webnovel

Life After Death : Second Life

Broken home! begitulah situasiku sekarang. Kedua orang tuaku bercerai sehingga aku ditelantarkan, sungguh ironis memang mengingat umurku waktu itu masih sangat kecil. Aku tak pernah mendapat kasih sayang lagi semenjak itu. Sampai pada akhirnya, aku mati. Kematian yang tidak wajar. Dan kemudian aku secara mengejutkan terbangun lagi sebagai seorang bayi. "Aku berinkarnasi? Tapi, kenapa aku mempunyai kehidupan sebelumnya?" Ini adalah kehidupan baruku setelah kematian.

Ari_Za · Fantasy
Not enough ratings
22 Chs

Pertumbuhan

Hari silih berganti, aku akhirnya menyadari aku berinkarnasi ke suatu dunia dengan sihir dan pedang. Di dunia ini semua makhluk hidup mempunyai yang namanya [Status]

Sedikit mengecewakan, kukira aku akan jadi manusia yang istimewa. Ternyata tidak.

Ngomong-ngomong orang tuaku memberiku nama Zaried Scaland atau biasa dipanggil Rie oleh kebanyakan orang, tidak tepat kebanyakan orang... padahal aku hanya bertemu dengan kedua orang tuaku dan seorang maid. Dan umurku sebenarnya baru beberapa bulan.

Aku sekarang hanyalah bayi yang tidak berdaya dengan pikiran remaja berumur 16 tahun.

Kenapa aku berkata seperti itu?

Yah... karena apa yang akan didapatkan oleh bayi yang baru beberapa bulan?

Tentu saja ASI.

Tekanan batin ini... aku meremas dengan kuat dan menyedot semua susunya keluar. Itu sungguh menyegarkan.

Untungnya aku bukanlah orang yang mesum. Meskipun ibuku sangat cantik dan tubuhnya yang sangat ideal, itu tidak membuatku menatapnya dengan pandangan yang mesum. Aku menghormatinya karena dia sudah melahirkanku. Aku masih ingat saat ibu menangis bahagia ketika aku berhasil lahir dengan selamat tanpa cacat sedikitpun.

Aku terlahir di keluarga yang harmonis dan sangat menyayangiku, aku sangat beruntung.

Sangat berbanding terbalik dengan kehidupan lamaku. Stop... aku tidak mau membahas ini terlalu jauh. Mungkin kedepannya akan terungkap sedikit demi sedikit.

Dalam tempo beberapa bulan, aku berusaha belajar bahasa dari percakapan orang-orang di sekitarku.

Sedikit demi sedikit aku pun bisa memahaminya.

Orang yang tinggal di sini, di rumah ini hanya ada 4 orang. Aku, ibu, ayah, dan seorang maid.

Aku bisa berterima kasih atas kehidupan yang lebih baik ini. Ya... aku sangat bersyukur.

.

.

.

.

Tak terasa umurku sudah lebih dari setahun. Dan selama setahun ini pula aku berhasil menguasai bahasa dunia ini. Juga, pada umurku yang belum genap satu tahun, aku sudah bisa berjalan dan berbicara dengan lancar. Pertumbuhan yang mengerikan, bukan?

Itu wajar saja, mentalku bukan seorang balita, melainkan seorang remaja.

Tentu saja orang tuaku sangat heran dan takjub atas pertumbuhanku. Sewaktu aku dilahirkan aku tidak menangis saja sudah membuat ibu dan ayah cemas, yah... mereka berpikir aku punya semacam kelainan. Tapi seiring waktu kecemasan mereka hilang dan berganti dengan kebanggan terhadapku. Bisa dibilang aku adalah anak yang jenius. Meskipun masih sulit, aku sudah bisa membaca kata-kata sederhana.

Dan yang aku tangkap selama ini... keluarga orang tuaku hidup dalam kecukupan. Ibu dan ayah tak pernah membiarkanku kelaparan. Rumah ini juga terletak di tengah-tengah hutan. Sungguh aneh.

Sekarang aku berada di pekarangan rumah melihat maid menjemur pakaian. Sejauh mata memandang hanya pepohonan, itu membuatku jenuh.

