webnovel

Legenda Mawar Biru

Buku ini mengisahkan perjalanan hidup seorang anak manusia, Azura, yang tinggal di Pulau Niaka bersama Ellaine, ibunya, dan Andalene, monster hutan sahabat mereka. Pada suatu malam yang dingin, Azura harus kehilangan ibunya di usia 4 tahun akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh Andalene. Azura, yang diselamatkan Kakek Wald dan mendapatkan keluarga baru di Desa Tuka, menempa dirinya untuk membalaskan dendam ibunya dan membunuh Andalene. Namun seiring waktu berjalan, Azura mulai menyadari bahwa pengkhianatan Andalene menyimpan rahasia gelap yang tak pernah mampu ia bayangkan. Resolusinya pun mulai runtuh ketika satu per satu dia kehilangan orang-orang yang dia sayangi.

CirraRei · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

13. Azura vs Goire

Tapi Azura melepaskan pikiran itu. Bagaimanapun, Goire sempat memanggil Lala sebagai prajurit Demarka tadi. Itu saja sudah keterlaluan baginya.

Azura memantapkan niatnya memberi pelajaran pada Goire.

Dia mengikuti Goire keluar ke halaman rumah, dengan yang lain di belakangnya, tertarik dengan perkelahian dua anak ini. Tentu saja Krav, Magdalena dan Wald tidak akan membiarkan mereka saling melukai, namun sama-sama bertukar kekuatan dan menjajagi kemampuan bertarung masing-masing, bukan hal yang buruk. Ini juga akan bagus untuk perkembangan mereka ke depanya.

Saat Azura keluar rumah dan berjalan memasuki halaman, Goire sudah mengambil tempat di satu sisi halaman.

"Aku, Goire, prajurit Grindell terhebat, akan mengalahkanmu, penjahat dari Demarka."

Goire mengacungkan tongkatnya kearah Azura. Azura memutar matanya.

"Dasar bocah."

Krav yang mendengar kata-kata Azura, menepuk dahinya. 'Kau sendiri juga masih bocah', batin Krav.

Azura mengeluarkan pedang kayunya. Sebenarnya dia juga mempunyai Pisau Rambart milik ibunya, namun Krav melarangnya memakai pisau itu, dalam kondisi apapun, kecuali Krav mengijinkannya.

"Kau tidak cukup kuat menggunakannya. Pisau itu menyedot auramu dalam jumlah yang besar setiap kali digunakan," kata Krav.

Lagipula, menggunakan Pisau Rambart hanya untuk melawan bocah ingusan seperti Goire terlalu berlebihan. Azura tidak ingin membunuhnya, hanya memberinya pelajaran.

Azura memasang kuda-kuda bertarungnya, begitu pun Goire. Melihat kuda-kuda Goire, Azura mendecak kagum.

'Sepertinya anak ini tidak hanya banyak omong. Dia bisa jadi partner untuk menjajal kemampuanku', batin Azura.

Dengan begitu, Azura mengeluarkan aura birunya, hampir bersamaan dengan Goire. Semua yang menonton bisa melihat bahwa aura biru Azura sedikit lebih tebal dari aura coklat Goire. Meski begitu aura mereka berdua masih sangat tipis, jadi perbedaannya tidak terlalu mencolok.

"Kau akan merasakan pedasnya tongkatku! HYAAA!" Goire berlari maju, menghunus tongkatnya lurus kedepan. Azura bersiap menangkisnya dengan pedangnya.

DAK! Karena kedua senjata terbuat dari kayu, suara yang terbentuk cukup kasar dan keras. Goire dengan lincah membelokkan tongkatnya yang berhasil ditangkis Azura ke bagian tubuh Azura yang lain.

Azura pun tak kalah lincah. Dia berhasil menangkis semua serangan Goire. Goire terus menggerakkan tongkatnya tanpa henti, menyerang titik vital tubuh Azura bergantian, meski semua berhasil dimentahkan oleh Azura.

