webnovel

Senyum lentera yang seindah cristal

Dalam setiap keluarga pastilah ada perbedaan sifat dan kepribadiannya

dan itu lah yang kadang bisa membeda-bedakan dalam hal kasih sayang di dalam sebuah hubungannya. Bukan berarti pilih kasih atau di beda-bedakan.

Dan ini lah yang akan saya sajikan dalam halaman ini.

Sebuah keluarga yang tak berkekurangan dalam harta belum tentu menjamin hidupnya untuk terus berbahagia tanpa penderitaan,

dan juga belum tentu keluarga yang hidup berkekurangan adalah mereka yang selalu hidup dalam penderitaan. Karena tolak ukur kebahagiaan bukan pada harta saja.

Meski memang orang yang berharta, bertahta, berpangkat, bisa di bilang hidupnya jaya mulia. Berderajat bahkan terpandang. Namun di balik itu pasti merekapun punya masalah dalam hidupnya. mereka juga sama pernah memiliki sedikit makanan.

Hanya bedanya keluarga yang berharta memiliki sedikit tinggal membeli dan orang yang berkekurangan tinggal menunggu dan sambil menunggu ia bekerja dengan sebisa dan semampunya.

Khifdza adalah pemuda yang rajin. Dia adalah kebanggaan nenek kakeknya, bukan karena dia tersingkir dari keluarganya namun itu karena dia menyayangi nenek kakeknya dengan sangat luar biasa. Dia tidak tega jika mereka hidup hanya berdua saja. Karena anak kandungnya tak ada yang mau tinggal serumah dengannya lantaran berbagai alasan dari segi kerjaannya, juga termasuk orang tuanya Khifdza yang sudah memutuskan tinggal di tempat yang di rasa tidak jauh dari tempat kerjanya. Namun itu bukan masalah karena setiap mereka libur. Mereka pasti pulang ke rumah ini. Tetapi tidak dengan Khifdza yang sudah lama tidak ingin meninggalkan nenek kakeknya.

Meski kadang rindu kepada ayah ibunya dan hanya air mata yang bisa di wakilkan untuk kerinduannya.

Khifdza tidaklah pemalas dia punya segudang pekerjaan di tiap harinya.

Dia memiliki Kedai Kopi yang ia desain sedemikian rupa hingga itu menjadikan tempat yang nyaman bagi para pecinta kopi.

"La' tolong donk! geserin hape gue, takut nyemplung ke kolam ikan!" suruh Khifdza kepada Maula.

"Tinggal buang aja sii kenapa!" Jawab Maula dengan cetus.

"Luu.. yang gue buang kalau lemot kerjanya!"

Begitu sudah menjadi candaan biasa bagi mereka, kala sedang menjalani rutinitas di Kedai setiap harinya.

Maula adalah rekan kerjanya Khifdza.

Dia setia dengan pekerjaannya meski bayarannya tidak sebanding dengan kerjaan di tempat lain, namun di sini dia bisa bekerja dengan sesuai keinginannya di sini bukanlah tempat nya bekerja tapi ! adalah menjalankan hobinya. Bekerja dengan keceriaan bersama adukan kopi itulah yang membuatnya semangat. Setiap hari mereka bekerja sama dengan semangat sampai petang bahkan kadang larut malam jika ada pelanggan yang datang di jam yang telah usai namun mereka tetap menyambutnya dengan senyum kehangatan.

"Uuuuuuuuuh... capek banget gue kayaknya hari ini La'." Keluh Khifdza dengan maksud agar Maula mau memijit pundaknya.

"Mmmmmmmmmmmmmm mulai,

iyaaa bos aku pijitin mumpung masih hidup."

jawab Maula dengan cepat.

"Hah? Lu. mau mati La'?"

"Aaa bos aja dulu yang mati." Jawab Maula dengan cengengesan. Dan mendengar itu Khifdza langsung tertawa.

"Hahahaha.. ada satu... lagi aja cowok kaya Lu... ikut kerja di sini .. nyerah gue La' bisa bisa gue gak bisa kerja."

"Eeehh ada orang dateng La'."

"Ooh iyaaa Bos kayaknya kenal tapi siapa yaaa?"

Maula mencoba berakting untuk pura-pura tidak mengenalnya.

"Ah Eluu,sama kakak sendiri aja lupa."

"Hihihi ooooh iyaaa sampe lupa Bos."

"Dasar wedus...."

Maula hanya tertawa lepas mendengar kata"Wedus".

"Bang!"

Panggilnya Maula dari jauh.

"Bang udah mau tutup pulang saja sana.."

