webnovel

LEGENDA PENDEKAR AMBO TUWO, SI PENDEKAR TENGIL DARI WAJO

Pendekar Ambo Tuwo adalah nama dari seorang pendekar sakti yang disegani dan ditakuti oleh musuh-musuhnya. Dendam yang begitu membara dari seorang ratu jahat yang bernama Ratu Besse Rini Markonah telah membawanya untuk membalaskan dendamnya terhadap wanita keji itu atas kematian Ibunya. Dengan bantuan Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo, dia pun tumbuh menjadi seorang pendekar sakti yang siap membalaskan dendamnya. Bukan hanya membalas dendam atas kematian Ibunya, dia pun akan menyelamatkan bumi ini dari kekuasaan para makhluk jahat yang ingin menghancurkan kedamaian bumi ini. Mampukah dia menuntaskan dendamnya sekaligus menyelamatkan bumi ini dari kehancuran? Semua itu akan terjawab dalam cerita PENDEKAR AMBO TUWO SI PENDEKAR TENGIL DARI WAJO.

andi_astar · Fantasy
Not enough ratings
44 Chs

Bagian 32 Keceriaan Ambo Tuwo Kecil

6 Tahun Kemudian....

Bayi kecil yang dilahirkan oleh Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani yang bernama Ambo Tuwo kini telah menginjak usia yang ke 6 tahun. Bayi kecil yang ditinggalkan oleh Ibunya untuk selama-lamanya telah tumbuh menjadi seorang anak lelaki yang tampan dan kuat. Tak ayal, Ambo Tuwo kecil tumbuh menjadi anak lelaki yang kuat dan super aktif karena hampir setiap hari hidupnya dihabiskan di tengah-tengah hutan belantara yang penuh dengan tantangan dan penuh ancaman bahaya. Tak jarang dia terpaksa bermain dengan binatang-binatang buas yang berkeliaran di dalam hutan sebab dia tidak memiliki teman sebaya yang bisa dijadikan teman bermain. Tak heran jika Ambo Tuwo sudah begitu akrab dengan binatang-binatang buas tersebut seperti; harimau, singa, serigala, ular, dll. Bahkan karena begitu dekatnya dengan binatang-binatang buas tersebut, sampai-sampai seekor singa jantan menjadi sahabat setianya. Di mana pun Ambo Tuwo kecil pergi, sang singa jantan itu selalu menyertainya dan seakan tidak mau lepas dari Ambo Tuwo kecil. Singa jantan dewasa itu seolah menjadi pelindung bagi Ambo Tuwo kecil dari ancaman bahaya.

Terkadang Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo sedih dan merasa prihatin juga melihat cucu kesayangannya itu bermain-main dengan hewan-hewan yang ada di hutan. Keduanya juga berharap agar Ambo Tuwo kecil bisa mendapatkan teman sesama dengan manusia. Akan tetapi hal tersebut sangat sulit diwujudkan sebab mereka hidup di tengah-tengah hutan belantara yang tidak bertuan. Meskipun seperti itu, mereka masih bisa bernapas lega sebab Ambo Tuwo tetap menjadi seorang anak yang tumbuh aktif, ceria, dan bahkan bersikap tengil.

Sore hari menjelang maghrib biasanya Ambo Tuwo kecil baru kembali ke gubuk dan berkumpul kembali bersama dengan Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo setelah dia merasa puas bermain-main di dalam hutan bersama dengan binatang-binatang yang sudah dianggap sebagai sahabatnya sendiri. Dia bersama sang singa jantan yang dia namakan si Madukelleng kembali ke gubuk dengan perasaan letih dan bahagia.

" Assalamualaikum. Ambo, Indo? Engkana lisu! " ( Assalamualaikum. Kakek, nenek? Aku sudah kembali! ) kata Ambo Tuwo kecil dengan girangnya.

" Hei, appoku kasi. Engkani lisu. Mattamona nak, nappa cemme, nappa pura ero laoko masempajang. " ( Hei, cucuku. Engkau sudah datang. Masuk, Nak, baru kau mandi, kemudian setelah itu pergi shalat ) ujar Kakek La Bote yang sedang duduk di atas sebuah kursi kayu yang sudah sangat lapuk, " Beneku? Passedia appota nandre sibawa bale. Malupu laddeni tuh lao pura maccule-cule. " ( Istriku? Sediakan cucu kita nasi dan ikan. Nampaknya dia sudah kelaparan sehabis bermain-main ) lanjutnya.

Malam harinya....

Di saat malam sudah menyapa dan sudah tidak nampak lagi aktifitas yang harus dikerjakan serta rasa kantuk yang menyerang setelah seharian bekerja mencari kayu bakar di hutan, Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo hendak mrngistirahatkan tubuh mereka yang sudah renta di atas sebuah lantai yang hanya beralaskan karung goni sebagai alasnya, kedua orang tua yang sudah rentah itu merebahkan tubuhnya yang sudah sangat letih bekerja.

" Weih, matokko laddeka usedding beneku. Pede matoaki, pede malemmaki. Hehehehehehe " ( Weih, rasanya aku letih sekali istriku. Semakin bertambahnya usia, tubuh kita semakin lemah saja. Hehehehehehe ) ungkap Kakek La Bote.

" Hehehehehehe " Nenek Indo Balobo hanya tertawa kecil mendengar ucapan suaminya itu

" Beneku? " ( Iatriku? ) tanya Kakek La Bote lagi

" Iye, lakkekku? " ( Iya, suamiku? ) balas Nenek Indo Balobo dengan mata yang setengah tertutup.

" Matindro niga appota? " ( Apakah cucu kits sudah tidur? ) tanya Kakek La Bote lagi.

" Iye, matindroni kasi. " ( Iya, dia sudah tidur ) balas Nenek Indo Balobo.

" Marajotoni sedding appota denaissedding waktue nappa ero appoku matu mancadi tao madeceng na magguna ke maneng tauwe. " ( Tidak terasa cucu kita sudah tumbuh besar dan waktu terus berlalu begitu cepatnya dan kelak cucu kita itu akan menjadi orang yang lurus dan berguna bagi orang banyak ) harap sang kakek.

" Iye, Aamiin. " ( Iya, Aamiin ) balas sang nenek dengan kedua matanya yang sudah teroejam dan sudah tidak sanggup lagi mendengar dengan baik ucapan-ucapan suaminya itu.

Tak selang beberapa lama Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo tidur dengan pulas di atas sebuah lantai yang hanya beralaskan karung goni. Sementara itu Ambo Tuwo kecil tidur di atas sebuah ranjang yang hanya terbuat dari kayu yang sudah lapuk dan sebentar lagi akan reyok. Meskipun tidur di atas sebuah ranjang yang tidak layak untuk ditempati, namun demikian dalam tidurnya yang pulas, dia masih menunjukkan senyum yang merekah dari bibir manisnya. Seolah-olah di dalam mimpi bocah kecil itu, dia sedang tertidur di dalam sebuah iatana dan di atas sebuah ranjang yang megah serta mendapatkan pelukan hangat dari ayah Ibunya.

~~~~~