2 Masa Kecil Keduanya

Anak kecil itu bagaikan kertas putih, polos dan bersih.

Jika mendidiknya dengan baik, maka akan menjadi baik pula.

Jadi, jangan sampai istilah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' selalu berlaku di kehidupan. Sebab, pohon yang terlihat tinggi menjulang kokoh, belum tentu buahnya pun bagus.

Atau..., sebaliknya?

Siapa yang tahu.

***

Grahem Mansion

Kini, selain Gerald dan Kenzo di ruang bermain, ada tambahan balita lucu di antara keduanya.

Balita keturunan Gandhi itu dititipkan oleh sang ibu, karena ada urusan penting di perusahaan yang tidak bisa ditunda.

Dan Caitlyn sebagai bibi tentu saja menerimanya suka cita, mengingat jika sang putra sangat menyukai keberadaan balita lucu itu.

Benar saja, terlihat sekali jika Gerald lebih semangat bermain, meskipun sebelumnya pun semangat ketika hanya berdua bersama sang paman—Kenzo.

Sesekali terlihat Tuan muda Grahem itu mengulurkan mainannya kepada Ara—Aratta, yang menerima dengan tawa lucu ikut terdengar.

Sedangkan Kenzo, ia mengawasi keduanya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Ya..., contohnya saja seperti Gera yang tiba-tiba mencubit pipi Ara, karena sejujurnya, jika Gera sudah gemas maka sasarannya adalah pipi milik Arrata.

Apalagi, pipi balita berumur 3 tahun itu tampak chuby dengan warna merah yang masih terlihat.

Sebuah mainan turut terulur ke arah Kenzo, membuat anak berumur 5 tahun itu tersentak kecil, tapi segera menerimanya segera sambil menepuk kepala ponakannya sayang.

Puk! Puk! Puk!

"Terima kasih. Gera memang baik," puji Kenzo, menuai senyum lebar dari sang ponakan yang kini beralih kepada perempuan satu-satunya di antara mereka.

Ketiganya asik bermain, hingga pintu kembali terbuka dan suara mengingatkan terdengar setelahnya.

Ceklek!

"Gera, Kenzo, Ara! Makan siang dulu yuk! Nanti lanjut bobo siang, terus boleh main lagi. Oke?"

Caitlyn berdiri di tengah pintu masuk, menatap satu per satu anak lucu di sana dengan senyum hangat.

Gerald yang pertama berdiri, menghambur memeluk kaki sang mama yang terkekeh mendengar jawaban menurut sang putra.

"Ay ay kapten!"

"Pintar, mau Mama gendong?" sahut Caitlyn menawarkan.

Gerald menggeleng lucu, menolak penawaran sang mama tegas, saat biasanya ia akan segera mengulurkan kedua tangan.

"No! Mau jalan sama Aya," tolak Gerald dengan alasannya.

Pftt..

Caitlyn menahan tawanya, melihat kelakuan sok tegas putranya jika sudah ada balita perempuan yang dipanggil 'Aya'.

Ia kemudian mengangguk kecil, mengalihkan tatapannya kepada dua anak kecil di matras, yang kebetulan sedang menatapnya juga.

"Kenzo, tolong pegang keduanya ya. Jangan sampai lari-larian saat ke ruang makan, takut jatuh," pinta Caitlyn lembut.

Kenzo mengangguk sambil tersenyum, memamerkan gigi susu terawat. "Ung..., baik Kak!"

"Pintar! Kalau begitu kita ke ruang makan yuk!" ajak Caitlyn.

Ia kembali tersenyum mendengar jawaban sang adik, kemudian menurunkan pandangannya sambil berjongkok di depan sang putra.

Ia mengusap sayang surai lebat turunan suaminya, kemudian memegang kedua pipi Gerald agar tatapan sang putra hanya kepadanya.

"Gera gandeng tangan Kak Kenzo dan jangan berlari ya, oke?"

"Oke Mom!"

"Gera pintar, anak siapa heum?" goda Caitlyn sambil mengecup kening putranya gemas.

"Mom dan Papa! Hi-hi....."

"Ha-ha-ha..., jawaban pintar lagi. Baiklah, kita sama-sama ke ruang makan, oke?"

"Oke Mom!"

Setelahnya, Caitlyn berdiri dari jongkoknya dan menemukan Kenzo yang sudah menggandeng tangan Ara, menghampiri tempat mereka saat ini berada.

Grep!

Kenzo pun menggenggam tangan Gerald, dengan sang putra yang menjulurkan kepala menghadap Ara.

"Aya..., makan bersama, oke?"

"Ung..., ote!"

Gerald tersenyum lebar, semakin menggenggam tangan Kenzo erat, kemudian mengayunkannya depan-belakang saat sang paman membawa keduanya jalan.

Meninggalkan Caitlyn yang melihat dari belakang, bagaimana saat ketiganya jalan dengan balita perempuan yang jalan tergopoh karena langkah lebar teman jalannya.

Ia menggelengkan kepala, mendengar Gera protes kepada Kenzo untuk jalan perlahan, saat melihat Ara terseret dan Kenzo sendiri hanya terkekeh.

Sepertinya Kenzo ingin menggoda keduanya, karena setelahnya yang terdengar adalah ketiganya yang tertawa bersama.

Dasar, mereka ini, batin Caitlyn geli sendiri.

Setelahnya, ia pun menyusul ketiganya, jalan dengan langkah lebar hingga kini ada di belakang putranya.

Caitlyn membantu Ara duduk di kursi khusus, membiarkan Kenzo mengawasi Gerald yang berusaha naik sendiri ke kursi miliknya.

Putranya memiliki kebiasaan unik, ingin terlihat dewasa jika tidak ada suaminya di rumah. Sedangkan saat ada suaminya, putranya itu akan mengambil perhatian dengan meminta dinaikkan ke kursi khusus.

