1 Bab 1 : Gadis di Perpustakaan

Monster hitam mengerikan berdiri tepat di hadapanku. Bentuknya seperti siluet pohon setinggi tiga meterdengan sulur di sekujur tubuhnya yang menyerupai tangan. Menurut [Encyclopedia of Order] itu adalah monster kelas Giant dengan level C yang bernama

Sebuah panel cahaya melayang dan berpendar di dekat makhluk itu. Itu adalah 'Status Bar' yang memberikanku sedikit informasi mengenai statusnya. 'Status Bar' itu dimiliki oleh setiap makhluk hidup di dunia ini tanpa terkecuali.

[Treant of the Eater] Lv. 27

· HP/ MP : 4200/ 200

· ATK : 250

· DEF : 120

· Spell : Poison Ore

· Intrinsic Spell : ???

Monster itu memiliki kapasitas HP yang tinggi, namun status ATK maupun DEF nya termasuk cukup rendah. Hanya saja, dia memiliki spell menyebalkan bernama Poison Ore. Spell itu membuat setiap serangannya mengandung racun dan dapat memberikan status «Poison» kepada musuh.

Selama perjalananku ke sini, aku telah kehilangan lebih dari separuh HP ku. Karena itu, jika aku sampai terkena satu saja serangannya, itu akan sangat merepotkan. Padahal, sedikit lagi aku akan sampai ke daerah baru bernama Kota Arneos.

Aku harus mengalahkannya sebelum dia mengeluarkan serangannya. Kupikir serangan yang memberi status «Stun» yang diikuti dengan serangan kombinasi berantai akan cukup untuk menaklukkannya.

Aku menurunkan mata tombakku hingga menyentuh tanah, mengambil kuda-kuda, dan bersiap untuk menerjangnya menggunakan «Charging Attack». Beberapa saat kemudian, partikel cahaya berkumpul di ujung mata tombak.

Aku maju dan menerjang. Monster itu menggeliat mendekatiku sembari berusaha menyerangku menggunakan tangannya. Namun, sepertinya aku terlalu gesit untuknya. Aku pun melompat ke depan dan membenamkan tombakku pada tubuhnya, meninggalkan status «Stun» padanya.

Sejatinya, durasi «Stun» milikku ini tidak terlalu lama, hanya sekitar 3 detik. Namun, itu lebih dari cukup bagiku untuk melayangkan 5 serangan kombinasi berikutnya. Detik berikutnya, HP monster tersebut menyentuh angka nol dan membuatnya terkapar begitu saja di tanah disertai suara ambruknya yang tak kalah heboh.

Di mimpi ini, tubuhku terasa sangat ringan namun bertenga. Makanya, melancarkan 6 serangan beruntun dalam kurun 3 detik itu bukan perkara sulit walaupun di dunia nyata aku bukanlah orang yang atletis.

Melancarkan 6 serangan beruntun seperti itu dalam 3 detik bukan perkara sulit di mimpi ini. Di sini, tubuhku terasa sangat ringan, namun bertenaga.

Setelah aku mengalahkannya, panel cahaya yang berbeda muncul lagi di hadapanku. Panel itu berisi tentang «Item Drop» yang kudapatkan sebagai hadiah telah mengalahkan monster tersebut.

[Exp + 300]

[Gold + 600]

[Item Drop : 'The Eater' Core x4; Rotten stem x2]

Sekarang ini aku tak begitu peduli dengan «Item Drop» karena HP dan MP ku lebih mengkhawatirkan. Aku hanya ingin bergegas secepatnya ke daerah baru dan mencari «Item» penyembuhan.

Singkat cerita, beberapa jam setelah itu aku akhirnya tiba di Arneos.

Tiap kali aku tiba di daerah baru, hal pertama yang kulakukan adalah mencari perpustakaan. Bukan berarti aku ini kutu buku, namun prioritas utamaku adalah meng-update «World Map» yang selalu kubawa. Juga, ini berkaitan erat dengan «Occupation» milikku sebagai seorang «Explorer»

Tidak butuh waktu lama untukku menemukan perpustakaan kota. Bangunannya terlihat mewah dan besar, jauh lebih besar dibandingkan dengan perpustakaan di kota-kota yang pernah kukunjungi. Sepertinya Arneos ini adalah kota penting, ibu kota, mungkin?