"Haha, Azura akan kalah kalau ini terus berlangsung," Magdalena berkomentar. Krav dan Wald mengangguk setuju.

"Kenapa? Kan Az bisa menangkis semuanya?" Lala memiringkan kepalanya bingung.

"Lihat baik-baik," Krav berjongkok dan mulai menjelaskan pada Lala. Dia berpikir ini saat yang tepat untuk mengajari Lala beberapa teknik dasar menggunakan senjata dalam bertarung. "Tongkat yang dipakai Goire lebih panjang dari pedang kayu Azura, jadi Goire mempunyai jarak serang yang lebih. Dia hanya perlu menggerakkan sedikit tangan dan lengannya untuk menyerang menggunakan tongkat, sedangkan Azura harus menggerakkan badannya, seringkali bahkan melompat, lihat, dia melompat, karena Goire menyerang kakinya." Krav menunjuk Azura yang baru saja harus melompat karena Goire menyapu kakinya dengan tongkat.

"Oooh, Lala paham, jadi karena Az harus lebih banyak bergerak, dia akan lebih gampang capek?"

"Betul sekali putri ayah yang pintar," Krav mengelus rambut Lala.

"Tapi masa Az kalah semudah itu?" tanya Lala khawatir.

"Tentu saja tidak. Azura bukan anak yang lugu. Dia pasti sudah punya rencana," kalimat ini lebih ditujukan pada Magdalena, yang membanggakan Goire tadi.

Azura memang sudah punya rencana. Dia baru saja menyadari bahwa dalam pertarungan satu lawan satu, keuntungan yang dimiliki tongkat adalah jangkauan serangan yang lebih jauh dan stamina yang dibutuhkan untuk menyerang lebih sedikit. Segera setelah menyadari hal ini, Azura segera membuat rencana untuk merangsek maju dan mendekati Goire, memaksa pertarungan ini menjadi jarak dekat.

Azura mulai bergerak dengan lebih cepat. Dia memindahkan lebih banyak aura ke kakinya dan tiba-tiba saja gerakannya menjadi sedikit lebih cepat. Goire yang menyadarinya mulai sedikit panik. Dan kepanikan inilah yang dimanfaatkan Azura.

Goire menyapukan tongkatnya kearah pinggang Azura, namun Azura dengan lihainya melompat mundur. Saat Goire melangkah maju untuk mengejarnya, Azura tiba-tiba menjejakkan kakinya dan langsung melesat maju, menyabetkan pedangnya kearah kepala Goire!

Goire tanpa berpikir panjang menjatuhkan tongkatnya. Dia menangkis pedang Azura dengan tangannya. Azura merasa menghantam lapisan kayu yang keras, bukan kulit, saat pedangnya mengenai lengan Goire.

Goire menyeringai. Saat itulah tangan Goire yang lain sudah melayang ke pipi Azura, mengirimkan bogem mentah berlapis aura!

BAM! Azura terpental beberapa langkah. Dia berguling sekali untuk menyerap dampak pukulan Goire dan langsung berdiri.

Pipinya berdenyut. Tidak ada luka yang berarti, tapi Azura dapat merasakan betapa kuatnya pukulan Goire. Untuk ukuran anak seumurnya, tentu saja.

Tidak mau membuang keuntungan yang dimilikinya, Goire langsung melompat maju, kembali menyerang Azura, kali ini dengan pukulan.

Pukulan pertama Goire kembali mengarah ke pipi Azura, yang dengan mudah dihindarinya. Pukulan kedua, kearah dada. Segera setelah Azura menghindar lagi, dia sudah disambut dengan tendangan lutut kearah selangkangannya. Azura mengernyitkan dahinya.

Serangan tangan kosong Goire lebih cepat dari serangan tongkatnya!

Azura terus menghindar, tapi serangan Goire semakin cepat. Terlebih, Goire dengan lihainya mengkombinasikan dua tangan dan dua kakinya untuk menyerang. Azura bahkan tidak mempunyai celah untuk membalas. Dia benar-benar telah jatuh ke dalam irama serangan Goire.