Bukankah ini kebalik?

Karena dari cerita yang dibaginya bersama para ibu, kebanyakan anak laki-laki akan berpura-pura cuek saat ada ayahnya.

Namun, ini tidak berlaku untuk sang putra yang sangat manja kepada suaminya.

Oke, lupakan kebiasaan unik putranya, kembali ke meja makan karena putranya pun sudah duduk anteng tanpa bantuan dari siapapun.

Gerald terlihat memamerkan senyum semringah, menatap Ara yang sudah rapih dengan serbet di leher dan sendok makan khusus di tangan.

Putra Grahem tak mau kalah, dengan mengambil sendok dan mengetuknya semangat di atas meja makan.

"Lapar! Lapar!"

"Sabar, Gera. Mamamu sedang menyiapkannya," tegur Kenzo, duduk di samping Gerald yang heboh dengan kaki bergerak di bawah meja makan.

"Tunggu sebentar, Mama ambilkan sayurannya dulu, sayang."

Caitlyn ikut menyahuti, tersenyum geli saat Gerald justru terkekeh dengan gigi terawat yang ikut terlihat.

"Hi-hi.... Oke!"

Ara sendiri sudah mulai memakan makanannya, sangat lahap karena balita perempuan ini bukan tipe yang susah makan. Ya, apalagi jika makan bersama sepupu dan pamannya, ia akan semakin semakin semangat menghabiskan makanannya.

Kenzo menunggumu gilirannya untuk menerima makan siang miliknya, mendahulukan Gerald yang akhirnya menerima piring khusus dengan isi menu sehat lengkap.

"Mah! Tidak suka brokoli," gumam Gerald, bibirnya mencebil sambil menyingkirkan sayuran hijau yang tidak disukainya.

"Ara saja suka, masa Gera tidak. Iya kan, Kak Kenzo?" sahut Caitlyn, meledek putranya dengan membawa nama dua anak lainnya.

"Umm..., laki-laki hebat harus makan sayur banyak, Gera," sahut Kenzo menatap ponakannya serius.

Erangan lirih terdengar dari Gerald, yang kembali memasukkan sayuran di pinggir piring ke tengah, kemudian menatap apa yang dilihatnya dengan kernyitan, tidak suka.

"Ung..., baiklah...."

"Pintar!" Caitlyn memuji Gerald sambil mengerlingkan netranya, kepada sang adik yang belas dengan cengiran.

Makan siang mereka dimulai, Caitlyn turut mengambil piringnya dan mengisi dengan menu lengkap yang tersedia di atas meja.

Ia memperhatikan dalam diam sambil menyuap makanan ke mulutnya, memperhatikan bagaimana saat putra, ponakan dan adiknya makan tanpa membuat keributan.

Tidak seperti anak-anak pada umumnya yang susah makan atau berisik saat makan, Gerald sangat teratur seperti suaminya yang menyukai ketenangan.

Beberapa saat kemudian....

Makan siang selesai, Caitlyn membiarkan anak-anak yang selesai makan untuk sejenak santai, duduk di karpet di tengah ruang tamu sambil menonton kartun di sana.

Ia duduk di sofa, mengawasi sambil memainkan handphone, tepatnya sedang berkirim pesan kepada sang suami yang sedang ada di kantor.

Bibirnya tersenyum senang, ketika membaca barisan kalimat yang dikirim Samuel untuknya.

Ah! Samuelnya masih seperti dulu, masih suka menggodanya dengan segala ucapan manis dan pujian. Padahal ia tahu, suaminya itu pasti sedang sibuk, mengingat jika sang suami memegang dua perusahaan sekaligus.

Tuk!

"Mah...."

Ah!

Caitlyn tersentak kecil, tidak sadar terlalu fokus dengan handphone dan suaminya. Sehingga, tepukan kecil di kaki dan panggilan dari sang putra membuatnya kaget.

"Yes honey, ada apa?"

"Aya bobo," jawab Gerald sambil menunujuk dengan jari mungilnya ke arah bahu sebuah kepala hitam kepada sang mama.

Caitlyn tersenyum, kemudian menyimpan lebih dulu handphone di nakas samping sofa, barulah mengambil alih tubuh Arrata yang menggelayut di bahu sang putra.

Hup!

"Kalau begitu waktunya tidur siang, heum?" sahut Caitlyn ketika Aratta sudah ada dalam gendongannya.

Ia lantas beralih menatap Kenzo, tersenyum kecil saat melanjutkan kalimatnya.

"Kenzo sama Gera ya, tidur sama-sama di ruang biasa kalian tidur bersama. Oke?"

"Oke!"

Jawaban mengerti diterimanya dari sang adik, Caitlyn beranjak dari bersimpuhnya dan mulai berjalan meninggalkan ruang televisi, membiarkan saat Gerald menempel kepada sang paman.

Sampai di ruang tidur, Caitlyn meletakkan hati-hati Aratta di ranjang kecil berbeda, dengan dua ranjang yang akan ditempati putra dan adiknya.

Kemudian setelah selesai, ia membantu Gerald, menyelimuti putranya yang sudah mulai menampakkan wajah sayu.

"Tidur siang, sore Papa pulang. Heum...," bisik Caitlyn lembut, menuai gumaman dari Gerald yang perlahan memejamkan mata.

Setelahnya ia beralih kepada Kenzo, menghampiri adiknya dan mengusap surai hitam itu sama lembutnya.

"Kerja bagus, Kakak Kenzo. Istirahatlah," imbuh Caitlyn tersenyum hangat.

"Um..., selamat tidur siang, Kakak."

"Selamat tidur, adikku."

Bersambung.

avataravatar
Next chapter