Aku berjalan masuk sebelum akhirnya seorang resepsionis wanita menyapaku. Setelah menjelaskan keperluanku, dia menuntunku menuju bagian tengah perpustakaan. Tepat di atas meja kayu dan di samping rak buku besar, terdapat kotak kristal berkilauan yang tak lain adalah «World Map Generator» .

«World Map» dalam mimpi ini bentuknya tak seperti peta di dunia nyata. Memang masih berupa kertas, tetapi gambar yang terukir di sana hanya sedikit saja. Benda itu juga dapat di-update setiap kali aku menaruhnya di «World Map Generator» tiap daerah.

Aku membuka «World Map» milikku dan meletakkannya pada kotak kristal tersebut. Perangkat sihir itu bersinar terang seperti pelangi, sungguh indah. Sinar itu menandakan bahwa proses pemindaian tengah dilakukan, biasanya butuh waktu sekitar 15 menit.

[Congratulations! You arrived at the new Town!]

[BONUS will be granted by the effects of Explorer Occupation]

[Negative Status Cleared!]

[Double Regeneration Activated!]

[Exp +1800]

[Gold +3600]

[Item Slot +1]

[LEVEL UP! Combat class : Rider is now Lv. 34]

Setelah seperempat jam berlalu, aku menyimpan kembali «World Map» ke dalam «Inventory Box» milikku. Kemudian, kulihat «Status Bar» milikku sendiri

[Yuta] Lv. 34

· Combat Class : Battle Rider (Advanced combat class)

· Occupation : Explorer

· HP/ MP : 5400/ 800

· ATK : 700

· DEF : 400

· Spell : Poison Ore

· Intrinsic Spell : ???

[Treant of The Eater] yang tadi kulawan sepertinya adalah monster dengan level tertinggi di sekitar sini. Artinya, levelku sudah cukup di atas mereka. Mungkin setelah ini aku akan fokus untuk menjelajah dibanding meningkatkan level.

Aku hendak beranjak pergi sebelum akhirnya sesuatu menyita perhatianku : seorang gadis yang duduk tak jauh dariku. Gadis itu memiliki rambut hitam lembut dengan poni lurus yang unik. Dia mengenakan jubah hitam dengan beberapa permata tertempel di dekat leher. Dari pakaiannya, kupikir dia ini adalah orang dengan kelas penyihir.

[Ellen] Lv. 23

· Combat Class : Mage (Basic combat class)

· Occupation : Librarian

· HP/ MP : 3700/ 2700

Menggunakan [Monocle of the Great Apostle], sebuah «Item» berwujud kacamata satu sisi, aku mengintip «Status Board» miliknya. Angka-angka yang tertera di sana cukup rendah. Ditambah lagi, aku dapat dengan mudah melihat «Status Board» miliknya, menandakan bahwa dia tidak memiliki spell «Peek Protector» atau semacamnya.

«Status Board» manusia memang hanya menampilkan status yang minimal dibandingkan dengan «Status Board» monster. Hal ini disebabkan karena «Status Board» monster akan terupdate oleh [Encyclopedia of Order] tiap kali aku menemui monster yang sama. Praktis, «Status Board» monster akan terlihat jauh lebih lengkap.

Tak biasanya aku melihat «Status Board» orang lain seperti ini. Hanya saja, gadis itu sangat menarik perhatianku. Bukan karena penampilan, parasnya, maupun statusnya. Yang membuatku tertarik adalah hal yang sedang dilakukannya. Dia sedang mencoret-coret kertas dengan pinggiran tidak rata yang sepertinya adalah bekas sobekan.

Natrium, hidrogen, mol, gram. Luar biasa!

Jika kubilang bahwa ada penyihir yang sedang belajar stoikiometri, apa kau akan percaya? Mungkin saja, sih. Toh ini hanya mimpi.

Aku yang dilanda penasaran ini mendekat ke arahnya, berpura-pura mencari buku di rak di dekatnya sembari mencuri pandang ke arahnya. Setelah kuamati baik-baik, di bagian atas kertas tertulis sebuah yang kalimat tak asing bagiku : SMA Minerius. Sekolah itu tak lain tak bukan adalah tempatku menimba ilmu.

Mendapat fakta mengejutkan itu, beberapa kata tak sengaja terlontar dari mulutku.

"Hah? SMA Minerius?"