Azura menggeretakkan giginya. Ini tidak bisa dibiarkan.

Pukulan Goire kembali mendarat di perut Azura. Kali ini Azura sudah bersiap, karena memang dia sengaja menerima pukulan itu, dan dia sudah mengumpulkan aura lebih banyak di bagian perutnya sebagai bantalan untuk pukulan Goire. Azura sedikit terlempar kebelakang, dan dia memanfaatkannya untuk menyabetkan pedang kayu yang sedari tadi belum banyak ia gunakan.

Goire merasakan desiran angin yang berbahaya mengarah ke lehernya. Dia dipaksa untuk melompat mundur, dan dia segera sadar bahwa itu adalah sebuah kesalahan.

Dengan Azura dan Goire sama-sama melompat mundur, kali ini jarak tercipta diantara mereka. Serangan tangan kosong Goire tidak akan mampu menjangkau Azura, namun pedang Azura bisa menyentuh Goire. Menggunakan sabetan pertama tadi sebagai pemicu, Azura menangkap kesempatan ini dan tidak membiarkannya lepas.

WUUUNG! WUUUNG! WUUUNG!

Sabetan pedang kayu Azura membuat suara yang mengerikan di telinga Goire. Goire merasakan dadanya berdesir. Dia jelas-jelas melihat pedang kayu itu bersinar dengan warna biru, sama seperti warna aura Azura. Itu artinya Azura mampu mengaplikasikan auranya pada pedang kayu.

Kali ini situasi mereka terbalik. Azura menyerang Goire dengan ganas, dengan sabetan pedang yang hanya bisa dihindari Goire dengan sangat tipis. Beberapa kali pedang itu berhasil menggesek rambutnya, mengirim hawa panas ke kepala Goire. Goire merasakan bahaya yang semakin meningkat seiring serangan ini berlanjut.

Azura, yang berada diatas angin, menggunakan trik tipuan yang dia gunakan saat berlatih tanding melawan Krav. Dia memang tidak bisa melukai Krav dengan trik itu, tapi untuk Goire, hasilnya akan berbeda.

Azura menyabetkan pedangnya dan bersiap seolah dia akan melakukan sabetan lanjutan. Ketika fokus Goire berada pada pedangnya, Azura mengirim tendangan kearah perut Goire.

BUK! Goire, yang sama sekali tidak menyangka tendangan ke perut itu, terlempar ke belakang. Dia tidak sempat menambah lapisan aura di perutnya sehingga dampaknya cukup merusak. Goire terbatuk dan darah segar mengucur dari sudut bibirnya.

"Oke, cukup!" Magdalena berteriak, yang diikuti dengan Krav berdiri didepan Azura. Azura yang sudah siap untuk melesat maju menyerang Goire, terpaksa berhenti.

"Cukup, kau menang," kata Krav sembari tersenyum. Azura yang memang hanya berniat memberi pelajaran pada Goire pun memasukkan kembali pedang kayunya ke sarung.

"Kenapa, Yang Mulia, aku masih bisa bertarung!" protes Goire. Magdalena menjitak kepalanya.

"Berhenti memanggil ibumu sendiri dengan sebutan Yang Mulia! Kau benar-benar membuatku malu."

"Tapi aku masih bisa bertarung!"

"Diam dan ulangi lagi pertarungan tadi di kepalamu," raut wajah Magdalena berubah serius. Goire langsung memasang sikap tegap.

Raut wajah itu hanya muncul ketika ibunya mengajarinya temnik bertarung, jadi Goire tidak berani melawan.

"Di awal kau langsung melemparkan tongkatmu ketika sadar Azura mendekat, itu bagus," Magdalena berjalan mengelilingi Goire, "kau memang belum menguasai cara bertarung dengan tongkat, jadi segera setelah lawanmu menyadari kelemahan tongkat, kau memutuskan untuk menggunakan teknik bertarung yang paling kau kuasai, tangan kosong. Itu bagus," Magdalena berhenti tepat didepan wajah Goire.

