. Berkali-kali Victor mencoba untuk fokus, mengembalikan seluruh kesadarannya.

Shanaya, meraup wajah Victor. Memagut rakus bibir tipis pria itu, seolah ia haus akan cumbuan penuh nafsu. Lalu semua menjadi abu-abu. Hanya ada desahan liar dan rintihan. Hingga mereka terlelap bermandikan keringat. Victor lunglai tepat di sebelah Shanaya. Menatap gamang gadis yang kini terkapar di sampingnya. Perlahan tangannya yang gemetar menyibak helaian rambut panjang yang menghalangi wajah cantik gadis itu.

"Oh, Tuhan ! Apa yang aku lakukan ?!" sesal Victor. Bagaimana mungkin ia bercinta dengan tunangan Cho Yi Tien. Meskipun gadis itu dalam pengaruh obat perangsang, harusnya ia bisa menjaga dirinya untuk tidak menyerang gadis itu.

Victor terkesiap saat tanpa diduga Shanaya berbalik kearahnya, mendakap erat tubuh telanjangnya. Ia bisa mendengar detak jantung mereka saling bersahutan. Ia memeluk Shanaya, mengecup puncak kepala gadis itu penuh penyesalan.

"I'm sorry !" bisiknya lirih. Ia tahu Shanaya tak akan mendengarnya. Sebab gadis itu benar-benar tertidur begitu lelap. Bahkan Victor bisa mendengar suara hembusan lembut napasnya. Shanaya terlihat begitu cantik dari jarak sedekat ini. Sangat cantik, tanpa ia sadari ia memuja gadis itu. Gadis yang baru saja memberikan pengalaman bercinta yang tidak pernah ia duga.

- To be Continue -

avataravatar