Gadis itu tentunya langsung menoleh padaku sambil mengernyitkan dahinya. Mata kami bertatapan untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia bersuara.

"Siapa kau? Ada yang bisa kubantu?"

"Ah, maaf. Aku tak bermaksud mengganggumu. Hanya saja, aku tak sengaja melihat tulisanmu... Kau bersekolah di SMA Minerius?" ucapku.

Aku tahu ini pertanyaan konyol. Mana mungkin kita bisa bertemu dengan teman satu sekolah dalam sebuah mimpi? Tapi, justru karena ini mimpilah aku ingin melakukan hal-hal aneh demi menekan rasa penasaranku, contohnya seperti ini, bertanya pada orang lain apakah dia satu sekolah denganku.

Gadis itu nampak kebingungan, sampai-sampai ia menatapku dengan dingin. Namun, jawabannya setelah itu justru yang membuatku bingung bukan kepalang.

"Akhirnya! Akhirnya aku menemukan orang lain yang bisa kutemui!"

"Hm?"

"Baiklah, Yuta," katanya sembari merapikan buku dan peralatannya sembari memasukkannya ke dalam «Inventory Box» miliknya. "Di dunia nyata, jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Setelah ini alarmku akan berbunyi dan aku harus bangun. Sepulang sekolah nanti, temui aku di kantin utara, ya?"

"Tu-tunggu. Kau bilang apa?"

"Temui aku di kantin utara?"

"Iya tahu. Maksudku, kita bisa benar-benar bertemu?"

"Ya, kenapa tidak? Aku mohon, semua orang yang pernah kutemui di sini sama sekali tidak tahu tentang ini. Mereka pikir ini hanya mimpi belaka dan terus 'bermain-main' sampai akhirnya kematian merenggut mereka dari dunia ini selamanya," katanya sambil beranjak dari kursi. "Aku sangat ingin berdiskusi dengan orang lain."

"Sebentar dulu. Aku kebingungan, haha. Sungguh mimpi yang aneh!"

"Hah? Gimana sih? Tadi kau bilang kau bersekolah di SMA Minerius, kan?"

"Iya, tapi..."

"Astaga... Jangan bilang kau itu salah satu dari mereka? Mereka-mereka yang mati sia-sia karena menganggap ini sebuah mimpi belaka?"

Gadis itu terlihat gusar. Ia mengacak-acak rambutnya yang sepertinya tidak gatal sama sekali.

"Sudah berapa lama kau di sini? Kau juga mengalami mimpi berkelanjutan ini setiap hari, kan? Kau tidak merasa aneh?"

"Iya... Tapi, bukankah 'keanehan' itu adalah definisi dari mimpi itu sendiri?"

Kalimat gadis itu seakan mengungkap isi pikiranku. Bagaimana dia bisa tahu apa yang kualami ini? Masih kebingungan, aku pun menjustifikasi perkataannya dengan menganggap bahwa memang kejadian seperti ini lumrah terjadi dalam mimpi. Namun, gadis itu menggertakkan giginya, ia terlihat begitu tidak puas.

"Biar kuberi tahu kau, ini bukan mimpi. Kita -bersama orang-orang lainnya- benar-benar terkirim ke dunia lain setiap kali tidur."

"Haha, kau bercanda, kan? Lalu mengapa dunia lain ini memiliki sistem seperti game?"

"Hah? Kau pernah baca tentang asal-usul terbentuknya dunia ini? Tentang 'The Eater', Goddess of Chaos, dan Goddess of Order?"

"Tidak."

"Pantas saja. Mengesampingkan tampangmu, rupanya kau cukup bodoh, ya?"

"Apa katamu?"

Aku mulai naik pitam. Gadis yang baru sekali ini kutemui tiba-tiba mencelaku tanpa tahu apa-apa. Tanpa kusadari, aku melangkahkan kaki mendekat kepadanya. Namun, gadis itu tidak bergeming. Ia justru balik menatap mataku dengan tatapan serius.

"Dasar, padahal kau ini jauh lebih lemah dariku... Jangan segampang itu mengolok orang, dong."

"..."

Dia hanya terdiam sambil terus menatap mataku. Aku sama sekali tak mengerti apa yang ia pikirkan. Namun, aku tahu bahwa gertakanku sama sekali tak berdampak padanya.

"Mau kubuktikan bahwa kau itu lemah? Ikutlah aku."

avataravatar
Next chapter