Aku bingung, kenapa rumah ini seperti terisolasi dari dunia luar? Sebenarnya dimana ini?

"Status."

Muncul tulisan-tulisan di depanku.

***

Nama : Zaried Scaland

Ras : Manusia

Level : 6

Hp : 130

Mp : 130

Str : 23

Vit : 23

Int : 23

Agi : 23

SP : 1000

Skill :

*Walk Lv 4

*Speak Lv 3

*Reading Lv 1

*Understanding Lv 3

***

Begitulah status milikku. Lemah?

Kau bercanda? Aku baru berumur satu tahun lebih, memangnya apa yang bisa kulakukan? Dalam usiaku saat ini, mendapat status seperti ini adalah baru pertama kalinya terjadi, mungkin. Aku tak tau bagaimana keadaan dunia luar.

Kebanyakan bayi yang lahir akan mendapat SP sebanyak 100, tapi aku malah 10× lipat. Bukannya itu terlalu gila?

"Rie, kamu sedang apa?" Tanya ibu yang kebetulan melihatku termenung.

"Aku hanya menunggu ayah!" Balasku dengan senyuman anak kecil.

Ayah sedang berburu ke hutan, itu sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari.

"Oh... mau ibu temani?"

Ibu langsung duduk di sebelahku. Dia dengan lembut membelai kepalaku.

"Rie, apa yang kamu pikirkan?"

Ibu tiba-tiba bertanya seperti itu, tak heran. Dia pasti melihatku sedang memikirkan sesuatu.

Aku hanya sedang menunggu kedatangan ayah. Kenapa?

Karena aku sedikit penasaran dengan hewan buruan ayah. Selama ini hewan yang selalu dibawa pulang tidak pernah ada yang normal. Maksudnya, itu bukan seperti hewan buruan pada umumnya. Lebih mirip hewan buas bahkan monster.

Aku ingat ayah minggu lalu membawa pulang seekor ular raksasa yang hampir sebesar rumah kami. Aku berpikir, apa di hutan tidak ada hewan yang normal?

Karena hal itu aku sedikit curiga, rumah kami yang berada di tengah hutan belantara.

"Ibu, kapan ayah pulang?"

"Emm... sebentar lagi seharusnya ayah sudah pulang," kata ibu dengan tangan yang terus membelai. Ibu lalu menyipitkan mata, dia seperti berusaha melihat sesuatu dari kejauhan.

"Itu ayah pulang," kata ibu menunjuk ke arah hutan.

Tak lama berselang nampak siluet seorang pria dengan badan yang besar, itu ayah.

Kali ini aku tak melihat bahwa ayah membawa sesuatu.

"Sayang...?! Kau tak apa?" Kata ibu panik menghampiri ayah.

Aku pun sedikit terkejut, karena baru kali ini saja aku melihatnya. Yah... ayah terluka, di pundak dan perutnya terus mengeluarkan darah.

Maid yang tadi menjemur baju juga buru-buru menghampiri ayah.

"Luka seperti ini tak berarti apa-apa bagiku!" Ayah berlagak kuat.

"Ayah tak apa-apa?" Tanyaku polos selayaknya anak kecil.

"Ahh... Rie, tenang saja. Ayah itu kuat!"

Aku percaya dengan ucapan ayah. Saking kuatnya aku tak percaya ada hewan buas atau monster yang bisa melukai ayah.

Apa yang membuat ayah terluka?

Apa benar penyebabnya adalah hewan buas atau monster? Aku tidak bisa mempercayainya.

"Heal!"

Cahaya kehijauan mulai menyelimuti seluruh tubuh ayah. Dalam sekejap semua lukanya menutup. Itu adalah skill kepunyaan ibu. Skill pertama yang kulihat, tentu saja aku takjub.

"Ini pertama kalinya Rie melihatnya, ya? Ahh, Rie pasti nanti akan bisa melakukannya juga... Rie kan anak pintar," kata ibu tersenyum padaku.

"Hmm... aku pasti akan jadi orang yang hebat."