webnovel

Legions Era (Hiatus)

Apakah anda bosan dengan gim VRMMORPG yang anda mainkan? Apakah anda merasa NPC di gim yang anda mainkan kurang 'hidup'? Apakah anda pernah bermimpi memimpin pasukan dari manusia, elf, dwarf, beastmen, atau bahkan goblin maupun orc? Apakah anda ingin membangun kota yang megah, makmur dan disegani oleh yang lain? Atau anda ingin mencari harta karun, melawan monster, perampok, perompak dan hewan-hewan mitologi? Tunggu apa lagi? Unduh 'Legions Era' sekarang di ViR-Ca anda dan mulailah perjalanan anda menjadi pedagang tersukses, petualang paling berani, pemilik kota yang makmur, atau bahkan seorang raja. ===================================== Dikembangkan dan dijalankan oleh Rundeer, perusahaan yang menjalankan gim paling sukses 'Soul Realm' yang memiliki lebih dari 100 juta pemain aktif di seluruh dunia. Peringatan! • Waktu di gim ini tujuh kali lebih cepat daripada dunia nyata. Pastikan anda mengaktifkan mode peringatan agar anda tetap terhubung dengan dunia nyata. Pastikan AI asisten rumah anda tidak dalam mode tertidur saat anda memasuki gim ini. • Pertukaran uang dalam gim dan uang di dunia nyata dikelola secara langsung oleh Rundeer. Tolong hindari transaksi ilegal yang dilarang oleh Konvensi Tokyo 2040 tentang transaksi elektronik melalui pranata virtual. Setiap pelanggaran yang terdeteksi akan dilaporkan ke pihak kepolisian. ____________________________________________ Cover dan seluruh ilustrasi di novel ini bukan merupakan properti penulis. Update diusahakan minimal satu Minggu sekali.

Ron_Azure · Games
Not enough ratings
7 Chs

4. Giggs

"Tidakkah anda lihat pengungsian ini. Setiap hari kami tidak cukup untuk makan. Dan sekarang ada seorang anak yang memiliki lima batang roti. Mungkin orang-orang dewasa bisa menahan diri mereka. Tapi para remaja yang tidak punya banyak pertimbangan akan datang merampas roti Aran," Alan dengan pelan menjelaskan.

Mendengarnya, Zein terdiam. Setelah itu dia berhenti, "Oh maafkan saya telah membuat masalah untuk kalian. Saya akan mencari Aran."

Zein kumudian mendekati Titan. Setelah mengusap lehernya beberapa kali, dia mengarahkan cincinnya ke arah Titan, dan dalam sekejap, tubuh Titan menghilang. Setelah menyimpan cincinnya kembali ke slot Inventorinya, Dia mendapati Alan ternganga melihatnya. Dia hanya dapat tersenyum.

Zein lalu berjalan ke arah Aran pergi. Alan hanya dapat menggelengkan kepalanya, dan memilih untuk mengikuti Zein.

***

Aran adalah seorang anak yatim. Ayahnya adalah seorang penjaga desa. Saat ribuan pasukan ber-armor besi itu datang, ayahnya bersama puluhan penjaga desa lainnya dengan gigih mempertahankan pintu gerbang.

Usaha mereka berhasil memberi kesempatan bagi penduduk desa untuk mengungsi. Tetapi, nasib para penjaga itu tidak lagi diketahui setelah para warga desa keluar desa.

Pada awalnya, ada lebih dari 400 orang yang berhasil melarikan diri dari desa. Mereka dengan cepat masuk ke hutan Greenwall yang hanya 50 meter dari desa.

Pasukan yang menyerang desa tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah warga desa masuki hutan. Lantas para penyerang itu membentuk unit pengejaran. Mereka memakai armor kulit untuk meningkatkan mobilitas. Bersama dengan beberapa skuat pengintai, mereka berhasil menangkap lebih dari seratus warga desa. Mereka kembali setelah melakukan pengejaran sejauh lima kilometer ke dalam hutan, karena medan yang tidak mereka kenali membuat mereka takut tersesat.

Aran dan ibunya beruntung dapat lolos dari kejaran para pasukan. Selanjutnya mereka bersama para pengungsi lainnya berjalan puluhan kilometer hingga menemukan danau Aruna.