"Masalahnya adalah, kemampuan beradaptasi lawanmu lebih baik darimu. Azura tahu dia harus menciptakan jarak untuk bisa menggunakan keahliannya bermain pedang. Kau, yang seharusnya tahu hal itu sejak awal, terlambat menyadarinya dan malah membantu Azura menciptakan jarak. Itu kesalahanmu yang pertama," Magdalena mengacungkan jari telunjuknya.

"Yang kedua, kau terlalu fokus pada pedang Azura saat dia memainkan teknik pedangnya, sementara Azura hanya memegang pedang dengan satu tangan. Dia masih punya satu tangan dan dua kaki untuk menyerang. Dia bahkan juga bisa menyerang dengan kepalanya, atau menyemburkan racun dari mulutnya, atau punya senjata rahasia di tubuhnya. Intinya, jangan fokus hanya pada satu senjata yang digunakan lawanmu. Kau harus sepenuhnya waspada terhadap setiap gerak-gerik lawanmu. Paham?"

"Paham, Yang Mu…"

Magdalena menutup mulut Goire. Dia benar-benar mulai merasa malu.

"Sudah kubilang jangan panggil aku Yang Mulia!" Goire mendapat jitakan lagi di kepala.

"Eh, iya, i-ibu," kata Goire canggung. Sepertinya dia lebih terbiasa memanggil ibunya dengan panggilan Yang Mulia daripada Ibu.

"Dan kesalahanmu yang ketiga, kau tidak mendistribusikan aura dengan benar. Kau harus bersiap menahan serangan aura dengan aura juga, kalau tidak hasilnya bisa fatal. Lihat dirimu, memuntahkan darah hanya dengan sekali tendangan Azura. Lihat Azura, dia bahkan tidak mengeluarkan darah sedikitpun meski kau sudah menghantamnya dua kali."

Goire manyun. Dia baru menyadari bahwa Azura memang lebih unggul darinya.

"Ta-tapi, dia menggunakan pedang, sedangkan aku bertangan kosong!" Goire masih mencoba beralasan. Magdalena mendesah pelan.

"Goire, berapa umurmu?"

"Tujuh tahun!"

"Azura, berapa umurmu?"

"Empat tahun."

Jawaban Azura membuat Goire melongo. Dia tidak sadar Azura lebih muda darinya. Perawakannya memang lebih tinggi daripada Azura, tapi dia kira itu hanya karena Azura agak pendek.

"Azura lebih muda darimu. Dia juga punya satu lagi kelebihan diluar hal-hal yang sudah kusebutkan tadi. Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi aura Azura lebih banyak dari auramu. Jika pertarungan ini terus berlanjut, kau yang akan lelah lebih dulu. Kecuali kau bisa menggunakan tongkat dengan lebih lihai dan mengikis stamina Azura sedikit demi sedikit," Magdalena seakan menaburkan garam diatas luka Goire.

Goire menunduk kalah. Dia mengepalkan tangannya.

"Aku harus latihan lebih keras lagi!"

Magdalena tersenyum puas. Tapi senyumannya tidak bertahan lama.

"Az masih punya satu kekuatan lagi yang belum dia tunjukkan!" Seru Lala dari pinggir halaman rumah. "Ayo Az, tunjukkan tunjukkan!"

Azura tahu maksud Lala, dan demi menyenangkannya, dia mengangkat telapak tangannya, dan mengalirkan aura ke jari-jarinya. Perlahan api biru yang indah terpatik diatas telapak tangan itu, membara dan menari.

Magdalena berdiri membeku, sedangkan Goire membaringkan tubuhnya di tanah, menyesali keputusannya.

"Kenapa juga aku menantangnya bertarung kalau dia sudah bisa mengeluarkan elemen," Goire menitikkan air mata kesedihan.

Menyukai LEGENDA MAWAR BIRU? ^^

Jangan lupa tinggalkan komen dan review kalian ya! Umpan balik yang kalian berikan akan membantu Author dalam membuat cerita yang lebih menarik dan menegangkan!

CirraReicreators' thoughts