Namun karena jaraknya yang tak dekat, di tambah memang Maula sengaja lirih suaranya. Kakaknya tak begitu mendengar apa yang di katakan Maula kepadanya hanya ada balasan kata dari kakaknya.

"Apa!!?"

Tanya kakaknya Maula yang berusaha mendengar.

"Dasar budek"

Ucap Maula dengan menyembunyikan suaranya. Maula berkata dengan mengalihkan pandangan agar kakaknya tak mendengar dia berkata budek , namun langkahnya yang sudah mulai mendekat terdengar kata jelas tentang apa yang yang di katakan Maula. Mendengar kata itu kakaknya pun iseng melempar topinya kepada Maula.

"Blak:;"

"Auuu sakit Bang!"

"Bodo....."

"Halooo Bro dari mana aja kayaknya tadi jalan sama cewek yaaa?" Gurau Khifdza.

Mendengar kata itu Maula langsung menyaut nya.

"Haaaaaaaaaaaaaa???? itu cewek apa awek awek."

"Tampol aja bang itu aku iklas asli iklas Bang!"

tambah Khifdza iseng.

"Yang Bos lihat tadi itu ceweknya gimana coba?" tanya Maula yang sangat penasaran dan kesal. Seakan dia iri dengan kakaknya yang serasa begitu mudah untuk mendapatkan pacar.

"Ya cantik yaaaaa miriplah sama cewek yang lu kejar - kejar itu" Khifdza sambil mengangguk untuk mendapatkan keseriusannya.

"Nah .. aaaa itu emang ceweknya." Kakaknya yang tambah mendukung keisengan Khifdza.

"Nah looooooo saingan berat itu la'."

"Enggak takut gue Bos karena gue tau tipe-tipe seperti apa yang Abang gue dambakan.

"Kaya apa coba La' jelaskan coba" tambah Khifdza gemas

Smentara kakaknya Maula hanya tertawa mendengar celotehan mereka yang di katakan Khifdza hanya gurauan tapi maula langsung ngeegas.

"Cewek dambaan Abang gue itu Bos yang berjilbab dan yang pake sarung. Pake peci juga." Jawab Maula dengan tegas.

Mendengar jawaban Maula yang ngelantur gak berperaturan membuat semua yang mendengar tertawa tak tertahan kan.

Maula memiliki sifat jenius namun kadang juga jenaka dan konyol.

Meski begitu banyak pelanggannya yang terhibur dan itu membuatnya memiliki pribadi yang khas dengan citra dirinya yang berlandaskan kejujuran , kesederhanaannya sebagai pemuda yang teladan dalam penampilan juga sangat menonjol pada dirinya.

Malam semakin larut dengan sinar bulan yang kian bertambah cerah namun mereka masih asik mengobrol dengan di temani secangkir kopi yang penuh insfirasi tentunya.

"La' besok lu bisa nggak ambilin pesenan gue?" tanya Khifdza kepada Maula.

"Aku lagi aku lagi ... ?" keluh Maula

"Hahaha udah dech enggak usah bawel ini gue masih Bos elu kan?" jawab Khifdza dengan tertawa. Karena memang itu juga candaan.

"Berat gak tu... jangan kaya waktu itu pesennya jeruk ternyata pohonnya yang harus gue gendong"

"Haha masih inget aja lu.."

"Ini bos ..!"

sambil menunjukkan bekas luka di tangannya yang pernah sakit karna tertimpa pohon jeruk yang di pesan oleh Khifdza.

Khifdza memang sangat suka mengoleksi berbagai jenis tanaman, entah itu buah, bunga atau apotik hidup.

Dia memiliki toko tanaman langganannya yang lokasinya cukup jauh, namun ia puas dengan hasil tanamannya. Bukan hanya iklan yang di pamerkan , namun hasilnya terbukti dan itu butuh biaya di mana ada harga di situ ada kualitasnya.

Keesokan paginya pun Maula berangkat ke toko tanaman itu, ia hendak mengambil tanaman yang sudah di pesan oleh Khifdza .

Sembari menunggu sang pemilik toko tersebut dia melihat-lihat di sekelilingnya

nampak di seberang jalan ada dua perempuan yang sedang bertengkar.

"Yaaaaaaa mereka lagi, heran gue dengan mereka itu .. kenapa tiap hari gini gue ke sini pemandangan nya ituuu mulu."

gumamnya Maula, karena dia memang sering melihat dua perempuan itu di waktu yang sama dan hanya itu yang terjadi mereka berdua bertengkar dari sebelum mobil berhenti lalu yang satu turun membukakan pintu dan menyuruh yang menyetir untuk keluar dari mobilnya dan kemudian di susul mobil dari belakangnya yang mungkin adalah supir panggilannya dan berlalu pergi itu adalah pemikiran dari Maula.