***

Membawa ranting-ranting kering dan lima batang roti diatasnya, Aran berjalan dengan ceria. Para pengungsi memandangi Aran dengan ketertarikan. Mereka tidak tertarik padanya ataupun ranting-ranting kering yang dibawanya, tapi kepada batang-batang roti yang masing-masing sepanjang sekitar 30 cm.

Dari warnanya, terlihat, roti itu terbuat dari tepung gandum yang baik. Roti seperti itu tidak pernah mereka jumpai. Mereka ingin mencobanya, tapi merasa malu. Bagaimanapun mereka sudah dewasa, mereka dapat mengekang diri mereka lebih baik.

Lain orang dewasa, lain lagi dengan anak-anak. Lima anak-anak, dua laki-laki dan tiga perempuan mendatangi Aran dengan antusias.

"Hei Aran, apa yang kau bawa?" Seorang anak perempuan bertumbuh tinggi menyapa Aran.

"Hai Bel, maksudmu ranting-ranting kering ini?" Aran berbicara dengan nada bercanda.

Bel cemberut, tapi keingintahuannya mengalahkan segalanya, akhirnya dia berkata, "Bukankah itu roti?"

"Aku rasa begitu, apakah kalian ingin mencoba? Tunggulah dulu aku memberikan satu ke ibuku. Nanti kita makan sisanya sama-sama," Sambil tersenyum lebar hingga giginya terlihat, Aran bergegas menuju tempat pengumpulan kayu bakar.

"Ye... aku bantu ya... biar cepat selesai," salah satu anak laki-laki mendekat, dan teman-temannya yang lain mengikutinya dengan penuh harap.

"O... oke... Faris," Tidak hanya Faris, Bel dan ke tiga anak lainnya pun ikut mengambil beberapa ranting yang sebenarnya tidak terlalu banyak dan bersama-sama membawanya ke tempat pengumpulan kayu bakar.

Tidak disadari oleh mereka, Dua pasang mata selalu memperhatikan mereka dari kejauhan.

***

"Sepertinya tidak ada masalah, tuan Alan," Zein berkata di belakang tenda.

"Aku harap juga begitu. Apakah kita tidak perlu mengikuti mereka lagi?" Alan berkata sambil tersenyum.

"Mungkin kita harus mengikuti mereka lebih jauh lagi."

"Baiklah...."

***

Setelah menyerahkan kayu-kayu bakar itu, Aran dan teman-temannya bergegas mencari Ibu Aran. Karena Aran berkeras tidak akan membaginya jika tidak menyerahkan satu batang pada ibunya. Hari sudah sore, Aran menduga ibunya sudah kembali ke kamp perempuan dan anak-anak.

Saat mereka berjalan melewati sebuah tenda, dua orang pemuda ber-armor kulit keluar dari tenda itu dan salah satunya menabrak Bel, hingga Bel terjatuh.

"Ouch...."

"Hei bocah! hati-hati kalau berjalan!" Hardik penjaga yang menabrak Bel.

Melihatnya, salah satu teman Bel membantunya berdiri. Yang lain tidak berpikir terlalu banyak. Bel juga tidak memasukkan ucapan penjaga itu dalam hati.

"Maafkan aku, aku tadi tidak melihat," ucap Bel.

"Bagus jika kau tahu," Penjaga itu berkata dengan dingin. Dia lalu beranjak dari sana, tetapi temannya tidak mengikutinya. Setelah sadar temannya tidak iku, dia menoleh.

"Hei, bukankah namamu Aran putra Pak Rhode?" Teman penjaga yang menabrak Bel memandang Aran.

"Iya, kak...," Aran ragu menjawab, karena tahu orang ini dari tadi melirik roti yang dipegang Aran.

"Hahaha... Aku Sam, pernah mendapatkan beberapa bimbingan dari pak Rhode saat di desa," Dengan tersenyum Sam mendekati Aran.

Melihat Sam mendekatinya, Aran mundur. Aran tidak tahu kenapa, tapi instingnya mengatakan, Sam tidak bermaksud baik. Teman-temannya yang melihat situasi ini, tidak berani berkata-kata.

Melihat reaksi Aran, Sam mengernyitkan keningnya. Dia memilih untuk berterus terang, "Aran, kau tahu kan kami para penjaga selalu mempertaruhkan nyawa kami untuk menjaga kalian penduduk desa, seperti ayahmu?"

Aran secara tidak sadar mengangguk.

"Kau tahukan, kami selalu berlatih, berburu binatang, dan melakukan kegiatan penjagaan di kamp ini?"

Sekali lagi Aran mengangguk. Tapi terlihat dia semakin takut. Aran dan teman-temannya tanpa sadar menjauhkan diri mereka dari Sam.

"Tapi kami tidak pernah makan kenyang sebulan ini. Aku lihat kau memegang beberapa roti yang terlihat enak. Apakah mereka kau dapatkan dari anak bintang yang tadi datang?"

Tubuh Aran gemetar, dia memegang kelima rotinya dengan erat. Tapi dia mengangguk.

"Kami lapar sekali saat ini. Maukah kau membagi rotimu kepada kami?" Sam tersenyum.

Bagi Aran dan teman-temannya, senyum Sam bagaikan seringai serigala. Akhirnya, Faris tidak tahan lagi berkata, "I... Itu diberikan kepada Aran. Dia ingin memberikannya kepada kami dan Ibunya. Kenapa dia harus memberikannya kepadamu?"

Wajah Sam berubah, dia lalu memandangi Faris dengan tatapan tajam, " Hei bocah... aku sedang berbicara dengan Aran. Apakah kau tidak diajarkan sopan santun oleh orang tuamu. Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

Mendengarnya, tubuh Faris kaku, " A... aku...."

"Ini satu roti untukmu, kami akan pergi. Ayo kawan-kawan," Melihat Faris disudutkan, Aran memilih untuk mengalah.

"Hei, tapi kami berdua, seharusnya kami dapat lebih kan?" Teman Sam yang tadi menabrak Bel berjalan mendekati mereka.

Mereka berenam lalu mundur lagi beberapa langkah, dan hampir mengenai sebuah tenda.

"Kami memiliki banyak teman, bagaimana jika kau beri kami empat?" Merasa Aran dan teman-temannya terdesak, Sam semakin memperlihatkan ketamakannya.

Aran dan teman-temannya semakin ketakutan, bahkan Bel dan kedua temannya yang perempuan sudah mulai menangis. Aran menggigit bibirnya, dia hampir menyerah, bersiap memberikan keempat roti miliknya.

Melihatnya, Sam tersenyum semakin lebar dan mengulurkan tangannya untuk meraih roti-roti di tangan Aran.

Tiba-tiba, dari dalam tenda di belakang Aran dan teman-temannya, sebuah tangan yang kekar dengan cepat memegang tangan Sam yang terulur. Sam merasakan tangannya tidak dapat lagi bergerak. Dia berusaha menarik tangannya, tapi tidak berhasil.

"Hei, itu tidak baik Sam! Apa kau tidak malu merampas makanan anak kecil?" Seorang pemuda berwajah lugu setinggi sekitar dua meter lalu keluar. Dia juga memakai armor kulit dan pedang panjang yang disarungkan tergantung di kiri pinggangnya.

"Giggs!" Semua anak berteriak dengan antusias, menyambut pahlawan mereka.

Mendengar Aran dan teman-temannya menyambutnya, Giggs tersenyum lebar hingga giginya terlihat.

"Hai kalian... Apakah kakak-kakak ini membuatmu takut?"

"Tidak," Semua anak menggelengkan kepala mereka sambil tersenyum.

"Giggs, apa maksudmu? Lepaskan tanganku, atau...," Sam berteriak, menanggung malu. Walaupun Giggs tidak memegang tangannya dengan keras, dipermalukan oleh Giggs di depan anak-anak itu membuatnya marah.

Giggs lalu mendorong tangan Sam. Dengan tatapan serius dia berkata, "Sekali lagi aku melihat kau mem-bully seseorang, aku tidak akan melepaskanmu. Kau paham?"

Terdorong oleh kekuatan yang besar, tubuh Sam hampir terjatuh. Untung temannya menangkapnya.

Melihat tatapan Giggs, nyali Sam dan temannya menjadi ciut. Tanpa berkata apa-apa, mereka melarikan diri.